BKKBN: Anak Autis Berhak Dapat Hak yang Sama di Indonesia

Jakarta, IDN Times - Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Kepala BKKBN, Wihaji, menyebutkan pemerintah harus hadir untuk anak dengan autis. Mereka diharuskan mendapatkan hak yang sama seperti anak-anak Indonesia yang lainnya.
“Saya meyakini kita semua ini given, pemberian dari tuhan. Siapapun yang keluar dari rahim kita itulah amanah tuhan. Ada salah satu amanah Tuhan yang lahir dengan kategori autis,” kata dia dalam Webinar Kelas Orang Tua Hebat (KERABAT) Seri 11 yang ditayangkan secara live di Youtube BKKBN Official, dikutip Sabtu (16/11/2024).
1. Orang tua perlu mengetahui dan pahami dari deteksi dini anak dengan autisme

Sementara, Deputi bidang Keluarga Sejahtera dan Pemberdayaan Keluarga (KSPK) Kemendukbangga/BKKBN, Nopian Andusti menyebutkan anak dengan autisme harus mendapatkan perlakuan yang sama, baik itu dalam memperoleh pemenuhan atas kebutuhan dasar secara layak dan berkualitas melalui pengasuhan yang tepat.
"Tentu orang tua perlu mengetahui dan memahami mulai dari deteksi dini anak dengan autisme sampai dengan cara apa saja yang bisa dilakukan untuk stimulasi perkembangannya," kata dia.
2. Gejala autism yang berat justru lebih mudah dideteksi

Kesulitan dalam diagnosis autisme seringkali terjadi. Hal ini karena autisme tidak hanya satu macam saja melainkan berupa spektrum dari gejala yang ringan sampai berat.
Dokter spesialis syaraf anak Prof. Dr. dr. Hardiono D. Pusponegoro, Sp.A(K) menjelaskan, gejala autism yang berat justru lebih mudah dideteksi. Sedangkan, untuk gejala ringan membutuhkan bantuan profesional, bahkan seringkali disertai dengan keadaan lain, serta berubah gejala seiring bertambahnya umur dan terapi.
“Kalau bicara tentang autism, sebetulnya gejalanya ada dua. Satu, gangguan interaksi dan gangguan komunikasi untuk kebutuhan sosialnya. Yang kedua, anak ini melakukan perilaku yang itu-itu saja, tidak berubah dan diulang dalam waktu yang tidak wajar. Gejalanya sejak kecil di bawah umur satu tahun sudah mulai kelihatan,” ujar Hardiono.
3. Skrining autisme bisa dilakukan sejak din

Dia menjelaskan, skrining autisme bisa dilakukan sejak dini, karena gejalanya sudah mulai terlihat sejak kurang dari umur tiga tahun, bahkan bisa di bawah umur satu tahun,
“Skrining ini bukan diagnosis ya, hanya menentukan bahwa ada kecurigaan terhadap autisme,” katanya.
Dia mengatakan ketika ke dokter anak, seharusnya dilakukan skrining perkembangan terhadap semua anak.
4. Kuesioner 'Early Screening of Autistic Trait' (ESAT)

Dia membagikan kuesioner 'Early Screening of Autistic Trait' (ESAT) untuk skrining mandiri bagi orang tua untuk gejala mencurigakan gangguan spektrum autisme (ASD) umur satu tahun melalui tautan https://form.jotform.com/hardiono/ESAT.
Berdasarkan data penelitian yang dilakukan Anakku.id, dari kuesioner tersebut terdapat 2.681 jawaban dalam waktu delapan bulan, sebanyak 756 anak mengalami autism, 356 anak mengalami 'Social Communication Disorder', serta 1.569 anak mengalami 'Language Disorder'.
"Melalui beberapa penelitian ini kita yakin bahwa diagnosis autis itu dapat dilakukan secara online. Hal ini akan sangat membantu untuk pasien yang jauh,” ujarnya.