Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Kendala Partisipasi Politik Pemilih Perempuan Jelang Pilkada 2024

Ilustrasi Pilkada 2024. (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wasesa)
Intinya sih...
  • Tantangan perempuan pemilih jelang Pilkada 2024, minim narasi tentang kebutuhan dan peran perempuan dalam visi, misi, dan program.
  • Perempuan pemilih menghadapi beban ganda dan risiko tereksklusi jika informasi kepemiluan tidak aksesibel.

Jakarta, IDN Times - Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, menjelaskan sejumlah tantangan perempuan pemilih jelang Pilkada 2024. Salah satunya adalah belum banyak narasi tentang kebutuhan atau peran perempuan dalam visi, misi, dan program Pilkada 2024.

"Narasi perempuan dan anak itu minim sekali. Nanti saya bisa kasih lihat di data sebelumnya. Riset Perludem, di Pilkada 2015, 2017, 2018, 2020, para calon itu dalam membuat visi, misi, program kurang dari 18 persen yang mengangkat isu perempuan dan anak," kata dia di acara Media Talk di Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Jakarta Pusat, Senin (9/9/2024).

1. Beban ganda buat perempuan tereksklusi pada infromasi kepemiluan

Anggota dewan pembina Perludem, Titi Anggraeni. (IDN Times/Aldila Muharma)

Kemudian, kata dia, perempuan pemilih menghadapi multiple burden atau beban ganda. 

Menurut dia, perempuan bisa semakin tereksklusi atau terabaikan ketika informasi dan pendidikan kepemiluan (voter information and education) tidak tersampaikan secara aksesibel dan komprehensif.

2. Jadi sasaran praktik jual-beli suara

Anggota Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini dalam agenda media talk KemenPPPA, Senin (9/9/2024) (IDN Times/Lia Hutasoit)

Titi mengatakan, perempuan merupakan pemilih yang loyal. Oleh karena itu, perempuan menjadi sasaran lebih besar dalam praktik gelap jual-beli suara.

"Karena dia lebih loyal untuk datang ke TPS dan cenderung lebih amanah. Jadi kalau disuruh pilih A, ya, itu pilih A. Makanya kemudian dia lebih rentan menjadi sasaran jual-beli suara," kata dia.

3. Pemaksaan pilihan pada perempuan

ilustrasi pemilihan kepala daerah (IDN Times/Aditya Pratama)

Kemudian yang terakhir adalah relasi patriarkis. Hal ini, kata Titi, mengakibatkan pemaksaan pilihan kepada perempuan atau anak perempuan itu lebih rentan.

"Perempuan atau anak perempuan itu lebih rentan dieksploitasi karena relasi kuasa atau hubungan yang sifatnya patriarkal," katanya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Lia Hutasoit
EditorLia Hutasoit
Follow Us