DPR Dorong Impor BBM SPBU Swasta Dibuka: Pertamina Jangan Khawatir

- Pertamina tak perlu khawatir kalah saing
- Kebijakan impor satu pintu bertentangan dengan UU Migas
- Risiko monopoli akan semakin membesar
Jakarta, IDN Times - Anggota Komisi XII DPR RI, Eddy Soeparno, mendorong pemerintah membuka keran impor seluas-luasnya bagi perusahaan minyak dan gas asing, untuk kebutuhan penjualan di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) mereka.
Menurut Eddy, langkah ini penting dalam rangka menciptakan iklim usaha yang tetap kompetitif, terbuka, dan menarik bagi perusahaan asing.
"Tetap saja dibuka seluas-luasnya bagi pengelola SPBU asing, untuk bisa mengimpor kebutuhan yang dibutuhkan untuk penjualan SPBU," kata Eddy saat dihubungi, Jumat (19/8/2025).
1. Pertamina tak perlu khawatir kalah saing

Menurut Eddy, Pertamina tidak perlu khawatir akan tersaingi perusahaan asing. Sebab, jumlah SPBU asing di Indonesia tidak terlalu banyak, hanya sekitar 450-500 unit dibanding SPBU Pertamina yang mencapai 7.800 unit.
Di sisi lain, SPBU asing juga tidak menjual BBM bersubsidi, sehingga tidak akan menjadi pesaing Pertamina. SPBU asing hanya akan bersaing di antara mereka sendiri.
"Jadi tidak ada bersaing dengan Pertamina, tetapi memberikan opsi dan layanan yang berbeda kepada konsumen," kata Wakil Ketua MPR RI itu.
Oleh sebab itu, Eddy mendorong pemerintah tidak perlu melakukan pembatasan keran impor bagi perusahaan asing. Karena keberadaan mereka bisa menambah opsi bagi konsumen.
"Jadi dalam aspek, kita memberikan pilihan kepada konsumen. Jadi saya kira ke depannya tetap saja diberlakukan impor yang bebas oleh para pengelola SPBU asing tersebut," kata politikus PAN itu.
2. Kebijakan impor satu pintu bertentangan dengan UU Migas

Sementara, anggota Komisi VI DPR, Sartono Hutomo, menilai kebijakan impor BBM satu pintu lewat Pertamina bertentangan dengan semangat UU Migas sebagai landasan hukum, yang di dalamnya membuka ruang bagi swasta.
Kebijakan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) itu berpotensi merugikan iklim usaha, dan mengurangi transparansi. Belum lagi kecenderungan bahwa ini menyalahi aturan persaingan usaha.
“Harus dikaji lagi secara komprehensif dan mendalam. Perlu kehati-hatian dalam pengambilan kebijakan,” kata Sartono, dalam keterangan terpisah.
Akibat kebijakan ini, SPBU swasta kesulitan pasokan hingga terjadi kelangkaan BBM. Padahal seharusnya kebijakan justru memastikan pasokan lancar dan harga terjangkau. Belum lagi saat ini stigma di masyarakat bahwa kualitas BBM yang disediakan SPBU swasta lebih baik dibandingkan Pertamina.
“Ini merupakan tamparan keras kepada Pertamina dan seluruh BUMN tentunya. Masalah ini harus ditangani secara serius, Pertamax misalnya, harus benar-benar menjadi pintu pelayanan Pertamina kepada publik, memberikan pengalaman positif, kualitas terjamin, dan harga yang kompetitif,” kata dia.
3. Risiko monopoli akan semakin membesar

Di sisi lain, Sartono mengatakan, risiko monopoli makin besar bila impor BBM hanya lewat Pertamina. Dia mengatakan, pemerintah harus segera membuka ruang kompetisi yang sehat, agar rakyat tidak jadi korban kebijakan.
“Pertamina harus hati-hati, jangan sampai dengan persaingan usaha yang sedang kurang sehat ini jadi masalah baru untuk Pertamina nanti kedepan,” kata legislator Partai Demokrat itu.
Sebelumnya, Juru Bicara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dwi Anggia buka-bukaan alasan pemerintah menetapkan impor BBM satu pintu melalui PT Pertamina. Impor satu pintu melalui Pertamina hanya dilakukan dengan syarat stok BBM di dalam negeri betul-betul habis. Kebijakan ini hanya berlaku sampai akhir tahun.