Kak Seto Dorong Partisipasi Anak saat Godok Regulasi Ruang Digital

Jakarta, IDN Times - Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI), Seto Mulyadi atau Kak Seto mengungkapkan, pembentukan Penguatan Regulasi Perlindungan Anak di Ruang Digital harus melibatkan anak-anak. Dia mengatakan anak punya hak berpartisipasi dan memberikan pendapat pada aturan yang akan mengampu mereka.
"Perlu juga mendengar suara anak. Karena kita tahu hak dasar anak selain hak hidup adalah hak tumbuh kembang. Jadi jangan sampai mematikan sumber informasi anak dari dunia digital ini, dengan misalnya melarang usia demikian tidak boleh. Karena itu juga anak butuh stimulasi untuk tumbuh dan berkembang," kata dia di Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi), Jakarta Pusat, Kamis (7/2/2025).
1. Hak anak dapat perlindungan juga termasuk

Meski diakui banyak kasus kekerasan pada anak terjadi di ruang digital, Seto mengungkapkan, banyak juga manfaat yang berkembang bagi anak di ruang digital.
Maka itu, kata Seto, anak-anak juga perlu mendapatkan hak perlindungan.
2. Anak juga ingin sampaikan suara soal regulasi ini

Hak didengar suaranya atau hak berpartisipasi, kata Seto, ikut menentukan usia berapa yang tepat untuk anak, karena mereka memang beragam.
Dia mengatakan LPAI bahkan menggelar Kongres Anak Indonesia yang ke-16 di Pekanbaru, diikuti anak-anak dari sekitar 32 provinsi secara daring maupun luring.
"Nah, intinya adalah itu. Anak juga ingin menyampaikan pendapatnya mengenai masalah perlindungan anak di dunia digital ini," kata Seto.
3. Menkomdigi Meutya kumpulkan sejumlah ahli hingga akademisi

Menteri Komunikasi dan Digital (Komdigi) Meutya Hafid mengumpulkan ahli hingga akademisi dari berbagai perguruan tinggi di kantornya hari ini. Dalam pertemuan ini mereka membahas penguatan regulasi perlindungan anak di ruang digital. Rencananya anak-anak akan dibatasi mengakses media sosial.
Meutya mengatakan ini menjadi langkah awal dalam membangun komitmen bersama untuk merumuskan kajian perlindungan anak di ruang digital. Sebab, menurut dia, ruang digital seringkali dianggap sebagai ruang yang aman, namun faktanya seringkali terjadi kejadian tidak menyenangkan.
"Kita mencatat bahwa 24 persen anak pernah bertemu dengan seseorang yang pertama kali mereka kenal melalui internet, 2 persen di antaranya telah menjadi korban atau pemerasan untuk melakukan aktivitas seksual. Angka menunjukkan bahwa dunia digital saat ini bukanlah tempat yang sepenuhnya aman tanpa pengawasan yang tepat," kata Meutya, Kamis (6/2/2025).