Heboh Video Anak Dipaksa Tarung Bebas, KPAI: Bisa Timbul Trauma

Jakarta, IDN Times - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) buka suara terkait video viral yang memperlihatkan dua bocah di Sukabumi, Jawa Barat yang dipaksa melakukan tarung bebas. Video tersebut membuat para orangtua khawatir apalagi itu terjadi karena paksaan orang dewasa di sekitarnya
Dalam tayangan video berdurasi 29 detik tersebut, dua bocah diadu dan diancam oleh pemuda agar berkelahi. Keduanya dipaksa baku hantam pakai tangan kosong.
"Anak- anak yang terpapar sikap kekerasan, seringkali mengalami trauma panjang, yang akhirnya memilih jalan kekerasan sebagai interaksi sosialnya. Berbagai alasan, alih-alih diterima di pertemanan atau pergaulan, menyebabkan anak melakukannya," ujar Kadivwasmonev Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Jasra Putra saat dihubungi IDN Times, Minggu (15/5/2022)
1. Anak meniru cara menyalurkan emosi orang dewasa

Meski dianggap hanya bermain biasa, menurut Jasra, situasi kekerasan sering terjadi spontan dalam dunia bermain anak, yang dapat berisiko buruk.
"Wajah kekerasan yang terjadi di video tersebut, menandakan anak meniru cara menyalurkan emosi orang dewasa atau teman sebaya di sekitarnya," ujarnya.
2. Penyaluran emosi ditempat yang salah

Jasra mengatakan apa yang terjadi dalam video tersebut menunjukkan orang dewasa yang menyalurkan emosi di tempat yang salah.
"Kegagalan menyalurkan emosi ini akhirnya dilampiaskan kepada bocah kecil, dengan memaksa tarung bebas. Meski hanya sebuah candaan, namun ini menjadi penyaluran emosi yang sangat membahayakan. Karena biasanya, setelah terjadi fatality, sering menjadi saling lempar tanggung jawab, penyesalan," ujarnya.
3. Lahir kekerasan baru sebagai cikal bakal

Jasra membeberkan dampak aksi tersebut akan lahir kekerasan baru, yang akhirnya menjadi cikal bakal saling balas yang tidak berujung di kehidupan bocah tersebut.
"Yang menjadi sesuatu risiko yang tidak pernah dipahami anak dan kekerasan yang meregenerasi antarmereka. Tentu sangat disayangkan," imbuhnya.
4. Anak menjadi pelaku dan korban kekerasan

Dia menerangkan, berdasarkan Data Komisi Perlindungan Anak Indonesia di sepanjang Januari sampai Desember 2021 mencatat, jumlah korban dan pelaku ada 2.632 anak laki laki ,dan 2.784 anak perempuan. Kemudian, ada 139 anak laki laki dan 56 anak perempuan yang menjadi pelaku kekerasan.
"Begitupun dalam evaluasi Kota Layak Anak bersama KPPPA, yang seringkali menjadi evaluasi pengawasan adalah Kluster IV di mana mengisi waktu luang menjadi problem utama anak anak," imbuhnya.