DPR Sorot Pelanggaran Administrasi Pemilu di Bawaslu: Rugikan Parpol

Jakarta, IDN Times — Anggota Komisi II DPR RI Fraksi PDIP, Arif Wibowo, menyoroti potensi penyelesaian pelanggaran administrasi Pemilu 2024 di Bawaslu yang bisa merugikan partai politik.
Arif menilai, pelanggaran administrasi kerap terjadi, namun tak transparan bentuk penyelesaiannya oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Hal itu menurutnya bisa diatasi dengan penyusunan penyelesaian pelanggaran administrasi secara tepat.
1. Dorong aturan terpisah untuk pelanggaran admnistrasi

Arif menyebut, pada Pemilu 2019, dilaporkan 5.167 pelanggaran administratif. Namun pada laporan tersebut, tak tercantum berapa pelanggaran administratif yang telah diselesaikan.
Menurutnya, dalam usulan perubahan aturan pengawasan pemilu oleh Bawaslu, terminologi pelanggaran masih terlalu luas. Hal itu dikhawatirkan bisa berdampak pada tindak lanjut penyelesaian.
“Kesimpulannya begini, pisahkan saja pelanggaran adminsitrasi pemilu dan pelanggaran administrasi terstruktur, sistematis, dan masif, supaya tidak campur aduk. Kalau campur aduk dalam praktiknya bisa masalah,” kata dia di raker Komisi II, Kamis (1/9/2022).
2. Khawatir merugikan parpol

Dia juga khawatir, penyelesaian pelanggaran administrasi yang dilakukan oleh Bawaslu bisa mempersulit partai politik untuk mengikuti Pemilu 2024. Penyelesaian pelanggaran administratif juga didorong bisa diselesaikan dengan cepat.
“Yang harusnya pelanggaran administrasi pemilu biasa, jangan-jangan perlakuannya sebagaimana pelanggaran administrastif terstruktur sistematis dan massif. Siapa yg dirugikan? Tentu parpol akan kehilangan hak konstitusionalnya,” tuturnya.
3. Bawaslu revisi aturan pengawasan pemilu

Bawaslu sebelumnya merancang Peraturan Bawaslu (Perbawaslu) tentang pelanggaran administratif Pemilu.
Dalam usulan beleid teranyar, Bawaslu di setiap tingkat provinsi, kabupaten, dan kota bisa memeriksa dan memutus dugaan pelanggaran administrasi Pemilu.
Namun untuk pelanggaran administrasi terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) hanya bisa diperiksa dan diputuskan oleh Bawaslu pusat. Majelis pemeriksa terdiri dari Ketua dan Anggota Bawaslu, atau Majelis Pemeriksa yang dibentuk Bawaslu pusat.