DPR Desak Kapolri Evaluasi Penggunaan Senjata Api Personel Polri

Jakarta, IDN Times - Anggota Komisi III DPR RI M Nasir Djamil mendesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memperketat penggunaan senjata pribadi oleh anggota Korps Bhayangkara.
Hal ini disampaikan menyikapi adanya kasus polisi tembak polisi yang melibatkan Kabag Ops Dadang Iskandar, yang diduga sebagai pelaku penembakan terhadap Kasatreskrim Polres Solok Selatan AKP Ulil Anshar di Sumatra Barat pada Jumat, 22 November 2024 dini hari.
“Harus ada tes berkala untuk memastikan kesehatan fisik dan mental aparat yang diberi kewenangan membawa senjata api. Senjata tidak boleh digunakan sembarangan, apalagi untuk konflik pribadi,” kata dia, dalam keterangan resmi di Jakarta, Minggu (24/11/2024).
1. Kasus polisi tembak polisi di Sumbar sangat memalukan

Anggota Fraksi PKS itu pun menyerukan agar pelaku penembakan diproses secara hukum, sekaligus dijatuhi sanksi tegas. Ia menilai, hukuman mati terhadap pelaku dapat dipertimbangkan guna memberikan efek jera, sekaligus pelajaran kepada aparat yang menggunakan senjata api.
Penggunaan senjata api di kalangan kepolisian, kata Nasir, kerap menjadi sorotan lantaran kelakuan polisi yang menggunakan senjata api tidak sesuai dengan peruntukannya.
Padahal, prosedur penggunaan senjata api sudah diatur secara jelas berdasarkan Perkapolri Nomor 8 Tahun 2009, dalam Pasal 47 ayat 1 dan Perkapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.
“Ini sangat memalukan. Aparat harusnya menjaga keamanan, bukan menjadi dari masalah,” ujar Nasir.
2. Polda Sumbar periksa tujuh saksi

Kepolisian Daerah (Polda) Sumatra Barat terus melanjutkan proses hukum kasus penembakan Kasat Reskrim Polres Solok Selatan, AKP Ryanto Ulil Anshar. Sejauh ini, tujuh orang sudah diperiksa.
Meskipun telah memeriksa tujuh orang dalam kasus ini, Polda Sumbar menyatakan akan tetap melakukan pemeriksaan lanjutan terhadap pihak-pihak yang mengetahui kejadian tersebut.
"Termasuk Kapolres Solok Selatan, pelaku dan anggota yang ikut melakukan penangkapan kasus tambang ilegal," kata Kabid Humas Polda Sumbar, Kombes Pol Dwi Sulistyawan, Sabtu (23/11/2024).
3. Kasus diduga dipicu berebut cuan tambang galian c

AKP Dadang Iskandar terancam dipecat dari kepolisian. Polda Sumbar menduga Dadang telah melanggar banyak ketentuan dalam Peraturan Pemerintah dan kode etik Polri.
Berdasarkan hasil pemeriksaan yang telah dilakukan, Bid Propam Polda Sumbar menyatakan AKP Dadang melakukan pelanggaran Pasal 13 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2003, tentang pemberhentian anggota Polri Jo Pasal 5 ayat 1 huruf B Jo Pasal 8 ayat 1 huruf C angka 1 Jo Pasal 13 huruf F Peraturan Polisi Nomor 7 Tahun 2022, tentang kode etik profesi dan komisi kode etik Polri.
Dwi mengungkapkan, proses pemeriksaan terhadap AKP Dadang masih akan terus berlanjut.
"Sesuai dengan janji Pak Kapolda, pemeriksaan ini akan diselesaikan dalam waktu tujuh hari," katanya.
Diketahui, AKP Ryanto tewas di tangan rekannya sendiri, Kabag Ops Polres Solok Selatan, AKP Dadang Iskandar yang melepaskan dua tembakan ke arah pelipis dan pipi korban.
Peristiwa itu diduga berawal dari penindakan kasus tambang ilegal galian C yang dilakukan tim Satreskrim Polres Solok Selatan.
Karena rekanannya ditangkap tim Satreskrim Polres Solok Selatan, Dadang yang diduga menjadi beking tambang ilegal itu, meminta agar proses penyelidikan kasus tambang ilegal ini tidak dilanjutkan dan sopir yang ditangkap agar dibebaskan.
Lantaran permintaannya tidak diindahkan AKP Ryanto, AKP Dadang merasa kesal dan langsung melepaskan tembakan di parkiran Mapolres Solok Selatan.