Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Masih Labil, Ini Alasan Kaum Millennial Jadi Sasaran Radikalisasi

Ilustrasi millennial (ANTARA FOTO/Septianda Perdana)

Jakarta, IDN Times - Kaum millennial menjadi sasaran utama radikalisasi karena mereka sangat sensitif terhadap nilai keagamaan. Selain labil, mereka juga masih punya masa depan yang panjang.

"Kaum milenial menjadi sasaran utama radikalisasi karena generasi muda itu punya masa depan yang panjang," kata Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Brigjen Pol R Ahmad Nurwakhid seperti dilansir ANTARA, Sabtu, 22 Mei 2021.

Nurwakhid mengingatkan hal ini dalam acara webinar nasional bertema "Membangun Spirit Pemuda Maluku di Tengah Fenomena Radikalisme" yang diselenggarakan AMGPM Daerah Kota Ambon Cabang Imanuel Karpan, yang dibuka Ketua Majelis Jemaat Pendeta Jonathan Siwalete, Sth.

1. Millennial masih fase menuju pematangan sehingga masih labil

IMR 2020 by IDN Times

Menurut Nurwakhid, kaum millennial diklasifikasi menjadi tiga yaitu umur 14-19 tahun, 20-40 tahun dan 40 tahun sampai 55 tahun. Di antara ketiganya, klasifikasi kedua paling berpotensi menjadi sasaran radikalisasi.

"Khusus untuk generasi millennial 20-40 tahun ini adalah generasi yang luar biasa dan potensial menjadi sasaran radikalisasi, sebab mereka sangat sensitif nilai keagamaannya. Kemudian, masih dalam fase pertumbuhan yang emosional, sehingga terkadang dia labil," kata dia.

Selain itu, Nurwakhid mengatakan, wawasan pengetahuan dan penghayatan mereka terhadap nilai-nilai hidup masih dalam fase pertumbuhan menuju pematangan, sehingga mereka rentan digiring dalam konteks memperjuangkan sistem pemerintahan yang berdasarkan agama atau khilafah atau Daulah Islamiyah.

2. Terorisme dan radikalisme mengatasnamakan agama

Ilustrasi Aksi Terorisme (IDN Times/Mardya Shakti)

Nurwakhid mengatakan radikalisme dan terorisme menjadi musuh negara, karena ideologi yang dibawa bertentangan dengan perjanjian yang sudah menjadi konsensus bersama bangsa Indonesia yakni Pancasila, UUD 1945, Bineka Tunggal Ika, serta NKRI.

Jika terus dibiarkan, kata dia, maka akan berkembang ke arah konflik sosial dan konflik bangsa, karena semua negeri-negeri konflik, terutama di dunia Islam, selalu didahului fenomena maraknya radikalisme dan terorisme yang mengatasnamakan agama, terlebih Islam di Timur Tengah dan beberapa negara Asia Tengah, atau di Afrika.

"Wilayah ini selalu didahului maraknya terorisme dan radikalisme mengatasnamakan agama dalam konteks Islam," ucap Nurwakhid.

Jika kelompok radikal sudah berkolaborasi dengan oposisi yang destruktif atau pun mengundang intervensi asing, kata dia, maka tidak menutup kemungkinan akan terjadilah konflik seperti di Afganistan, Somalia, Libya, Sudan, Irak, atau Yaman.

"Pengalaman konflik di Ambon, misalnya, merupakan bagian dari desain besar yang ingin menghancurkan NKRI dan mengadu-domba masyarakat dengan mengatasnamakan agama," kata dia.

Untuk itu, Nurwakhid mengingatkan, Pancasila yang merupakan ideologi pemersatu bangsa, serta gotong-royong, yang digali dari kearifan lokal budaya dan nilai-nilai agama, harus terus dipupuk dan dikuatkan.

Ia menegaskan, Densus 88 atau pun BNPT meyakini tidak ada konflik agama, tetapi yang ada adalah konflik kepentingan yang memanipulasi dan mengatasnamakan agama.

3. Radikalisme bisa menjadi bom waktu jika terus dibiarkan

Ilustrasi radikalisme (IDN Times/Mardya Shakti)

Pada kesempatan yang sama, mantan Komandan Negara Islam Indonesia (NII) Ken Setiawan menambahkan, radikalisme dan terorisme bisa menyasar semua lini masyarakat dan berkembang, hingga merajalela b‎ila dibiarkan, serta dianggap benar bila tidak ditindak aparat keamanan dan menjadi bom waktu.

Menurut dia, ketertarikan terhadap ideologi tersebut karena kondisi di masyarakat, Pancasila dianggap tidak menarik, belajar dengan guru yang salah, dan adanya provokasi media sosial.

"Diimbau kepada masyarakat pelajari agama pada ahlinya, kenali modusnya, tolak seperti narkoba, kritis terhadap fenomena di sekitar kita," kata Ken.

Webinar nasional sehari yang dimoderatori Dr Sherly Adam itu juga menampilkan pembicara lainnya seperti mantan Komandan NII Ken Setiawan, Pangdam XVI Pattimura, Kapolda Maluku, mantan Kepala Pusat Kajian Strategi TNI-AD Brigjen TNI (Purn) Junias M Tobing.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Rochmanudin Wijaya
EditorRochmanudin Wijaya
Follow Us