Angkie Yudistia Dorong Disabilitas Kerja di Lembaga Pemerintah

- Angkie Yudistia mendorong kelompok disabilitas bekerja di pemerintahan untuk mendukung kebijakan yang inklusif
- Kendala dalam implementasi kebijakan terhadap disabilitas terletak pada peraturan daerah (Perda)
- Affirmasi kelompok disabilitas bisa masuk menjadi ASN dan karyawan BUMN, tetapi masih sulit karena kurangnya pendidikan tinggi
Jakarta, IDN Times - Staf Khusus Presiden Joko "Jokowi" Widodo, Angkie Yudistia, mendorong kelompok disabilitas untuk bisa bekerja di instansi pemerintah. Hal itu bertujuan untuk mendorong percepatan kebijakan yang mendukung aktivitas kelompok disabilitas.
Angkie mengaku, ketika memperjuangkan kebijakan bagi kelompok disabilitas, sebagai Staf Khusus Presiden pun masih merasa sulit. Hal itu karena masih kurangnya suara yang bisa memahami apa yang dibutuhkan disabilitas.
"Sulit itu, kurangnya partisipasi penyandang disabilitas di dalamnya. Saya perempuan pertama disabilitas menjadi Stafsus Presiden," ujar Angkie di Jakarta, Rabu (17/7/2024).
Saya mendorong lebih banyak penyandang disabilitas dalam pemerintahan, supaya kebijakan lebih inklusif, ada peran penyandang disabilitas untuk mendapatkan prioritas," sambungnya.
1. Sulitnya menerapkan kebijakan bagi kelompok disabilitas

Angkie mengakui, ketika pemerintah pusat membuat kebijakan terhadap disabilitas, sulit diterapkan hingga ke daerah. Dia mencontohkan, ketika ada Keputusan Presiden (Keppres) atau Peraturan Pemerintah (PP), tak bisa langsung dijalankan aturan tersebut.
Sebab, perlu ada aturan turunannya, mulai dari kementerian terkait hingga peraturan daerah. Menurutnya, kendala ada pada peraturan daerah (Perda).
"Tantangannya di peraturan daerah, mencapai implementasi perlu waktu, setidaknya sudah memulai," ucap dia.
2. Kelompok disabilitas perlu pendidikan tinggi

Angkie mengatakan, di era pemerintahan Presiden Jokowi, ada afirmasi kelompok disabilitas bisa masuk menjadi ASN hingga karyawan BUMN. Jumlahnya 1-2 persen dalam setiap rekrutmen.
Angkie menyebut, untuk mendapatkan angka 1-2 persen membutuhkan perjuangan ekstra. Sebab, tak banyak kelompok disabilitas yang memiliki pendidikan tinggi.
"Harus semakin banyak penyandang disabilitas berkarier di dalam," kata dia.
3. Orang tua tak perlu malu memiliki anak disabilitas

Lebih lanjut, Angkie meminta kepada orang tua tidak malu memiliki anak disabilitas. Menurutnya, pondasi anak disabilitas kuat mental dan bisa berkembang berasal dari orang tuanya.
"Pertama itu ibunya harus kuat, apabila ibunya kuat, anak akan kuat, peran ayah juga penting karena itu kolaborasi," imbuhnya.