Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Komnas Perempuan: Kebijakan Diskriminatif Kerap Lahir dari Ideologi

Sidang lanjutan eks Bupati Sidoarjo, Ahmad Muhdlor Ali di PN Tipikor Surabaya. Dok. Istimewa.

Jakarta, IDN Times - Berbagai kebijakan diskriminatif perempuan masih terjadi di beberapa daerah. Komisioner Komnas Perempuan Tahun 2020-2024, ⁠Maria Ulfah Anshor, menjelaskan salah satu upaya paling krusial yang bisa mengubah peraturan daerah diskriminatif ini, adalah mengenali cara diskriminasi bekerja.

"Tanpa hal ini, peraturan daerah diganti, direvisi, atau dicabut, tetapi cara pandangnya belum tuntas, terutama terkait ideologi. Sering kali ideologi menjadi landasan yang melahirkan peraturan daerah diskriminatif," kata dia, dikutip Selasa (29/10/2024).

1. Dari ideologi ada aksi langsung yang batasi hak warga

Sidang di ruang Harifin Tumpa kembali berjalan seperti biasa, Senin (14/10/2024) / (IDN Times : Darsil Yahya Mustari)

Maria menjelaskan, dari ideologi lahir sebuah aksi yang secara langsung maupun tidak langsung, melakukan pembatasan atau pengabaian hak-hak warga negara.

"Lalu dari aksi tersebut ada itikad, baik yang memiliki niat atau tujuan aksi atau pun tidak. Akibatnya ada kebijakan diskriminatif,” kata dia.

2. Sepanjang 2009-2024 ada 56 persen kebijakan sasar perempuan

Ilustrasi Undang-Undang (IDN Times/Arief Rahmat)

Komnas Perempuan mencatat, terhadap kebijakan daerah sepanjang 2009-2024 dari 450 kebijakan diskriminatif, 56 persen di antaranya menyasar pada perempuan. Ada 292 kebijakan yang masih berlaku dan 158 kebijakan yang tidak berlaku. Berdasarkan dari alat analisis dan rekomendasi bersama 292 kebijakan yang masih berlaku.

Selain itu, sejak 2022, Kementerian PPPA bekerja sama dengan Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), serta Kementerian Hukum dan HAM melakukan analisis terhadap peraturan atau pun kebijakan yang dinilai diskriminatif, dan dilakukan penyusunan rekomendasi tindak lanjutnya.

3. Penggunaan analisis produk hukum dari sisi HAM

Ilustrasi hukum. (IDN Times/Mardya Shakti)

Sementara, Analis Kebijakan Ahli Muda Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, ⁠Roni Pratomo Yudistian, mengatakan pihaknya melakukan analisis produk hukum daerah dari sisi hak asasi manusia (HAM). Pihaknya menggunakan pisau analisis terhadap produk hukum daerah yang diduga diskriminatif yang tercantum dalam Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 16 Tahun 2024.

“Peraturan ini menjadi rambu-rambu bagi perancang peraturan perundangan, baik di pusat maupun daerah. Kami juga memperhatikan hak kelompok rentan, termasuk perempuan. Kami memperhatikan prinsip persamaan substantif dan nondiskriminasi," kata dia.

Pihaknya juga sudah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 53 Tahun 2021, tentang Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia Tahun 2021-2025 yang menitikberatkan pada empat kelompok sasaran, salah satunya perempuan. Namun, pemahaman antara pusat dan daerah mungkin berbeda, oleh karena itu langkah ke depan akan dilakukan bimbingan teknis untuk perancang dan analis hukum, agar penyusunan dan analisis draf produk hukum daerah lebih berperspektif HAM.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Lia Hutasoit
EditorLia Hutasoit
Follow Us