DVI Polri: Foto Tersenyum Bisa Bantu Identifikasi Korban Lion Air

Jakarta, IDN Times - Tim DVI Polri hingga saat ini masih melakukan identifikasi korban jatuhnya pesawat Lion Air dengan nomor penerbangan JT 610. Sampai hari kelima, tim DVI baru berhasil mengidentifikasi korban, yaitu Jannatun Cintya Dewi.
Dari beberapa tim DVI yang terbagi, tim gigi juga tengah mencari data-data untuk melengkapi DNA korban, sehingga akan mudah diidentifikasi. Kepala Laboratorium Ordontology Mabes Polri Agustinus menjelaskan bahwa tim gigi dari DVI Polri kini tengah mencari data-data ante mortem.
Lantas, bagaimana proses identifikasi korban melalui ordontology?
1. Tim gigi akui banyak bekerja mencari data ante mortem

Agus menerangkan, untuk tim gigi, mereka pun melakukan proses membandingkan antara kondisi gigi korban saat masih hidup dengan kondisi saat sudah meninggal. Pada kasus Lion Air ini, Agus mengaku bahwa tim gigi lebih banyak bekerja untuk identifikasi korban melalui DNA ante mortem atau data yang didapat dari kerabat korban.
"Tim kami untuk saat ini, kasus Lion Air lebih banyak bekerja di ante mortem. Mencari data dari keluarga terdekat atau teman yang sangat paham tentang korban, khususnya kondisi giginya terutama dari dokter giginya," jelas Agus di RS Polri, Jakarta Timur, Jumat (2/11).
2. Banyak data post mortem dari korban yang tidak ditemukan tim gigi

Kenapa bisa ante mortem? Agus menjelaskan, dalam kasus Lion Air, bisa dikatakan hampir tidak ada temuan gigi di post mortem atau data fisik dari korban. Menurutnya, tim gigi hanya menemukan satu buah gigi, namun sayangnya gigi itu juga pecah atau mengalami kerusakan.
"Sehingga kami lebih banyak antisipasi di ante mortem dengan mencari data gigi sebanyak mungkin dari keluarga, ditelusuri dari dokter gigi yang pernah merawat, sehingga kami dapat catatan record yang lengkap sampai dengan rontgen-nya," ujar Agus.
Telah mengumpulkan data dari ante mortem, tambah Agus, manakala terdapat bagian tubuh yang menjadi tanggung jawab tim gigi, tim mereka sudah siap untuk berproses mengidentifikasi.
3. Tim gigi telah miliki 42 data ante mortem

Dan dari 212 data ante mortem yang masuk ke tim DVI, ungkap Agus, tim gigi telah memiliki dental record lengkap hingga rontgen datanya sebanyak 24. Dan yang tanpa rontgen dan baru berupa catatan saja sebanyak 18. Maka, tim gigi telah miliki 42 data ante mortem.
"Kami terus menggali mencari dokter gigi yang merawat sehingga kami bisa mendapatkan catatan itu," ungkap dia.
4. Riwayat dari dokter gigi akan diterjemahkan ke dalam simbol dan gambar

Diterangkan Agus, tim gigi kini akan mengandalkan catatan dari para dokter gigi korban. Sebab, dokter gigi mereka lah yang tahu bagaimana mencatat kondisi pasiennya sedemikian rupa. Nantinya, tim gigi masih harus menterjemahkan riwayat tersebut dalam bentuk simbol-simbol.
"Dan nanti ditransfer ke dalam berupa bentuk gambar dan akan memudahkan kita secara visual di dalam men-compare. Karena kalau masih dalam catatan dokter gigi yang bersangkutan, kita masih kesulitan. Jadi kita membuat proses compare menjadi mudah dengan simbol-simbol dan gambar," terang Agus.
5. Foto senyum bisa bantu identifikasi korban

Lalu, bagaimana jika korban tak memiliki riwayat dari dokter gigi? Apabila korban tidak memiliki riwayat dari dokter gigi, Agus mengatakan bahwa foto korban saat tersenyum akan bisa membantu identifikasi.
"Ketika tidak ada catatannya, yang bisa membantu kami at least foto kelima yang bersangkutan dalam kondisi tersenyum. Sehingga ada gambaran sedikit tentang kondisi giginya," kata Agus.
Meski begitu, tambah dia, akurasinya memang tidak seakurat catatan dokter gigi.
"Tapi itu membantu ketika kami harus meng-compare misalnya dua obyek. Tapi kalau hanya dari foto kemudian kita harus melakukan identifikasi dari foto itu, kami tidak berani, kecuali ada alat identifikasi yang lain," sambungnya.