Anggota DPR Minta MA Berbenah karena Banyak Hakim Korupsi

- Anggota DPR RI meminta MA lakukan pembenahan internal terkait banyaknya hakim terseret kasus korupsi
- Rudianto menyayangkan putusan hakim yang dianggap tidak memenuhi rasa keadilan, menuntut evaluasi kriteria hakim di masa depan
- Banyak hakim terseret kasus suap, termasuk mantan pejabat MA Zarof Ricar dengan tumpukan uang tunai Rp920 miliar di rumahnya
Jakarta, IDN Times - Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai NasDem, Rudianto Lallo, meminta Mahkamah Agung (MA) melakukan pembenahan internal, menyusul banyaknya hakim yang terlibat kasus tindak pindana korupsi akhir-akhir ini.
Rudianto mengatakan, banyaknya oknum-oknum hakim yang ditangkap oleh penegak hukum itu, merupakan efek dari putusan-putusan yang dianggap tidak memenuhi rasa keadilan.
"Seharusnya pimpinan Mahkamah Agung itu menjadikan pembelajaran, menjadi koreksi internal, bahwa mereka ini kan wakil Tuhan di bumi, nasib orang ditentukan hakim, benar-salahnya orang ditentukan hakim," kata Rudianto saat dihubungi, Jumat (23/5/2025).
1. Tak habis pikir putusan hakim ditentukan seberapa banyak "upeti"

Rudianto tidak habis pikir bahwa beberapa oknum menjatuhkan hukuman kepada terdakwa pidana berdasar seberapa banyak "upeti" yang diterimanya, bukan karena aspek juridis, hukum, fakta hukum atau keyakinan hakim itu sendiri.
Karenanya, kata dia, tidak heran bila masyarakat akan beraksi keras terhadap putusan hakim yang menciderai rasa keadilan, yang seharunya dijunjung tinggi oleh para wakil Tuhan di muka bumi itu.
"Hebatnya lagi kejaksaan bisa membongkar itu, seharusnya itu dijadikan pembelajaran, koreksi untuk betul-betul meningkatkan satu, pengawasan internal," kata dia.
2. Usul ada evaluasi menyeluruh di internal MA

Rudianto lantas mengusulkan agar ke depan perlu ada evaluasi menyeluruh, khususnya bagaimana menentukan kriteria hakim, yang akan bertugas di pengadilan kelas satu.
Menurut dia, MA harus mengukur hakim-hakim tersebut dari latar prestasinya, integritasnya, hingga bagaimana produk-produk putusannya selama menjadi hakim. Selain itu, perlu juga menjadi catatan yang serius bagaimana rekam jejaknya selama ini.
"Lihat putusannya selama ini, apakah putusannya progresif atau bagaimana, mendukung upaya kepala negara misalkan atau tidak," kata dia.
Ia pun merindukan kehadiran hakim yang punya integritas tinggi, seperti Bismar Siregar, hakim yang progresif yang bisa menyelami atau mengetahui betul-betul rasa keadilan masyarakat itu sendiri.
3. Sederet hakim terseret kasus suap

Akhir-akhir ini, sejumlah hakim terseret kasus suap. Tiga hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap senilai Rp60 miliar terkait vonis lepas terhadap tiga korporasi dalam perkara ekspor minyak sawit. Mereka adalah Djuyamto, Agam Syarif Baharuddin, dan Ali Muhtarom.
Kasus ini juga melibatkan Ketua PN Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta, yang diduga menjadi perantara suap dari pengacara korporasi kepada para hakim tersebut.
Tak lama dari kasus ini terbongkar, tiga hakim di PN Surabaya dinonaktifkan. Ketiganya adalah Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo. Mereka menjadi terdakwa dalam kasus dugaan menerima suap senilai Rp4,6 miliar saat menangani kasus Ronald Tannur.
Selain itu, mantan pejabat Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar bahkan nyaris membuat penyidik dari Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung pingsan, saat menemukan tumpukan uang tunai hampir Rp 1 triliun, sekitar Rp920 miliar, di rumahnya.
Zarof bahkan dikenal sebagai makelar kasus dalam perkara yang menyeret Ronald Tannur, yang sempat dijatuhi vonis bebas oleh PN Surabaya pada Rabu (24/7/2024) silam.