Kemenko PMK: Pembelajaran Jarak Jauh Berdampak Negatif pada Anak

Jakarta, IDN Times - Deputi Koordinasi Bidang Pendidikan dan Agama, Kementerian Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Agus Sartono, mengatakan bahwa kebijakan dibukanya kembali belajar tatap muka karena beberapa pertimbangan. Salah satunya karena pembelajaran jarak jauh ternyata membawa dampak negatif pada pendidikan.
Menurut Agus, sistem pembelajaran jarak jauh ternyata membuat angka putus sekolah berpotensi tinggi. Sebab, anak-anak harus membantu orang tua mereka bekerja.
"Sistem pembelajaran yang tidak dilakukan tatap muka secara langsung di sekolah memiliki dampak negatif terhadap anak. Kita berpotensi menghadapi tingginya angka putus sekolah karena banyak peserta didik yang terpaksa harus bekerja membantu orang tua dan keluarga pada masa pandemik ini," kata Agus seperti yang disiarkan langsung di channel YouTube Kemendikbud RI, Jumat (20/11/2020).
1. Sebanyak 42,5 persen siswa memberikan respons positif pembelajaran jarak jauh

Agus menjelaskan bahwa pemerintah terus melakukan pemantauan sistem pembelajaran selama pandemik. Agus menyebutkan, hasil survei yang dilakukan pada Oktober 2020 terhadap 532 ribu satuan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar hingga menengah, ternyata hanya 226 ribu atau 42,5 persen yang memberikan respons positif.
"Dari hasil tersebut, tercatat baru sekitar 13 persen yang sudah kembali melaksanakan pembelajaran tatap muka," ucapnya.
2. Pembelajaran jarak jauh mengakibatkan banyak anak menjadi korban kekerasan

Menurut Agus, perbedaan akses dan kualitas pembelajaran jarak jauh berakibat pada kesenjangan capaian belajar, terutama bagi anak-anak dari sosial ekonomi yang berbeda. Selain itu, minimnya interaksi guru dan siswa, serta adanya tekanan akibat pembelajaran jarak jauh juga menyebabkan siswa stres.
"Dengan tinggal di rumah, tercatat banyak anak terjebak kasus kekerasan di rumah tanpa terdeteksi oleh guru. Berbagai masalah yang terjadi di lapangan tersebut perlu diatasi bersama," jelas Agus.
3. Pemerintah daerah harus menyiapkan protokol kesehatan yang ketat

Penyelesaian masalah-masalah tersebut, kata Agus, bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat saja, melainkan juga pemerintah daerah. Dia menuturkan, dengan adanya keputusan pembukaan sekolah tatap muka kembali, maka pemerintah daerah dan dinas kesehatan di daerah, serta Satgas COVID-19 daerah harus siap dengan protokol kesehatan yang ketat.
"Dinas pendidikan dan Satgas penanganan COVID-19 daerah harus bisa mendorong pembukaan sekolah untuk pembelajaran tatap muka dengan tetap memperhatikan disiplin protokol kesehatan," ucapnya.
4. Mendikbud Nadiem: Januari 2021 sekolah sudah boleh tatap muka

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim mengatakan mulai Januari 2021 mendatang sekolah sudah diizinkan melakukan pembelajaran tatap muka bergantung dari izin kepala daerah masing-masing.
"Memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah, Kanwil kantor Kemenag, untuk menentukan pemberian izin pembelajaran tatap muka sekolah-sekolah di bawah kewenangan," ujar Mendikbud dalam penyampaian hasil penyesuaian Surat Keputusan Bersama Empat Menteri yang dilakukan secara daring pada Jumat (20/11/2020).
"Kebijakan ini berlaku mulai semester genap Tahun Ajaran 2020/2021," lanjutnya.
Nadiem menyebutkan ada tiga pihak yang akan menjadi penentu keputusan untuk melaksanakan pembelajaran tatap muka di sekolah mulai Januari 2021 mendatang.
Ketiga pihak tersebut adalah Pemerintah Daerah atau Kanwil Kemenag di tiap daerah, kepala sekolah, dan juga orang tua melalui perwakilan di komite sekolah.
"Jadi kalau tiga pihak ini tidak mengizinkan sekolah itu buka, sekolah itu tidak diperkenankan untuk dibuka," ujar Nadiem. "Tapi kalau tiga pihak ini telah setuju, berarti sekolah itu mulai boleh melaksanakan tatap muka," kata dia.
Meski demikian, Mas Menteri, panggilan akrab Nadiem, menegaskan pembelajaran tatap muka akan diizinkan per Januari 2021 namun tidak menjadi kewajiban bagi tiap sekolah dan daerah.
"Pembelajaran tatap muka ini diperbolehkan tidak diwajibkan. Diperbolehkan," ujar Mas Menteri.
"Dan keputusan itu ada di Pemda. Kepala Sekolah dan orang tua yaitu komite sekolah," kata dia lagi.
Nadiem juga menegaskan, orang tua masih tetap punya hak untuk memperkenankan pun menolak anaknya ikut menghadiri pembelajaran tatap muka di Januari 2021 mendatang
Berbeda dengan Surat Keputusan Bersama (SKB) empat menteri sebelumnya, kali ini ada penyesuaian dalam SKB empat menteri. Perbedaan mendasarnya adalah perihal zonasi.
"Perbedaan besar ini dari SKB sebelumnya adalah peta zonasi risiko dari Satgas Covid tidak lagi menentukan pemberian izin pembelajaran tatap muka," ujar Nadiem.
"Tapi Pemda yang akan menentukan. Sehingga mereka bisa memilah daerah-daerah dengan cara yang lebih granular, lebih mendetail," tutup dia.