Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Ada Rp 4,43 Triliun Anggaran Siluman dan Anomali di APBD DKI

Ilustrasi Balai Kota DKI Jakarta /dok Humas Pemprov DKI
Intinya sih...
  • JBC menemukan alokasi APBD DKI 2025 sebesar Rp 4,43 triliun yang diduga siluman (Rp 714,7 miliar) dan anomali (Rp 3,72 triliun).
  • Alokasi dana siluman mencakup pengadaan mebel, flash disk, CCTV, bandwith internet, dan sepeda motor pengawalan dinas.
  • Pemprov DKI diminta melakukan evaluasi terhadap seluruh SKPD dan OPD serta membuat daftar kegiatan strategis daerah sebagai sandaran KPI.

Jakarta, IDN Times - Jakarta Budget Care (JBC) menemukan dua kategori alokasi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta untuk tahun anggaran 2025 yang diduga merupakan siluman dan anomali. Nilai keseluruhannya Rp 4,43 triliun atau 4,8 persen dari total APBD yang mencapai Rp 91,34 triliun.

Dari jumlah sebesar itu, alokasi yang tergolong siluman terbilang Rp 714,7 miliar, sedangkan yang tergolong anomali sebanyak Rp 3,72 triliun.

“Dengan menggolongkan ke dalam dua kelompok itu JBC tidak serta-merta menyimpulkan adanya pelanggaran atau penyimpangan. Tapi ini merupakan upaya untuk menunjukkan potensi ketidaksesuaian dengan prinsip transparansi, efisiensi, dan efektivitas pengelolaan keuangan daerah,” kata Ketua umum JBC Fahmi Saimima pada IDN Times, Rabu (26/2/2025).

1. Alokasi anggaran siluman

ilustrasi APBD (IDN Times/Aditya Pratama)

Fahmi mencontohkan dalam kelompok alokasi siluman, misalnya ada pos pengadaan mebel, belanja flash disk, belanja CCTV dan bandwith internet, serta pembelian sepeda motor pengawalan dinas. Masing-masing bernilai Rp 25,6 miliar; Rp 59,9 miliar; Rp 592 miliar; dan Rp 37,3 miliar.

 "Alokasi dana yang bisa dilabeli siluman sebagai anggaran yang nilainya aneh atau sulit dipercaya kelewat tinggi atau tidak relevan," ujarnya.

2. Anggaran anomali dinas

Pramono Anung dan Rano Karno (IDN Times/Aryodamar)

Fahmi menerangkan, anggaran ini berasal dari ajuan langsung dinas-dinas Pemerintah Daerah Khusus Jakarta. Adapun anggaran yang bersifat anomali adalah alokasi dana yang mengindikasikan ada ketidaksesuaian, kejanggalan, atau penyimpangan dalam pengelolaan anggaran yang berbeda dari standar atau ekspektasi normal. 

"Baik alokasi yang bersifat anomali maupun yang tergolong siluman, keduanya dapat dijadikan titik awal untuk mempertanyakan alasan penjatahannya dan melakukan evaluasi," ucapnya.

3. Investigasi agar transparansi

Ilustrasi Rapat Paripurna di DPRD DKI Jakarta/ IDN Times Dini Suciatiningrum

Fahmi menegaskan perlunya evaluasi semakin urgen dengan terbitnya Instruksi Presiden (Inpres) No. 1/2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD 2025. 

Inpres ini menetapkan setiap pemerintah daerah wajib menerapkan prinsip-prinsip efisiensi dalam penggunaan anggaran, dengan fokus pada efektivitas pelayanan publik, penghapusan pemborosan anggaran, dan optimalisasi belanja daerah.

“Anggaran dengan nilai yang aneh atau sulit dipercaya, berasal dari ajuan deskripsi langsung dari Dinas kerja Pemprov DKI Jakarta, menggambarkan anggaran yang terlalu tinggi atau tidak relevan dengan kebutuhan sebenarnya. sangat penting untuk melakukan investigasi lebih lanjut dan meminta klarifikasi dari dinas terkait untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas.” ujar Fahmi.

4. JBC sarankan Pramono-Rano lakukan evaluasi

Gubernur dan Wakil Gubernur Pramono Anung dan Rano Karno menyapa para relawan dan masyarakat Jakarta di panggung rakyat yang ada di Balai Kota, Kamis (20/2/2025). (IDN Times/Dini Suciatiningrum)

Untuk itu, JBC merekomendasikan agar Pemprov DKI dibawah kepemimpinan Pramono Anung- Rano melakukan evaluasi dengan melakukan penilaian atas kecakapan semua pimpinan satuan kerja perangkat daerah (SKPD) dan organisasi pemerintah daerah (OPD) dalam menyusun anggaran.

Penugasan kepada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah untuk mengkaji ulang kerangka acuan kerja (KAK) dan anggaran semua SKPD dan OPD secara transparan dan akuntabel serta melibatkan publik.

Membuat daftar kegiatan strategis daerah yang dijadikan sandaran bagi key performance indicator (KPI) SKPD dan OPD.

"Dalam situasi tidak normal, force majeure, dan lain-lain, Gubernur harus membuat prioritas anggaran yang jelas. Dan memfokuskan anggaran pada indikator dan karakteristik utama kota yang layak huni pengelolaan lingkungan hidup, aksesibilitas hukum, politik, dan serta masyarakat yang berdaya," katanya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ilyas Listianto Mujib
Dini Suciatiningrum
Ilyas Listianto Mujib
EditorIlyas Listianto Mujib
Follow Us