Mahfud MD: Surpres RUU Perampasan Aset Sudah Diserahkan ke DPR
Jakarta, IDN Times - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, mengatakan, Surat Presiden (Surpes) tentang Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset telah dikirimkan oleh Presiden Joko "Jokowi" Widodo ke DPR pada 4 Mei 2023.
Menurut Mahfud, ada dua surat yang dikeluarkan oleh Jokowi dengan nomor B399-M-D-HK-0000-05-2023 itu.
"Satu, surat presiden kepada DPR yang dilampiri dengan Rancangan UU Perampasan Aset. Kedua, surat tugas berisi pejabat-pejabat pemerintah yang ditugaskan membahas RUU Perampasan Aset bersama DPR," ungkap Mahfud di Jakarta, Minggu (7/5/2023).
Ia menjelaskan, ada empat menteri atau pejabat yang ditugaskan membahas RUU tersebut. Mereka adalah Menko Polhukam Mahfud MD, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, Kapolri, Jenderal (Pol) Listyo Sigit Prabowo, dan Jaksa Agung ST Burhanuddin.
"Itu berdasarkan surat tugas dari Presiden untuk membahas ini sungguh-sungguh dengan DPR," tutur dia.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu tak menampik bahwa RUU Perampasan Aset sudah melalui perjalanan panjang. Gagasan RUU itu sudah muncul sejak 2010. Jokowi lalu mengajukan surpres RUU Perampasan Aset pada 2016 tetapi ditarik lagi.
Ketika ia baru menjabat sebagai Menko Polhukam pada 2019, ia sudah mengirim surpres ke parlemen dan sempat masuk ke Prolegnas 2020.
"DPR ketika itu menghubungi saya, katanya, dua RUU yang kami ajukan, yakni RUU Perampasan Aset dan RUU Pembatasan Belanja Uang Tunai Kartal belum disetujui oleh DPR sehingga keluar lagi dari prolegnas, padahal (RUU) sudah kami masukan," katanya.
Apa tahapan selanjutnya usai surpres RUU Perampasan Aset diterima oleh DPR?
1. Pemerintah sempat berkompromi dengan DPR soal RUU Perampasan Aset dan Transaksi Uang Tunai

Mantan Menteri Pertahanan itu menjelaskan, pemerintah terus memperjuangkan agar RUU Perampasan Aset dan RUU Transaksi Uang Kartal bisa segera disahkan. Keduanya pun kemudian berkompromi.
"Komprominya apa? Komprominya direalisasikan dalam bentuk pembahasannya dibagi. RUU Perampasan Aset supaya diajukan sebagai inisiatif pemerintah. Sedangkan, RUU Pembatasan Belanja Uang Tunai itu diminta DPR yang akan mengajukan meskipun (draf) sudah kami siapkan," tutur dia.
Kompromi itu pun, kata dia, baru tercapai pada awal 2023. DPR saat ini menyetujui untuk kembali memasukannya ke dalam daftar prolegnas.
2. Koruptor tak gentar dibui tapi takut bila jatuh miskin

Di sisi lain, Mahfud mengatakan, RUU Perampasan Aset diharapkan bisa segera disahkan agar bisa mengoptimalkan upaya negara merampas aset-aset milik para terpidana kasus korupsi. Ia berharap surpres bisa langsung dibahas pada sidang pembukaan mendatang, yakni pada 16 Mei 2023.
"Sehingga hal ini bisa membuat para pelaku tindak pidana, terutama koruptor itu jera. Koruptor itu kan hanya takut jatuh miskin bukan takut dihukum. Kalau ada undang-undang ini, insyaallah hal itu terwujud," kata dia.
Mahfud mengaku tidak bisa memperkirakan berapa lama RUU itu bakal segera disahkan.
"Gak bisa diperkirakan (kapan disahkan). Kadang kala undang-undang (bisa dibahas dan disahkan) dua minggu, selesai. Kadang kala ada yang berbulan-bulan. Ada yang cukup dua tahun. Seperti Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) kan memakan waktu hingga puluhan tahun," tutur dia lagi.
Dalam pandangannya, RUU Perampasan Aset tidak akan membutuhkan waktu lama untuk dibahas. Ia memprediksi hanya butuh dua kali masa sidang.
3. Surpres RUU Perampasan Aset baru dibahas setelah masa reses DPR

Sementara, ketika dikonfirmasi kepada Sekretaris Jenderal DPR, Indra Iskandar, ia membenarkan surpres telah diterima oleh parlemen pada 4 Mei 2023. Dengan demikian, surpres bakal dibahas setelah pembukaan masa sidang DPR.
"Iya betul DPR sudah menerima surpres tersebut tanggal 4 Mei. Sekarang ini DPR masih dalam kegiatan reses dan pembukaan masa sidang pada tanggal 16 Mei," ungkap Indra pada hari ini.
Usai reses, kata dia, pembahasan RUU Perampasan Aset dimulai dari rapat pimpinan (rapim) sebelum dibawa ke rapat Badan Musyawarah (Bamus).
"Setelah itu surat-surat yang masuk harus melalui dibahas mekanisme rapim. Setelah rapim lalu dibawa ke rapat Bamus untuk penugasan kepada AKD (Alat Kelengkapan Dewan) yang ditugaskan dan dilaporkan terlebih dahulu dalam paripurna," tutur dia.