KPU Akan Sumbang Pengalaman di Lapangan saat Bahas Revisi UU Pemilu

- KPU berharap tidak ada perubahan saat tahapan pemilu berjalan
- Ketua KPU curhat sering kena "hajar" dampak Putusan MK
Jakarta, IDN Times - Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, August Mellaz, mengatakan, pihaknya akan menyumbangkan pengalaman di lapangan mengenai tahapan pemungutan suara untuk dibahas dalam Revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).
Hal tersebut disampaikan saat membahas mengenai Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135 Tahun 2024 yang memerintahkan agar pemilu tingkat nasional dan lokal/daerah dipisah.
"Respons kebijakan terhadap putusan ini menjadi domain pimpinan terkait, sementara KPU tetap fokus menjalankan tugas teknis penyelenggaraan pemilu dengan optimal. KPU akan menyumbangkan pengalaman di lapangan dalam pembahasan revisi UU sebagai bahan pertimbangan pembentuk regulasi, agar nantinya penyelenggaraan pemilu nasional dan daerah dapat berjalan optimal sesuai ketentuan UU yang berlaku,” kata August dalam keterangannya di situs resmi KPU, dikutip Senin (7/7/2025).
Menurut Mellaz, pelaksanaan pemilu serentak pada 2019 menjadi pengalaman penting sebagai sistem baru yang kini diterapkan kembali pada 2024 dengan sejumlah perbaikan, termasuk mitigasi risiko dan pengurangan kelelahan yang berdampak positif.
KPU terus melakukan evaluasi melalui catatan pengalaman tersebut untuk memastikan pelaksanaan tahapan pemilu berjalan sesuai jadwal tanpa gangguan, dan menyiapkan bahan evaluasi sebagai referensi untuk Revisi UU Pemilu.
1. KPU harap tidak ada perubahan saat tahapan pemilu berjalan

Mellaz mengatakan, terkait beban dan kelelahan yang menjadi catatan pada Pemilu 2019, KPU sudah melakukan berbagai mitigasi risiko agar kejadian serupa tidak terulang.
Seperti jumlah korban petugas ad hoc, pemungutan suara susulan karena logistik tidak sampai hari H dan persoalan DPT yang bisa dicegah sehingga tidak terjadi pada Pemilu 2024.
KPU berharap agar tidak ada perubahan putusan atau tahapan pemilu yang mengganggu proses penyelenggaraan undang-undang di tengah jalan.
“Kami akan menyumbangkan pengalaman lapangan dalam pembahasan revisi undang-undang sebagai bahan pertimbangan pembentuk regulasi agar nantinya penyelenggaraan pemilu nasional dan daerah dapat berjalan optimal sesuai ketentuan undang-undang yang berlaku. Biaya penyelenggaraan juga sudah distandarisasi, sementara biaya di luar itu menjadi diskresi pembentuk undang-undang dan partai politik,” kata dia.
2. Ketua KPU curhat kerap kena "hajar" dampak Putusan MK

Dalam keterangan terpisah, Ketua KPU RI, Mochammad Afifuddin, mengatakan, lembaganya kerap mendapat berbagai kritikan dari publik imbas Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang berdampak pada gelaran pemilu.
Di antaranya seperti Putusan MK Nomor 60/2024, Nomor 70/2024, Nomor 90/2023, hingga Nomor 135/2024.
"Saya akan mengomentari pada sisi KPU ya, Bapak Ibu sekalian putusan MK ini kalau kita bisa syukuri alhamdulillah-nya setelah pilkada, ya, kan, untuk membedakan Putusan 90, 60, 70 pilkada kemarin pencalonan semua di masa tahapan," kata Afifuddin dalam acara diskusi yang digelar Fraksi PKB DPR RI di kanal YouTube PKBTV, dikutip Senin (7/7/2025).
"Yang kena sampur ya KPU terus kok, iya kan, yang ketiban sampur KPU terus, yang kena hajar ya KPU terus, termasuk ketika PSU-PSU ini. Masalahnya apa juga kita kerjakan semua, paling rumit se-Indonesia sedunia yang 2019 dan 2024 saja dikerjakan kok," sambung dia.
Pria yang akrab dipanggil Afif itu pun mengaku sering menyampaikan pandangan kepada jajaran di KPU mengenai beratnya bekerja di lembaga penyelenggara pemilu.
"Jadi beban seberat apapun kalau doktrin saya ke teman-teman penyelenggara, kita nggak pernah minta kalian daftar, kalian daftar sekarang ngeluh-ngeluh jadi KPU. Saya gituin, seberat apapun itu sudah kita lakukan," ucap dia.
Afif secara khusus menyoroti Putusan MK 135/2024 yang memisahkan pemilu tingkat nasional dan lokal/daerah. Menurut dia, Putusan MK 135/2024 berbeda dengan putusan MK lainnya karena tidak meminta pandangan KPU.
"Kami ingin menyampaikan bahwa di antara perkara-perkara di Mahkamah Konstitusi yang banyak diuji, salah satunya ini (Putusan MK 135/2024). Nah ini di antara yang memang tidak meminta keterangan kami sebagai penyelenggara meskipun alasannya juga sama dengan kesimpulan banyak pihak," ujar dia.
3. Mendagri pastikan akan bahas secara khusus Putusan MK soal pemilu dipisah

Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Tito Karnavian memastikan akan membahas secara khusus Putusan MK Nomor 135/PUU-XXII/2024 yang memerintahkan agar pemilu nasional dan daerah/lokal dipisah.
Tito mengatakan, pihaknya masih akan melakukan kajian dengan sejumlah kementerian terkait yakni Kementerian Hukum; Kementerian Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan; dan Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan.
"Kita masih mengkaji. nanti akan kami rapatkan antar pemerintah dulu," ucap dia saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (2/7/2025).
Tito menjelaskan, pemerintah akan mengkaji Putusan MK 135/2024, apakah sudah sesuai dengan aturan yang ada. Termasuk menganalisis dampak positif dan negatifnya.
"Kita tentu membahas nanti tentang keputusan itu sendiri. Apakah sesuai dengan aturan-aturan yang ada, termasuk konstitusi dan analisis dampak positif-negatifnya. Dan apa kira-kira akan kita lakukan ke depan," kata dia.
Selain dengan antarinstansi pemerintah, Putusan MK ini juga akan dibahas dengan DPR sebagai pembentuk Undang-Undang (UU).
"Nanti juga akan, selain pemerintah, baru kita akan komunikasi dan koordinasi dengan DPR sebagai pembentuk undang-undang," kata Tito.
Saat ditanya bagaimana sikap Mendagri terhadap Putusan MK tersebut, Tito mengaku masih enggan menyampaikan. Menurut dia, perlu ada kajian lebih lanjut terkait hal ini.
"Saya belum menyampaikan posisi. Saya ingin memberikan waktu, kita beri waktu untuk kita kaji. Masih ada waktu untuk itu," ucap dia.