GUSDURian: Demokrasi di Indonesia Menurun

- Beberapa daerah alami kenaikan pajak hingga 1000 persen
- Setelah warga Pati, masyarakat Bone juga menentang kenaikan pajak PBB P2
Jakarta, IDN Times - Direktur Jaringan GUSDURian, Alissa Wahid, mengatakan, terjadi penurunan demokrasi di Indonesia. Selain itu, kasus korupsi yang marak terjadi membuat negara mengalami kerugian besar jika dibandingkan dengan masa sebelumnya.
“Kebijakan pemerintah dibuat tanpa kajian yang cukup. Suara rakyat semakin ditekan sehingga muncul berbagai bentuk perlawanan, mulai dari kabur aja dulu atau Indonesia gelap,” kata Alissa, dilansir dari siaran pers GUSDURian, Senin (25/8/2025).
Diketahui, terjadi aksi demonstrasi yang dilakukan puluhan ribu warga Pati menuntut Bupati Sudewo mundur dari jabatannya, pada Rabu (13/8/2025). Hal tersebut akibat kebijakan dinaikannya Pajak Bumi Bangungan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) sebesar 250 persen.
1. Beberapa daerah alami kenaikan pajak hingga 1000 persen

Terdapat beberapa daerah yang mengalami kenaikan pajak, di antaranya Cirebon yang mengalami kenaikan sebesar 1000 persen, Jombang sebesar 400 persen, dan Semarang 400 persen.
Kebijakan kenaikan pajak tersebut dinilai merugikan masyarakat dan harus ada evaluasi yang dilakukan.
2. Setelah warga Pati, masyarakat Bone juga menentang kenaikan pajak PBB P2

Setelah aksi demonstrasi yang terjadi di Pati, masyarakat Bone, Sulawesi Selatan, juga melakukan aksi untuk menentang kebijakan menaikkan PBB-P2 sebesar 300 persen. Diketahui, puncak aksi tersebut terjadi pada Selasa (19/8/2025).
Alissa menyampaikan, perlu ada pelibatan masyarakat dalam kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. Selain itu, suara rakyat diperlukan dalam proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan kebijakan.
“Demokrasi hanya bisa tegak jika kedaulatan sipil tetap kuat. Kalau kekuasaan sipil berada di bawah kendali militer, suara rakyat tidak akan pernah menjadi yang utama,” kata dia.
3. Industri SDA dikuasai oleh kekuasaan

Alissa menyampaikan, dunia sedang mengalami krisis iklim. Menurut dia, keadaan Indonesia diperparah dengan industri ekstraktif yang masih beroperasi dengan pendekatan kekuasaan. Akibatnya, terjadi kerusakan alam dan membuat masyarakat adat semakin terpinggirkan.
“Hampir tidak ada, pertambangan yang benar-benar memulihkan lingkungan. Bahkan, karena penyelenggara, pemerintah itu masih abai terhadap aturan hukum, kewajiban reklamasi tidak dilakukan. Akibatnya, banyak masyarakat menjadi korban, jatuh ke lubang tambang, atau tanah tandus tanpa penghijauan kembali,” kata dia.