Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Ferdy Sambo Dinilai Bisa Lolos Vonis Hukuman Mati

Terdakwa kasus pembunuhan Brigadir J, Ferdy Sambo (tengah) jelang sidang perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (17/10/2022). (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)

Jakarta, IDN Times - Eks Kadiv Propam Polri, Ferdy Sambo divonis hukuman mati oleh majelis hakim dalam kasus pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J. Namun, banyak warganet menyoroti vonis mati tersebut. Sebab dalam UU KUHP Pasal 100, Ferdy Sambo dinilai berpeluang lolos dari vonis pidana mati. 

Juru Bicara Tim Sosialisasi RKUHP, Albert Aries, mengatakan, Ferdy Sambo masih bisa mengajukan hukum banding dan kasasi lantaran vonis pidana mati dalam KUHP tersebut belum final.

"Secara umum, bagi terpidana mati yang perkaranya sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht) sebelum awal Januari 2026 nanti (daya laku KUHP Nasional) tetapi masih belum dilaksanakan eksekusinya, maka berlakulah ketentuan Pasal 3 KUHP Nasional (lex favor reo)," kata Albert dalam keterangan tertulis, Selasa (14/2/2023).

1. Peraturan baru diberlakukan apabila terjadi perubahan perundang-undangan setelah perbuatan terjadi

Terdakwa kasus pembunuhan Brigadir J, Ferdy Sambo (tengah) jelang sidang perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (17/10/2022). (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)

Pasal 3 KUHP Nasional (lex favor reo) tersebut, kata Albert, menyatakan bahwa peraturan baru akan diberlakukan apabila terjadi perubahan peraturan perundang-undangan setelah perbuatan itu terjadi. Terkecuali peraturan yang lama dinilai menguntungkan bagi pelaku.

"Hal ini didasarkan pada paradigma pidana mati dalam KUHP nasional sebagai pidana yang bersifat khusus dan selalu diancamkan secara alternatif (Pasal 67 KUHP Nasional) untuk menjadi jalan tengah bagi kelompok yang pro (retentionis) dan kontra (abolitionis) terhadap pidana mati," ujarnya.

2. Ketentuan transisi akan berlaku

Terdakwa kasus pembunuhan Brigadir J, Ferdy Sambo (tengah) jelang sidang perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (17/10/2022). (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)

Dengan demikian, tambah Albert, bagi para terpidana mati yang belum dieksekusi saat KUHP Nasional diberlakukan, maka akan berlaku ketentuan transisi yang nanti akan diatur dalam Peraturan Pemerintah (Permen). 

Ketentuan tersebut untuk menghitung masa tunggu yang sudah dijalani dan juga assesment yang dipergunakan untuk menilai adanya perubahan sikap dan perbuatan terpuji dari terpidana mati tersebut.

"Sehingga dengan adanya ketentuan ini, jangan atau tidak boleh dimaknai bahwa dengan berlakunya KUHP Nasional akan membuat pelaksanaan pidana mati menjadi hapus ya, karena segala sesuatunya tetap akan dinilai secara objektif melalui assesment yang diatur dalam Peraturan Pemerintah," jelas dia.

3. Terpidana mati berpeluang mengajukan grasi ke Presiden

Terdakwa Ferdy Sambo (kedua kiri) memberi salam sebelum dimulainya sidang lanjutan kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nopriansyah Yosua Hutabarat di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Selasa (10/1/2023). (ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso)

Kemudian, Albert mengatakan, saat KUHP Nasional berlaku, nantinya dapat membuka peluang bagi terpidana mati untuk mengajukan grasi kepada Presiden.

"Jika permohonan grasi terpidana mati itu ditolak dan pelaksanaan eksekusinya belum juga dilaksanakan dalam waktu 10 tahun, maka dengan keputusan Presiden, pidana mati tersebut dapat menjadi seumur hidup (Pasal 101)," ucapnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Rivera Jesica
EditorRivera Jesica
Follow Us