Curhat Megawati, Kesal Tiap Diungkit Statusnya Sebagai Anak Sukarno

Jakarta, IDN Times - Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri mengaku, sempat kesal lantaran orang-orang kerap mengungkit statusnya sebagai anak Proklamator Indonesia, Sukarno. Ia mengaku mengerti pemikiran Bung Karno karena sering berdiskusi dengan ayahnya ketika sang ayah masih hidup.
Curahan hati itu disampaikan Mega ketika menjadi salah satu penguji sidang promosi doktor Hasto Kristiyanto di Universitas Pertahanan, Senin (6/6/2022). Mega mengaku baru kali pertama diminta untuk menguji sidang promosi doktor. Menurutnya, hal itu agar Hasto tidak tegang saat menjalani sidang promosi gelar doktornya.
"Jadi, orang banyak bilang begini; 'tentu saja Bu Mega (paham pemikiran Bung Karno), kan Bu Mega putrinya Bung Karno.' Waktu itu saya sebel banget (ada yang bilang begitu) karena pada suatu masa saya dikatakan begitu. Jadi, saya bilang; 'memangnya saya harus bilang anaknya si Badu," ungkap Mega seperti dikutip dari YouTube PDI Perjuangan pada hari ini.
"Toh, kan saya memang anaknya Bung Karno," kata dia lagi yang disambut tepuk tangan Hasto.
Namun, Mega merasa kurang puas dengan respons itu karena hanya sebagian yang bertepuk tangan. "Ya, ditepoktangani kenapa ya. Lho, itu masih menunjukkan reluctant-nya Bangsa Indonesia. Mau nyebut Bung Karno aja takut. Aneh betul menurut saya," katanya lagi.
Dalam sidang promosi doktor itu, Mega sempat meledek Hasto bahwa jelang hari pentingnya, Sekjen PDIP tersebut sudah mulai pusing. Itu sebabnya, Mega memberikan kelonggaran tidak terlalu banyak menanyakan urusan partai ke Hasto jelang masa sidang.
Lalu, apa yang disampaikan oleh Hasto dalam sidang promosi doktornya tadi pagi?
1. Hasto izin dulu ke Mega untuk ambil program doktor

Sebelum akhirnya Hasto memutuskan untuk menempuh program doktor, ia berkonsultasi lebih dulu kepada Megawati. Mega pun mendukung penuh karena gelar doktor tidak mudah diraih secara akademis.
Ia sempat berkomentar ketika Hasto mengisahkan ingin ambil program doktor mengenai geopolitik. "Geopolitik itu sebenarnya susah-susah gampang. Dari sisi akademisi tidak populer karena yang mengenalkan teori itu adalah Bung Karno ketika berbicara di Lemhanas," ungkap Mega di hadapan civitas Universitas Pertahanan.
Ia pun mewanti-wanti Hasto agar tidak mempermalukan dirinya ketika tetap berkukuh untuk mengambil program doktor di bidang geopolitik.
"Jadi, saya harus bagaimana, Bu. Hasto waktu itu tanya ke saya. Saya jawab ya kamu jangan malah tanya ke saya, justru kamu yang harus berpikir," kata perempuan pertama yang pernah menjadi Presiden Indonesia itu.
Mega pun sempat mengusulkan agar dalam menempuh program doktoral di bidang geopolitik, sebaiknya Hasto fokus kepada teori yang pernah disampaikan oleh Bung Karno.
2. Hasto sempat minta bocoran pertanyaan ke Mega

Lebih lanjut, di dalam sidang promosi doktor itu, Mega sempat meledek Hasto. Ia menyebutkan jelang sidang promosi, Hasto berkali-kali meminta bocoran pertanyaan yang akan disampaikan sebagai penguji nanti.
"Lho, kok kamu malah nanya? Itu namanya kolusi," kata Mega yang direspons tawa Hasto.
Mega juga mengatakan tak tahu apakah pertanyaan yang diberikannya terbilang susah atau mudah. Mega pun mengaku kasihan terhadap Hasto.
"Lihat dia, makin banyak ubannya," tutur Mega yang kembali direspons tawa oleh Hasto.
3. Hasto sebut pemikiran Sukarno sangat pengaruhi industri pertahanan di dalam negeri

Sementara, di dalam disertasinya, Hasto mengatakan pemikiran geopolitik Sukarno berpengaruh ke industri pertahanan di dalam negeri ketika itu. Bahkan, karena menerapkan konsep pertahanan berdikari (berdiri di atas kaki sendiri), dilakukan pengembangan proyek strategis di industri pertahanan, salah satunya dengan membuat bom atom.
Uji coba bom atom itu rencananya bakal dilakukan pada 5 Oktober 1965, beberapa hari sebelum sang proklamator digulingkan. "Oleh Sukarno pada 5 Oktober 1965, sebenarnya akan dilakukan uji coba bom atom sebagai hadiah untuk ABRI, sebagai anak kandung revolusi Indonesia," kata Hasto ketika memaparkan disertasinya di hadapan Megawati.
Lebih lanjut, Hasto mengatakan bahwa dengan implementasi geopolitik Sukarno, ABRI berhasil menjadi militer terkuat di belahan bumi selatan. ABRI, kata Hasto, juga mampu melakukan proyeksi kekuatan seperti memberikan bantuan militer ke Aljazair pada periode 1960 hingga 1961. Ada pula bantuan militer yang diberikan pada 1965.
Ia menambahkan, kebijakan pertahanan era Sukarno disusun berdasarkan prinsip politik luar negeri bebas aktif dengan politik pertahanan bersifat defensif, aktif dan tak agresif.
"Dengan konsep itu maka bila ada suatu negara yang menyerang Indonesia, kekuatan AL dan AU Indonesia harus mampu menghancurkan negara agresor sebelum masuk ke wilayah Indonesia," tutur dia lagi.