Dosen UNJ Ubedilah Dicopot Sebagai Kaprodi Usai Laporkan Jokowi ke KPK

Jakarta, IDN Times - Rektor Universitas Negeri Jakarta (UNJ) dilaporkan mencopot akademisi dan aktivis Ubedilah Badrun dari jabatannya sebagai Koordinator Program Studi Sosiologi di kampus tempat ia sehari-hari mengajar. Pencopotan yang dilakukan secara mendadak itu tanpa ada pemberitahuan resmi kepada Ubedilah.
Ketika IDN Times mengonfirmasikan hal ini, Ubedilah membenarkan. Ia mengaku baru mengetahui pencopotannya dari jabatan Koordinator Program Studi Sosiologi, usai Rektor UNJ melantik Pelaksana Tugas (Plt) Koordinator Prodi Sosiologi yang baru pada 24 Januari 2025.
Pengangkatan Plt Koordinator Prodi Sosiologi kemudian diumumkan di akun media sosial UNJ. Padahal, kata Ubedilah, tidak ada pemberitahuan atau Surat Keputusan (SK) pencopotan jabatannya dari rektorat UNJ.
"Intinya itu otoritas rektor setelah UNJ berubah status dari PTN BLU (Perguruan Tinggi Negeri Badan Layanan Umum) menjadi PTNBH (Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum). Jadi ini minim meaningful participation dalam pengambilan keputusan rektor," ujar Ubed melalui pesan pendek.
Pria yang akrab disapa Ubed itu mengatakan pemberhentian sebagai Koordinator Program Studi Sosiologi terjadi usai kinerjanya dinilai sangat baik dan di atas ekspektasi pada Desember 2024. Ubed dinilai memiliki kinerja cemerlang sebagai Koordinator Prodi dan dosen.
Pencopotan yang bersifat mendadak ini, kata dia, kemudian menimbulkan spekulasi di ruang publik, apakah hal tersebut lantaran Ubed pernah melaporkan mantan Presiden Joko "Jokowi" Widodo ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebab, berdasarkan kronologi versi Ubed, ia dicopot usai bersama sejumlah aktivis 1998 meminta komisi antirasuah memeriksa mantan presiden selama dua periode itu. Momennya, bersamaan usai Organization Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP) merilis Jokowi masuk daftar finalis pemimpin paling korup di dunia.
1. Ubed meminta pengangkatan kaprodi diatur lebih transparan

Lebih lanjut, Ubed mempertanyakan alasan ia diberhentikan dari posisi Kaprodi Sosiologi oleh rektorat UNJ. Apalagi, kata dia, jabatabn itu seharusnya ia emban pada 2023-2027.
"Kinerja sebagai Koorprodi dan dosen pada Desember 2024 dinilai oleh pimpinan fakultas. Hasilnya menjadi dokumen resmi evaluasi pegawai dengan hasil sangat baik dan di atas ekspektasi," kata Ubed.
Ia pun mendorong agar mekanisme pemberhentian dan pengangkatan di lingkungan UNJ diatur secara lebih jelas dan transparan. Menurutnya penjelasan rasional dan pemberhentian berbasis kinerja penting untuk menjadi pertimbangan keputusan.
"Memang sejak kampus menjadi PTNBH, sering kali rektor membuat peraturan yang cenderung minim partisipasi bermakna dari civitas akademika. Sebaiknya ini yang perlu dievaluasi dan diperbaiki agar kebijakan rektor tidak terjebak dalam like dan dislike," tutur Ubed.
Selain itu, menurut Ubed, dengan kebijakan yang tidak transparan justru berpotensi menimbulkan nepotisme dan jauh dari prinsip-prinsip good governance.
2. Pemberhentian semena-mena dapat diartikan upaya pembungkaman dosen

Ubed juga menyebut cara rektor yang menggunakan otoritas secara sepihak untuk mencopot dirinya dari jabatan kepala program studi, tak bisa menghilangkan persepsi ada upaya pembungkaman terhadap akademisi. Sementara, selain mengajar di kampus, Ubed juga bersikap kritis bila ada realita kebijakan pemerintah yang merugikan masyarakat.
"Cara rektor ini sangat sulit untuk bisa menghindari tafsir semacam upaya pembungkaman para dosen," katanya.
Padahal, menurut Ubed, sebagai akademisi, ia tetap punya tanggung jawab intelektual untuk bersikap kritis. Apalagi bila realita di luar kampus merugikan rakyat banyak, merusak demokrasi, melanggar HAM, dan koruptif.
3. Setara Institute nilai tak ada alasan yang kuat untuk mencopot Ubed

Sementara, Ketua Dewan Nasional Setara Institute, Hendardi, menilai pencopotan Ubedilah secara sepihak tidak lazim. Sebab, tidak ada alasan kuat dan bisa diterima Ubedilah harus dicopot dari jabatan sebagai kepala program studi sosiologi.
Sebaliknya, kata Hendardi, selama menjabat, Ubedilah menunjukkan kinerja baik dan membubuhkan sejumlah prestasi bagi program studi yang dipimpinnya. Ia pun mengkritik keras kebijakan rektor UNJ itu.
"Rektor UNJ bisa jadi tidak tahu bahwa Jokowi bukan lagi sebagai Presiden RI. Sehingga aktivisme Ubed yang kritis terhadap keluarga Jokowi perlu dibungkam," ujar Hendardi dalam keterangan tertulis, Senin.
Hendardi juga sepakat apa yang terjadi di UNJ merupakan contoh pembungkaman pasif terhadap akademisi dan aktivis. Langkah tersebut untuk melemahkan perlawanan, kritisisme, dan aktivisme yang dipraktikan.
"Hanya segelintir guru besar dan akademisi yang tetap gigih bersuara, meski dihadapkan pada tekanan dan pembungkaman pasif," katanya.
Pembungakaman pasif, kata Hendardi, dilakukan dengan cara menghambat laju karier dan umumnya dialamatkan kepada akademisi serta tokoh masyarakat.
"Misalnya untuk menjadi guru besar atau mencopot jabatan di dalam kampus," tutur dia.