Kejagung Periksa Dirut PT Ting Tai Terkait Korupsi Krakatau Steel

Jakarta, IDN Times - Tim Jaksa Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung memeriksa satu orang saksi yang terkait dengan perkara dugaan tindak pidana korupsi pada proyek pembangunan pabrik Blast Furnace oleh PT Krakatau Steel pada tahun 2011.
Kepala Pusat Penerangan Hukum, Ketut Sumedana mengatakan, saksi yang diperiksa yaitu BHA selaku Direktur Utama PT Ting Tai Konstruksi Indonesia.
“Diperiksa yang hubungannya dengan BFC Project adalah sejak tahun 2014,” ujar Sumedana lewat keterangan tertulisnya, Jumat (8/7/2022).
1. PT Ting Tai menandatangani empat kontrak senilai Rp35 miliar

PT Ting Tai Konstruksi Indonesia menjadi subkontraktor (vendor) PT KE dengan menandatangani empat kontrak pekerjaan konstruksi dengan jumlah nilai Rp35.374.600.000, di mana dalam seluruh pelaksanaan pekerjaan, subkontraktor tersebut tidak pernah mendapat persetujuan dari PT KS selaku pemilik pekerjaan.
“Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi pada proyek pembangunan pabrik Blast Furnace oleh PT Krakatau Steel pada tahun 2011,” kata Sumedana.
2. Kejagung kantongi calon tersangka

Kejagung masih terus mengusut kasus dugaan tindak pidana korupsi pada proyek pembangunan Pabrik Blast Furnace oleh PT Krakatau Steel tahun 2011. Sejauh ini, penyidik memastikan sudah mengantongi calon tersangka dalam perkara tersebut.
Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung, Supardi menyampaikan, pihaknya masih dalam proses menuntaskan pemeriksaan saksi dan ahli.
3. Nilai kontrak mencapai Rp6,92 triliun

Jaksa Agung ST Burhanuddin menyampaikan, awalnya proyek pembangunan pabrik Blast Furnace (BFC) tersebut dilaksanakan oleh Konsorsium MCC CERI (asal China) dan PT Krakatau Engineering sesuai hasil lelang tanggal 31 Maret 2011 dengan nilai kontrak setelah mengalami perubahan adalah Rp6,92 triliun.
Kontrak tersebut telah dibayarkan ke pihak pemenang lelang senilai Rp5,3 triliun, namun pekerjaan dihentikan pada 19 Desember 2019. Padahal, pekerjaan belum 100 persen dan setelah dilakukan uji coba operasi biaya produksi lebih besar dari harga baja di pasar.
Selain itu, pekerjaan sampai saat ini belum diserahterimakan dengan kondisi tidak dapat beroperasi lagi. PT Krakatau Steel membangun Pabrik Blast Furnace (BFC) dengan menggunakan bahan bakar batubara agar biaya produksi lebih murah.
Selain itu, pembangunan proyek tersebut menggunakan bahan bakar gas sehingga memerlukan biaya yang lebih mahal. Menurut Supardi, pabrik peleburan tersebut tidak bisa dioperasikan, karena akan mengeluarkan biaya tinggi.