Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

KPAI: Banyak Anak Jadi PRT dan Alami Kasus Kekerasan dan Eksploitasi

Bekas sayatan pisau yang membekas di tangan Ika, seorang PRT asal Semarang (Dok. Istimewa)
Bekas sayatan pisau yang membekas di tangan Ika, seorang PRT asal Semarang (Dok. Istimewa)

Jakarta, IDN Times - Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Jasra Putra mengungkapkan, banyak anak-anak di Tanah Air yang dieksploitasi menjadi pekerja rumah tangga (PRT). Bahkan, tidak jarang di antara mereka mendapatkan tindakan kekerasan dari majikannya.

"Ternyata banyak juga anak-anak yang bekerja (sebagai PRT) dan data-datanya cukup banyak kita dapat kasus-kasusnya, dan sangat miris dan dramatis di berbagai pekerjaan yang dihadapinya," kata Jasra dalam konferensi pers yang berlangsung di Gedung Komnas Perempuan, Selasa (14/2/2023).

1. RUU PPRT berguna untuk lihat kasus kekerasan dan eksploitasi terhadap PRT perempuan dan anak

Korban kekerasan pada pembantu rumah tangga (PRT) dalam agenda Konferensi Pers: Catatan Akhir Tahun PRT, Surat untuk Presiden dan Ketua DPR, yang diselenggarakan Koalisi Masyarakat Sipil untuk RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, Senin (12/12/2022). (IDN Times/Lia Hutasoit)
Korban kekerasan pada pembantu rumah tangga (PRT) dalam agenda Konferensi Pers: Catatan Akhir Tahun PRT, Surat untuk Presiden dan Ketua DPR, yang diselenggarakan Koalisi Masyarakat Sipil untuk RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, Senin (12/12/2022). (IDN Times/Lia Hutasoit)

Jasra mengatakan, KPAI merilis setidaknya ada 2.637 kasus kekerasan dan eksploitasi terhadap perempuan dan anak yang terjadi sepanjang 2017-2022.

Sebanyak 45 persen di antara kasus tersebut diketahui terjadi pada pekerja rumah tangga. Karena itu, KPAI mendukung penuh percepatan pengesahan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT).

"Sebanyak 45 persen kekerasan dan eksploitasi itu berada di pekerja rumah tangga dan saya kira ini tantangan bagi RUU PPRT untuk melihat problem-problem ini, dan apalagi tadi Ketua Komnas HAM juga menyampaikan ini adalah terjadi di situasi primer atau di dalam rumah," ujarnya.

2. Ada beberapa faktor yang melatarbelakangi anak-anak menjadi PRT

Ketua Jala PRT Lita Anggraeni saat memberikan pendidikan bagi para PRT di Mijen. Dok SPRT Semarang
Ketua Jala PRT Lita Anggraeni saat memberikan pendidikan bagi para PRT di Mijen. Dok SPRT Semarang

Kemudian, Jasra menyebut, ada beberapa faktor yang melatarbelakangi anak-anak bekerja sebagai PRT. Beberapa di antaranya yakni karena anak-anak tersebut sudah terlepas dari tanggung jawab keluarga, kurang perhatian keluarga, bahkan kehilangan keluarga karena COVID-19.

"Kemensos (Kementerian Sosial) menyampaikan ada 36 ribu anak yang kehilangan orang tua, yang saya kira berpotensi menjadi PRT, kemudian keluarga bercerai juga, dan kemiskinan. Ada juga yang dari bekerja PRT bisa melanjutkan kuliah dan membantu keluarganya, dan sebagainya," ujarnya.

"Terakhir kalau kita lihat faktor pendorong dari PRT anak itu ada tiga faktor, yaitu soal kemiskinan, akses pendidikan, norma, dan sikap sosial," tambahnya.

3. Diharapkan ada pembatasan usia dalam UU PPRT

Tempo Nasinal.com
Tempo Nasinal.com

Karena itu, KPAI bersama Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) dan Komnas HAM berharap terdapat pembatasan usia dalam Undangan-Undang (UU) PPRT. KPAI menilai hal ini merupakan salah satu upaya negara dalam melindungi anak-anak.

"Oleh sebab itu, kita berharap UU PPRT ini tentu harus ada pembatasan usia 0-18 tahun, begitu juga dengan anak dalam kandungan. Walaupun di RUU ini hanya ada satu fraksi yang setuju dengan pembatasan ini. Saya kira ini tantangan kita ke depan, bagaimana negara juga melindungi anak-anak," tambahnya.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Rivera Jesica
EditorRivera Jesica
Follow Us