Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Eks Pimpinan KPK Nilai Lili Pintauli Harus Dipecat karena Langgar Etik

(Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar) ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra

Jakarta, IDN Times - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2011-2015, Bambang Widjojanto, mendesak agar Lili Pintauli Siregar dipecat dari posisinya sebagai komisioner komisi antirasuah. Sebab, Lili terbukti telah melanggar kode etik dan dijatuhi sanksi berat.

Sebelumnya, Dewan Pengawas KPK menyatakan Lili terbukti menyalahgunakan jabatan sebagai Wakil Ketua KPK dengan menghubungi pihak yang tengah berperkara yakni Wali Kota Tanjung Balai nonaktif M Syahrial. 

Bambang Widjojanto, atau akrab disapa BW, mengatakan opsi pengunduran diri sebenarnya tertulis di Peraturan Dewas Nomor 2 Tahun 2020. Di bagian kedua Pasal 10 ayat (4), ada dua sanksi yang bisa dipilih oleh lima anggota Dewas KPK. 

Pertama, pemotongan gaji selama 40 persen selama 12 bulan. Kedua, diminta mengajukan pengunduran diri sebagai dewan pengawas dan pimpinan. Namun, Dewas KPK ternyata sepakat menjatuhkan sanksi yang pertama. 

"Putusan itu belum menunjukkan sikap yang sungguh-sungguh dan menjalankan amanat yang diatur secara eksplisit pada UU KPK. Untuk itu, putusan Dewas harus ditindaklanjuti pimpinan KPK dan Dewas karena telah terbukti terjadi pelanggaran Pasal 36 oleh Lili Pintauli," kata BW dalam keterangan tertulisnya, Senin (30/8/2021). 

Di dalam UU KPK Nomor 30 Tahun 2002, Pasal 36 ayat (1) berbunyi:

"Pimpinan KPK dilarang mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka atau pihak lain yang ada hubungan perkara tidak pidana korupsi yang ditangani oleh KPK. Bila terbukti maka pimpinan tersebut terancam pidana bui lima tahun." 

Lalu, mengapa meski terbukti dijatuhi sanksi berat, Dewas tidak memberhentikan Lili? Apalagi Lili disebut mengaku tidak menyesali perbuatannya dengan menjalin komunikasi ke Syahrial.

1. Dewas tidak melanjutkan perkara Lili Pintauli ke ranah pidana

(Ketua Dewas KPK, Tumpak Hatorangan Panggabean) ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

Poin penting lainnya yakni Dewas KPK tidak akan melanjutkan pelanggaran kode etik yang telah dilakukan Lili ke ranah pidana. Padahal, hal tersebut bisa saja dilakukan.

Ketua Dewas KPK, Tumpak Hatorangan Panggabean, menilai hal tersebut sudah masuk ke ranah Deputi Bidang Penindakan. Dewas KPK, ujarnya, hanya menangani perkara etiknya saja. 

"Nah mengenai apakah akan ditindaklanjuti oleh Kedeputian Penindakan atau bagaimana, itu bukan kewenangan Dewas. Kami hanya sebatas (menangani pelanggaran) etik. Selanjutnya, silakan saja kepada yang berwenang lainnya," kata Tumpak ketika memberikan keterangan persnya, Senin (30/8/2021). 

Tumpak mengakui perbuatan Lili merupakan bagian dari awal tindakan korupsi. Sebab, bisa saja komunikasi dengan Syahrial mempengaruhi penyidikan perkara. 

"Akibatnya itu dapat kami katakan dapat menjadi awal dari suatu perbuatan koruptif," ujarnya lagi. 

Sementara, dalam sudut pandang BW, tidak ada satu pun yang bisa membenarkan perbuatan Lili. Menurut dia, Lili sudah terbukti melanggar UU Nomor 19 Tahun 2019, Pasal 32 ayat (1) poin c yang berbunyi, "pimpinan KPK dapat diberhentikan karena melakukan perbuatan tercela."

2. Dewas KPK didorong bangun sistem agar bisa jaga integritas pimpinan

(Ketua Dewas KPK, Tumpak Hatorangan Panggabean) www.twitter.com/@KPK_RI

BW mendorong agar Dewas KPK membangun sistem yang bisa menjaga integritas pimpinan. Tujuannya, agar kejadian serupa tidak berulang. 

Meski preseden serupa sudah terjadi lebih dulu terhadap Ketua KPK Komjen Firli Bahuri. Firli terbukti melanggar kode etik dengan menggunakan helikopter sewaan bersama anak dan istri untuk menuju ke Baturaja dari Palembang. Peristiwa itu terjadi pada Juni 2020.  Namun, Dewas KPK hanya menjatuhkan sanksi sedang berupa teguran tertulis II.

"Kalau dampaknya hanya di lingkungannya saja maka hukumannya ringan, tapi bila dampaknya itu ke institusi atau lembaga maka sanksinya sedang dan kalau dampaknya ke pemerintah atau negara maka tentu dijatuhi hukuman berat," ujar anggota Dewas KPK, Albertina Ho, seperti dikutip dari ANTARA

Firli dinyatakan melanggar kode etik sebagai pimpinan KPK. Tetapi, hal itu dianggap tidak menghambat tugas KPK. Firli pun bersedia untuk diperiksa. 

"Tapi, perbuatan terperiksa menggunakan helikopter sewaan untuk perjalanan pribadi menimbulkan pandangan negatif dari berbagai kalangan di media massa sehingga berpotensi menimbulkan turunnya kepercayaan atau distrust masyarakat terhadap terperiksa sebagai Ketua KPK dan setidaknya berpengaruh pula terhadap pimpinan KPK seluruhnya," tutur dia lagi. 

3. Lili Pintauli tetap terima tunjangan Rp107,9 juta meski gaji dipotong 40 persen

(Profil Wakil Ketua KPK terpilih Lili Pintauli Siregar) IDN Times/Arief Rahmat
(Profil Wakil Ketua KPK terpilih Lili Pintauli Siregar) IDN Times/Arief Rahmat

Sanksi pemotongan gaji dinilai tidak efektif dan membuat jera. Mengutip Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 2006 tentang Hak Keuangan, Kedudukan, Protokol, dan Perlindungan Keamanan Pimpinan KPK, diketahui gaji pokok Lili sebagai Wakil Ketua KPK hanya Rp4.620.000.

Artinya, dengan hukuman yang dijatuhkan Dewas KPK, Lili menerima gaji pokok Rp2.772.000 selama 12 bulan ke depan.

Namun, ia bakal masih menerima tunjangan besar yakni Rp107,9 juta. Berikut adalah rincian tunjangan yang diterima Lili setiap bulannya:

  • Tunjangan jabatan: Rp20.475.000
  • Tunjangan kehormatan: Rp2.134.000
  • Tunjangan perumahan: Rp34.900.000
  • Tunjangan transportasi: Rp27.330.000
  • Tunjangan asuransi kesehatan dan jiwa: Rp16.325.000
  • Tunjangan hari tua: Rp6.807.250
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Santi Dewi
EditorSanti Dewi
Follow Us