Akibat 3 Bencana Unik Ini, BNPB Sebut 2018 Sebagai Tahun Bencana

Jakarta, IDN Times - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebut 2018 sebagai tahun bencana. Hal itu diutarakan oleh Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho, ketika membandingkan jumlah korban dan kerusakan bencana alam yang terjadi pada 2017.
"Apabila dibandingkan bencana 2017 dan 2018, jumlah kejadiannya menurun 10,32 persen. Namun korban meninggal dunia naik 984 persen dan korban hilang meningkat 1.975 persen. Oleh karenanya, tahun 2018 bisa dibilang sebagai tahun bencana,” kata Sutopo saat menggelar rilis akhir tahun di kantornya, Jakarta, Senin (31/12).
Lebih dari itu, pria yang karib disapa Pak Topo ini menyebut tiga bencana unik yang memakan banyak korban jiwa. Apa saja?
1. Gempa beruntun yang terjadi di Nusa Tenggara Barat

Pada Agustus 2018, Nusa Tenggara Barat (NTB) diguncang gempa bumi dengan kekuatan 7.0 Skala Ritcher. Dijelaskan oleh Sutopo, gempa di NTB menjadi unik karena retakan susulan terjadi di wilayah yang berbeda. Tercatat lebih dari enam gempa susulan menerjang NTB.
“Itu termasuk langka karena Lombok Timur awalnya kena, kemudian geser ke Barat. Kami masih lakukan penanganan, tiba-tiba geser lagi ke Lombok Utara dan sebagainya. Ternyata segmentasi yg ada terpengaruhi. Itu termasuk langka,” ungkap dia.
2. Gempa, tsunami, dan likuefaksi di Sulawesi Tengah

Kemudian, pada September 2018 lalu, Sulawesi Tengah dilanda gempa, tsunami, dan likuefaski. Ditegaskan oleh Pak Topo, likuefaksi yang terjadi di Palu merupakan yang terbesar di dunia.
"Itu sangat langka. Kita sama-sama lihat likuefaksi yang begitu besar dan begitu masif, yang menyebabkan ribuan orang meninggal dan hilang. Biasanya likuefaksi hanya terjadi di daerah tanah yang retak, tapi ini suatu area yang sangat luas. Likuefaksi itu adalah yang terbesar di dunia,” ungkap pria yang mendapat penghargaan pada ajang Anugrah ASN 2018.
3. Tsunami di Selat Sunda
Terakhir di penghujung 2018, tsunami menerjang Selat Sunda akibat erupsi Anak Gunung Krakatau. Alhasil, ratusan korban nyawa dan ribuan lainnya luka-luka di Banten dan Lampung. Sebelumnya, Topo tidak menduga longsoran bawah laut bisa menyebabkan gelombang tsunami.
“Kami tidak menyangka tsunami ternyata dibangkitkan oleh longsoran bawah laut akibat eruspi Anak Gunung Krakatau. Itu erupsi terjadi kemarin tidak besar, tapi memakan korban besar,” sambung dia.
4. Gempa di 2018 meningkat 2 kali lipat

Secara keseluruhan, BNPB menghimpun jumlah gempa yang terjadi di Indonesia pada 2018 meningkat dua kali lipat dari tahun sebelumnya. Pada 2017, terjadi gempa sekitar 6.500 kali. Sementara, pada 2018, angkanya meningkat jadi 11.500 kejadian.
“Kenapa bisa begitu? Karena gempa-gempa besar yang terjadi di Indonesia kemudian menyebabkan gempa susulannya meningkat dan memicu gempa-gempa kecil lainnya,” tutup Sutopo.