Duduk Perkara Dirjen Anggaran Kemenkeu Jadi Tersangka Jiwasraya

Jakarta, IDN Times - Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan, Isa Rachmatarwata, sebagai tersangka baru dalam kasus korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi pada PT Asuransi Jiwasraya (Persero).
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejagung, Abdul Qohar, menjelaskan kasus ini bermula saat Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menyatakan PT Asuransi Jiwasraya (AJS) dihadapkan pada kondisi insolvent (kategori tidak sehat) pada pada Maret 2009.
“Di mana pada posisi 31 Desember 2008 terdapat kekurangan penghitungan dan pencadangan kewajiban perusahaan kepada pemegang polis sebesar Rp5,7 triliun,” ujar Qohar di Kejagung, Jumat (7/2/2025).
1. Kesehatan keuangan Jiwasraya minus 580 persen

Untuk mengejar keuntungan, Menteri BUMN mengusulkan upaya penyehatan kepada Menteri Keuangan dengan penambahan modal sebesar Rp6 triliun, dalam bentuk Zero Coupon Bond dan Kas.
Hal itu untuk mencapai tingkat solvabilitas (rasio keuangan yang mengukur kemampuan perusahaan untuk membayar kewajibannya) minimum (Risk Based Capital/RBC), atau metode penghitungan untuk mengetahui kesehatan keuangan perusahaan asuransi mampu memenuhi kewajibannya 120 persen.
“Namun usulan penyehatan tersebut tidak disetujui, karena tingkat RBC PT AJS sudah mencapai munus 580 persen atau bangkrut,” ujar Qohar.
2. Kewajiban Jiwasraya terhadap pemegang polis minus Rp5,7 triliun

Untuk mengatasi kondisi keuangan, pada awal 2009, Direksi Jiwasraya antara lain terpidana Hendrisman Rahim, terpidana Hary Prasetyo dan terpidana Syahmirwan melakukan pembahasan kondisi keuangan.
Salah satunya, membahas tentang rencana restrukturisasi Jiwasraya dengan tujuan untuk memenuhi restrukturisasi bisnis asuransi jiwa Jiwasraya.
“Sebagai akibat adanya kerugian pada tahun-tahun sebelum 2008 dari bisnis produk-produk asuransi, yakni adanya ketimpangan antara asset dan liability (kewajiban PT AJS terhadap pemegang polis) minus sebesar Rp5,7 triliun,” ujar Qohar.
3. Isa mengetahui kondisi Jiwasraya sedang merugi

Mereka kemudian membuat produk Saving Plan yang mengandung unsur investasi dengan bunga tinggi sembilan persen sampai 13 persen. Padahal, di atas suku bunga rata-rata Bank Indonesia saat itu 7,50 persen sampai 8,75 persen atas pengetahuan dan persetujuan dari tersangka Isa.
Untuk memasarkannya sebagai produk asuransi, harus mendapatkan persetujuan dari Bapepam-LK dan berdasarkan Pasal 6 KMK Nomor: 422/KMK.06/2023 tanggal 30 September 2003.
Hal itu tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi, yaitu pada pokoknya perusahaan perasuransian tidak boleh dalam keadaan insolvensi (kondisi ketika seseorang atau perusahaan tidak bisa membayar utang atau kewajiban keuangannya tepat waktu).
Setelah melalui beberapa pertemuan di Kantor Bapepam-LK, tersangka Isa membuat surat yang berisi Jiwasraya memasarkan produk Saving Plan.
“Padahal tersangka IR tahu kondisi PT AJS saat itu dalam keadaan insolvensi,” kata Qohar.
4. Saving Plan Jiwasraya Rp47,8 triliun ditempatkan di saham dan reksadana

Qohar menjelaskan, produk Saving Plan dengan struktur bunga dan benefit yang tinggi kepada pemegang polis sangat membebani keuangan perusahaan, karena tidak dapat diimbangi dengan hasil investasi.
Program Saving Plan Jiwasraya pada 2014 sampai 2017 memperoleh Rp47,8 triliun. Dana tersebut kemudian ditempatkan dalam bentuk investasi saham dan reksadana yang dalam pelaksanaannya investasi yang dilakukan tidak didasari prinsip Good Corporate Governance (GCG) dan Manajemen Risiko Investasi.
“Terdapat transaksi yang tidak wajar terhadap beberapa saham antara lain: IIKP, SMRU, TRAM, LCGP, MYRX, SMBR, BJBR, PPRO dan beberapa saham lainnya yang dilakukan baik secara langsung (direct) maupun melalui Manajer Investasi yang mengelola reksadana, sehingga transaksi tersebut mengakibatkan terjadinya penurunan nilai portofolio aset investasi saham dan reksadana sehingga PT AJS mengalami kerugian,” kata Qohar.
5. Tersangka Isa ditahan

Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksan Investigatif dalam rangka penghitungan kerugian negara pada 9 Maret 2020 dari Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI), negara dirugikan Rp16.807.283.375.000 (Rp16,8 triliun).
Akibat kasus ini, Isa dijerat Pasal Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
“Tersangka IR dilakukan penahanan di Rumah Tahanan Negara Salemba Cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari ke depan, berdasarkan Surat Perintah Penahanan Nomor: 11/F.2/Fd.2/02/2025 tanggal 7 Februari 2025,” lanjut Qohar.