Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Jusuf Kalla: DOB Papua Percepat Pelayanan Pemerintah ke Masyarakat

Jusuf Kalla saat memberikan pesan di Upacara Peringatan Detik-Detik Proklamasi Kemerdekaan RI pada Selasa (17/8/2021). (youtube.com/Sekretariat Presiden)

Jakarta, IDN Times - Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menyatakan pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) Papua merupakan cara mendekatkan pemerintah dengan rakyatnya.

Hal tersebut dikemukakan JK menjawab pertanyaan wartawan tentang pembentukan DOB di Vip Room Bandara Sentani Papua saat akan melantik pengurus Palang Merah Indonesia (PMI) Provinsi Papua, di Gedung Negara Rujab Gubernur, Rabu, (29/6/2022).

"Papua ini sangat luas sekali. Dengan infrastruktur yang sulit ini pemerintah harus lebih dekat dengan rakyatnya," kata JK.

Selain untuk mendekatkan dengan rakyat, DOB juga menjadi cara untuk mempercepat pelayanan kepada masyarakat.

“Jadi memang untuk mempercepat layanan ke masyarakat," tambah Ketua Umum PMI tersebut.

1. DOB Papua menimbulkan konflik sosial antara masyarakat pro dan kontra

Anggota Brimob Polda Papua membubarkan demonstran tolak Daerah Otonomi Baru (DOB) dan Otsus Papua Jilid III di Jalan Biak, Lingkaran Abepura, Kota Jayapura, Papua, Selasa (10/5/2022). (ANTARA/Ardiles Leloltery/aa).

Nemun demikian, Solidaritas Organisasi Sipil (SOS) untuk Papua berpendapat lain, menurut mereka dalam keterangan tertulisnya mengatakan DOB Papua telah berujung pada terpecahnya masyarakat Papua ke dalam dua kelompok, yakni kelompok yang menolak dan menerima DOB.

Hal ini rentan memicu konflik sosial dan karenanya harus dihentikan. Sesuai dengan dasar menimbang terbentuknya UU Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial adalah perseteruan dan/atau benturan antarkelompok masyarakat dapat menimbulkan konflik sosial yang mengakibatkan terganggunya stabilitas nasional dan terhambatnya pembangunan nasional.

“Sehingga sudah sepantasnya Pemerintah Pusat menghentikan Pembahasan Rencana Kebijakan DOB Papua yang merupakan dasar pro kontra masyarakat Papua karena dikhawatirkan akan menuai konflik sosial,” tulis SOS.

Mereka yang tergabung dalam SOS adalah Lembaga Bantuan Hukum Papua (LBH Papua), JERAT Papua, KPKC Sinode GKI di Tanah Papua, YALI Papua, PAHAM Papua, UKM Demokrasi HAM dan Lingkungan Uncen, AMAN Sorong, WALHI Papua, Teraju Foundation dan Yayasan Pusaka Bentala Rakyat.

2. SOS minta Presiden Jokowi dan DPR RI membatalkan DOB Papua

Presiden Joko Widodo memberikan keterangan pers di Istana Bogor, Jawa Barat, Senin (16/3/2020) (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)

SOS meminta Presiden Joko ‘Jokowi’ segera membatalkan kebijakan DOB Papua yang telah menimbulkan Pro Kontra dalam masyarakat Papua demi meredam konflik sosial sesuai perintah Pasal 6 huruf c, UU Nomor 7 Tahun 2012.

“Segera hentikan Tim Pansus Perumusan Kebijakan DOB Papua yang telah menimbulkan Pro Kontra dalam Masyarakat Papua demi meredam konflik social sesuai perintah Pasal 6 huruf c, UU Nomor 7 Tahun 2012,” ujarnya.

3. SOS juga minta Polri hingga Gubernur Papua dan Papua Barat taat kepada hukum

Kapolri Jendral Pol Listyo Sigit Prabowo. (dok. Humas Polri)
Kapolri Jendral Pol Listyo Sigit Prabowo. (dok. Humas Polri)

Selain itu, SOS juga mendesak Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia segera menegakan UU Nomor 7 Tahun 2012 dalam Pro Kontra Kebijakan DOB di Papua. Ia juga meminta Gubernur Provinsi Papua dan Papua Barat segera menjalankan perintah Pasal 6, UU Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial dalam Pro Kontra Kebijakan DOB di Papua.

“Tokoh Masyarakat Papua dilarang terlibat aktif dalam menciptakan pontensi Konflik Sosial dalam Pro Kontra Kebijakan DOB Papua,” tulis SOS.

Seperti diketahui, Komisi II dan pemerintah telah menyepakati tiga Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) Papua untuk dibawa ke tingkat pengambilan keputusan II atau rapat paripurna. Pengesahan tiga RUU DOB Papua disepakati bersama dalam rapat kerja bersama Komisi II DPR dan DPD, Selasa, (28/6/2022).

Adapun masing-masing RUU ini adalah RUU tentang Pembentukan Provinsi Papua Tengah, RUU tentang Pembentukan Provinsi Papua Selatan, dan RUU tentang Pembentukan Provinsi Papua Pegunungan.

Dalam rapat tersebut, hanya ada dua hal yang dipersoalkan. Yakni penentuan ibu kota Papua Tengah antara Nabire dan Timika. Dua daerah lainnya, Papua Pegunungan diproyeksikan beribu kota Wamena dan Papua Selatan dengan ibu kota Merauke. Masalah kedua adalah penentuan Kabupaten Pegunungan Bintang apakah masuk ke Provinsi Papua Pegunungan atau tetap di Provinsi Papua.

Dalam penandatanganan pengesahan RUU DOB Papua, pemerintah diwakili oleh Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) John Wempi Wetipo, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dan Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Irfan Fathurohman
EditorIrfan Fathurohman
Follow Us