Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Lukman Hakim: Tata Tertib Baru DPR Tak Boleh Atur Lembaga Negara

Ilustrasi gedung parlemen. (IDN Times/Kevin Handoko)
Intinya sih...
  • Revisi tata tertib DPR memungkinkan evaluasi pejabat negara secara berkala oleh parlemen, termasuk pimpinan KPK, KPU, Bawaslu, MA, dan MK.
  • Lukman Hakim Saifuddin menyatakan revisi tersebut inkonstitusional karena lembaga negara seharusnya setara dan mandiri tanpa subordinasi.
  • Penyisipan pasal baru dalam Tatib DPR disahkan dalam rapat paripurna DPR dengan tujuan untuk penegasan fungsi pengawasan parlemen terhadap mitra kerjanya.

Jakarta, IDN Times - Pengurus organisasi Gerakan Nurani Bangsa (GNB), Lukman Hakim Saifuddin, angkat bicara soal kebijakan DPR yang merevisi tata tertibnya. Dampak dari perubahan tata tertib DPR yakni semua pejabat negara yang ditetapkan lewat rapat paripurna DPR bisa dievaluasi oleh parlemen.

Pejabat negara yang bisa dievaluasi DPR termasuk pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Mahkamah Agung, hingga Mahkamah Konstitusi (MK). 

Menurut Lukman, revisi tata tertib DPR bersifat inkonstitusional. "DPR, MA, MK dan KPK itu lembaga negara yang setara dan mandiri. Yang satu bukan lah subordinasi dari lembaga lainnya," ujar Lukman di dalam keterangan tertulis, Rabu (5/2/2025). 

Maka, hak dan kewenangan DPR untuk mengajukan usulan calon hakim MK, menyetujui calon hakim MA atau memilih komisioner komisi antirasuah konteksnya terbatas dalam hal pemilihan anggota lembaga negara semata. Sama sekali tidak ada kewenangan DPR untuk memberhentikan para pejabat lembaga negara yang dimaksud. 

"Mekanisme pemberhentian mereka diatur tersendiri di dalam undang-undang masing-masing lembaga negara," kata mantan Menteri Agama itu. 

1. DPR juga bisa memberhentikan Panglima TNI hingga dubes sewaktu-waktu

Mantan Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin. (IDN Times/Tata Firza)

Lebih lanjut, Lukman mengatakan, bila DPR memaksa untuk memberhentikan pejabat negara yang mekanisme pemilihannya melalui DPR, maka Panglima TNI, Kapolri dan para duta besar juga bisa diberhentikan oleh parlemen sewaktu-waktu. 

"Bila itu yang terjadi, maka penerapan sistem ketatanegaraan kita bisa menjadi kacau balau," kata Lukman. 

Ia menggarisbawahi tata tertib DPR seharusnya hanya mengatur dan mengikat ke dalam atau internal parlemen saja. Parlemen tak bisa membuat tata tertib yang mengatur dan mengikat negara lain di luar dirinya. 

2. Revisi tata tertib DPR dilakukan secara kilat

Gedung DPR/MPR (IDN Times/Amir Faisol)

Revisi tata tertib DPR itu dilakukan secara kilat. Usulan merevisi Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib (Tatib) datang dari Mahkamah Kehormatan DPR (MKD), pada Senin kemarin. MKD mengusulkan agar ada penambahan satu pasal dalam revisi Tatib DPR, yakni Pasal 228A.

Pasal itu berbunyi, dalam rangka meningkatkan fungsi pengawasan dan menjaga kehormatan DPR terhadap hasil pembahasan komisi, DPR dapat melakukan evaluasi secara berkala terhadap calon yang telah ditetapkan dalam rapat paripurna DPR. Hasil evaluasi itu bersifat mengikat, dan disampaikan oleh komisi yang melakukan evaluasi kepada pimpinan DPR untuk ditindaklanjuti sesuai dengan mekanisme yang berlaku.

Pada hari Senin juga, pimpinan DPR langsung menggelar rapat Badan Musyawarah (Bamus) untuk menentukan pembahasan revisi Tatib DPR di Badan Legislasi (Baleg) DPR. Di Baleg DPR, pembahasan revisi Tatib DPR itu tuntas hanya kurang dari 3 jam dan seluruh fraksi partai politik menyetujui perubahan Tatib DPR. 

Revisi tatib DPR itu kemudian disahkan dalam rapat paripurna DPR pada Selasa kemarin. 

3. Dasco akui tatib baru DPR bisa berhentikan pejabat negara sewaktu-waktu

Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad mengakui sempat tanya soal peristiwa RI-36 saat bertemu Raffi Ahmad. (IDN Times/Amir Faisol)

Sementara, Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, tujuan dari penyisipan satu pasal dalam Tatib DPR itu hanya penegasan dari fungsi pengawasan yang selama ini sudah dilakukan DPR terhadap mitra-mitra kerjanya.

Melalui perubahan Tatib DPR itu, parlemen juga ingin menegaskan kembali dalam keadaan tertentu, hasil uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) yang sudah dilakukan DPR bisa kemudian dievaluasi secara berkala, dengan dalih untuk kepentingan umum.

Dasco tak menutup kemungkinan para pejabat negara bisa saja diberhentikan sewaktu-waktu apabila dianggap tidak lagi mampu menjalankan tugasnya dengan baik. Atau bisa saja pejabat tersebut dalam kondisi sakit. Nantinya, DPR berwenang mengajukan rekomendasi untuk melakukan uji kelayakan dan kepatutan kembali kepada pejabat negara tersebut.

"Nah, ini kan, kemudian kami harus lakukan fit and proper test, apakah yang bersangkutan itu masih dapat menjalankan tugasnya dengan baik. Nah kalau tidak, kan kami harus kemudian lakukan mekanisme agar yang bersangkutan dapat digantikan oleh yang lebih layak dalam menjalankan tugas-tugas negara,” kata Dasco di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat. 

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Santi Dewi
Sunariyah
Santi Dewi
EditorSanti Dewi
Sunariyah
EditorSunariyah
Follow Us