Imparsial: TNI Aktif Isi Jabatan Sipil Harus Pensiun Dini

- Peneliti senior Imparsial menentang penempatan prajurit aktif dalam jabatan sipil baik TNI maupun Polri.
- Penempatan militer aktif di jabatan sipil melanggar UU TNI, mengganggu birokrasi, dan melemahkan profesionalisme mereka.
- Anggota Komisi I DPR RI menilai penempatan prajurit di wilayah sipil harus dilakukan secara selektif dan didasari permintaan menteri.
Jakarta, IDN Times - Peneliti senior Imparsial, Al Araf keras mengkritisi penempatan prajurit aktif dalam jabatan sipil, baik TNI maupun Anggota Polri. Ia mengingatkan jangan menormalisasi militer dalam kehidupan sipil di negara demokrasi karena mengarah ke otoritarianisme.
Hal tersebut disampaikan Al Araf dalam RDP bersama Komisi I DPR RI membahas RUU TNI, di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (4/3/2025).
"Jangan lakukan normalisasi militer di dalam kehidupan sipil di negara demokrasi, karena kalau itu kita akan mengarah ke sekuiritisasi dan sekuiritisasi mengarah ke otoritarianisme," kata dia.
1. Militer aktif harus pensiun dini dulu

Al Araf menegaskan, bila militer aktif dibutuhkan dalam jabatan sipil maka mereka harus pensiun dini. Dia menegaskan, keberadaan militer aktif dan polisi aktif jelas mengganggu birokrasi dan marit sistem.
Selain melanggar UU TNI, penempatan prajurit aktif juga akan melemahkan profesionalisme mereka.
Karena itu, dia mengingatkan agar negara jangan kembali menarik dan menggoda militer ke dalam jabatan sipil karena akan merusak tata kelola kenegaraan di Indonesia.
"Jika dan kalau ingin masuk pensiun dini supaya tidak ada loyalitas ganda kalau masih aktif loyalitas mereka ke mana ke pak menteri apa ke panglima atau kapolrinya? Saya pastikan ke panglima dan kapolrinya bukan ke menterinya. Ini menimbulkan dualisme loyalitas," kata dia.
2. Tak relevan dikaitkan ke Dwifungsi ABRI

Sebelumnya, Anggota Komisi I DPR RI TB Hasanuddin menilai, penempatan prajurit di wilayah sipil tidak relevan lagi bila dikaitkan dengan dwifungsi ABRI.
"Dengan ditempatkannya para perwira di lembaga atau kementerian menurut hemat saya tidak relevan lagi kalau dihubungkan akan kembalinya kepada dwifungsi," kata dia.
Kendati demikian, menurut dia, prajurit TNI yang akan ditempatkan di wilayah sipil ini harus sesuai keahliannya. Misalnya, prajurit TNI lulusan dari Institut Pertanian Bogor (IPB) bisa ditempatkan di Kementerian Pertanian (Kementan) Republik Indonesia.
Di sisi lain, penempatan TNI untuk mengisi jabatan sipil ini juga harus didasari dengan permintaan menterinya.
"Saya sepakat misalnya dia memang sangat dibutuhkan dan sesuai permintaan menterinya, ketiga juga harus kapabel. Oh dia lulusan IPB tempatkan di Kementan," kata dia.
3. Penempatan TNI di wilayah sipil harus selektif

TB Hasanuddin juga menilai bahwa penempatan prajurit ke wilayah sipil itu harus dilakukan secara selektif.
Namun, kata dia, yang harus dipikirkan dari penempatan TNI ke wilayah sipil ini adalah keberadaan ASN, meskipun dalam UU ASN dimungkinkan bahwa jabatan tertentu dapat diisi oleh TNI.
"Justru menurut saya pribadi kasihan adalah kajian kepada pns-nya walaupun ASN ada bahwa dari ASN itu boleh saja sebuah jabatan diisi oleh militer ada dalam pasal berapa UU ASN tetapi haris selektif," kata dia.