Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Kasus Remaja di Sulteng Disebut Bukan Perkosaan, Ini Reaksi Komnas Perempuan

Ilustrasi pelecehan seksual. (IDN Times/Arief Rahmat)

Jakarta, IDN Times - Komnas Perempuan buka suara terkait pernyataan Kapolda Sulawesi Tengah Irjen Agus Nugroho atas kasus pemerkosaan terhadap anak berusia 15 di Parigi Moutong (Parimo), Sulawesi Tengah.

Agus mengtakan bahwa kasus ini adalah kasus persetubuhan anak di bawah umur dan tidak menggunakan diksi pemerkosaan. Komnas Perempuan mengatakan, anak belum mempunyai kemampuan memberikan persetujuan secara penuh untuk terlibat dalam aktivitas seksual. Maka masuk sebagai kategori kekerasan seksual.

"Komnas Perempuan mengingatkan kembali bahwa setiap aktivitas seksual terhadap anak adalah Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), karena anak dinilai belum mampu memberikan persetujuan secara penuh untuk terlibat dalam aktivitas seksual (non competent consensual). Sehingga kekerasan seksual terhadap anak tidak memerlukan unsur paksaan atau kekerasan," kata Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi kepada IDN Times, Jumat (2/6/2023).

1. Di UU TPKS diatur soal eksploitasi seksual

Ilustrasi ancaman kekerasan seksual yang mengancam pada anak-anak di Indonesia (lustrasi/IDN Times)

Ami sapaan karibnya mengatakan, di dalam lingkup TPKS ada beragam bentuk kekerasan seksual dari pelecehan, ekploitasi, perbudakan dan penyiksaan seksual.

Jika pemerkosaan merujuk pada pasal 285 KUHP mensyaratkan adanya kekerasan dan ancaman kekerasan secara fisik. Namun dalam TPKS terdapat tindak pidana eksploitasi seksual.

"Dimana tidak dibatasi pada harus adanya kekerasan, namun memanfaatkan kerentanan dan ketidakberdayaan seseorang, terutama anak," katanya.

2. 11 pelaku pemerkosaan dari berbagai profesi

Ilustrasi Anti-Kekerasan Seksual (IDN Times/Galih Persiana)

Dalam kasus ini ada 11 pelaku pemerkosaan gadis 15 tahun itu. Mereka merupakan pria dengan berbagai profesi strategis antara lain kepala desa, guru, hingga seorang anggota Brimob. Hal ini menurutnya menunjukkan adanya relasi kuasa atas korban.

"Terduga pelaku yang adalah orang dewasa berada dalam posisi- posisi strategis yang seharusnya memberikan pelindungan terhadap anak dan menjadi contoh baik di masyarakat, seperti guru, kades, anggota kepolisian menunjukkan relasi kuasa atas korban, di antaranya relasi orang dewasa terhadap, laki-laki terhadap perempuan," kata Ami.

3. Komnas Perempuan akan pantau kasus ini

Komisioner Komnas Perempuan, Siti Aminah Tardi

Komnas Perempuan meminta agar proses penegakan hukum yang tengah berlangsung di Polda Sulawesi Tengah dapat senantiasa memenuhi hak korban atas penanganan, perlindungan dan pemulihan. Hal itu juga perlu dikoordinasikan dengan para pemangku kepentingan, dengan prioritas pada pendampingan psikologis dan penanganan medis kesehatan reproduksi, karena butuh penanganan segera.

"Anak korban kekerasan seksual dalam hal ini berhak atas serangkaian hak yang dijamin baik dalam UU Perlindungan Anak maupun UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Seperti hak atas pelayanan kesehatan, hak atas pedampingan, hak untuk mendapatkan penguatan psikologis dan hak atas restitusi," katanya.

"Komnas Perempuan akan memantau dan berkoordinasi dengan semua pihak yang relevan terkait penanganan TPKS, di negara maupun masyarakat," ujar Ami.

4. Kapolda sebut kasus ini tidak gunakan istilah pemerkosaan

Ilustrasi (IDN Times/Mardya Shakti)

Sebelumnya, Agus Nugroho mengatakan kasus kekerasan seksual terhadap remaja putri berusia 15 tahun di Parimo bukanlah pemerkosaa dan mengatakan hal ini adanya persetubuhan anak di bawah umur.

Agus beralasan kasus kekerasan seksual terhadap korban terjadi karena tidak ada unsur kekerasan maupun ancaman.

"Kita tidak menggunakan istilah pemerkosaan, melainkan persetubuhan terhadap anak di bawah umur," katanya dalam konferensi pers.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Dwifantya Aquina
EditorDwifantya Aquina
Follow Us