Mahfud Cerita Megawati Didatangi 16 Tokoh Masyarakat, Bahas Apa?

Jakarta, IDN Times - Calon wakil presiden nomor urut tiga, Mahfud MD mengisahkan Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri didatangi oleh belasan tokoh masyarakat. Mereka meminta agar Presiden ke-5 RI itu memimpin suatu gerakan perbaikan demokrasi di Tanah Air. Pertemuan itu sendiri digelar secara tertutup pada 8 Maret 2024 lalu di Jakarta.
"Jadi, pada Jumat lalu, saya bertemu dengan 16 tokoh masyarakat bersama Bu Mega dan Pak Hasto (Sekjen PDIP). Forum itu tokoh-tokohnya ada beberapa profesor, tokoh-tokoh gerakan antikorupsi seperti Herliana. Ada juga penggagas gerakan perempuan. Pokoknya (total) ada 16," ujar Mahfud seperti dikutip dari video yang didistribusikan oleh tim media Mahfud dan dikutip pada Selasa (12/3/2024).
Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan itu meminta publik tidak menyalahartikan gerakan perbaikan demokrasi adalah gerakan kekerasan. Namun, di sisi lain, kata Mahfud, bila tidak diambil tindakan, maka demokrasi di Tanah Air semakin hancur.
"Nanti, akan persis seperti yang dikatakan oleh Sultan, besok orang kalau mau maju nyalon hanya yang punya uang dan dekat dengan kekuasaan. Itu saja cara-caranya. Pak Jusuf Kalla juga menyampaikan pidato di UI kan juga begitu," katanya.
Situasi yang sama, tutur Mahfud, turut dibaca juga oleh Mega. Itu sebabnya, Ketum PDIP itu didesak untuk bersuara.
1. Guru besar khawatir bila dibiarkan maka kondisi demokrasi di Tanah Air akan mati

Mahfud menyebut salah satu akademisi yang ikut hadir di dalam pertemuan itu adalah Guru Besar Antropologi Hukum dari Universitas Indonesia, Sulistyowati Irianto. Ia meminta Mega agar bersedia memimpin suatu gerakan untuk memperbaiki demokrasi.
"Bu Sulistyowati mengatakan sekarang harapan kami untuk menuntut gerakan memperbaiki dan mereparasi demokrasi. Diharapkan Bu Mega mau memimpin. Karena apa? Karena bila situasi ini dibiarkan maka ke depannya, sudah tidak ada lagi demokrasi," kata Mahfud menirukan kalimat Sulis.
Maka, situasi akan kembali sebelum era reformasi 1998. Rakyat hanya menjadi penonton di setiap pemilu.
"Rakyat tidak akan bisa menentukan (nasib negara) karena semua itu terjadi oleh penguasa melalui macam-macam. Ada politik gentong babi, politik pegang kerah leher dan sebagainya. Itu lah yang terjadi. Indonesia bisa rusak ke depan. Sehingga, mari kita harus perbaiki ini agar tidak terus berlanjut," tutur dia.
IDN Times mencoba mengonfirmasi pertemuan itu kepada Sulis. Namun, dia enggan berbicara lantaran pertemuan dengan Mega adalah sesi perjumpaan tertutup.
2. Mega disebut tidak ingin buru-buru menentukan sikap

Mahfud mengatakan Mega bukannya tidak ingin memimpin gerakan untuk memperbaiki demokrasi. Tetapi, ia tidak ingin terburu-buru dalam menentukan sikap.
Mega, kata Mahfud, masih melihat dinamika politik ke depan. Apalagi KPU belum menetapkan presiden dan wakil presiden terpilih.
"Saya katakan Bu Mega bukan tidak mau memimpin, bukan. Bu Mega itu mau tapi belum saatnya karena perkembangan politik itu masih dinamis. Masih banyak yang akan terjadi," katanya.
Megawati, lanjut Mahfud, juga mempersilakan proses hak angket dan gugatan hukum ke Mahkamah Konstitusi. Kedua proses ini, katanya, tidak perlu ada campur tangan dari ketua parpol. Peran utama dalam menjalankan teknisnya justru berada di anggota DPR.
"Jadi, Bu Mega itu menganggap untuk angket dan hukum itu langsung jalan aja lurus tegas gitu. Itu sebenarnya belum perlu turun tangan dari Bu Mega. Bu Mega masih menunggu situasi yang lebih konkret yang dilihat dari berbagai aspek. Jadi nanti Bu Mega menunggu saat yang tepat untuk peta perbaikan politik ke depan," tutur dia lagi.
3. Mahfud buktikan relasi dengan Ganjar tetap kompak

Di video itu, Mahfud turut menyentil publik yang menyebut relasinya dengan Ganjar renggang. Buktinya, ia dan Ganjar bertemu pada Senin kemarin di kediaman budayawan, Butet Kertaredjasa di Bantul, Yogyakarta.
"Hayo siapa yang bilang Pak Mahfud dan Pak Ganjar jarang ketemu?" ujar Mahfud.
Sebelumnya, ia dirumorkan jarang berkomunikasi dengan capres yang diusung oleh PDIP itu. Pernyataannya bahwa sudah tidak berkomunikasi dengan Ganjar selama empat hari dimaknai relasinya sudah tak lagi akrab usai pencoblosan.
"Ada viral di medsos bahwa saya tak kompak dan diisolasi dari Ganjar dan PDIP karena pada hari Rabu, tanggal 14 Februari, saya bilang sudah empat hari saya tidak bertemu atau berkomunikasi dengan Ganjar," ujar mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu pada 17 Februari 2024 lalu di Salemba, Jakarta Pusat.
"Padahal waktu itu ketika ditanya oleh wartawan, Rabu pagi itu, 'Kapan Pak terakhir ketemu Pak Ganjar?' Saya bilang, sudah empat hari saya tidak berkomunikasi, tidak kontak, karena apa? Karena setelah kampanye terakhir tanggal 10 Februari di Solo dan di Semarang, saya langsung umrah. Jadi, ya gak berkomunikasi dong. Bukan karena berpisah, tidak kompak, dan sebagainya," tutur dia lagi.