Masuk Hari ke-4, TNI AL Sudah Berhasil Cabut Pagar Laut 11,75 KM

- TNI AL berhasil mencabut pagar laut ilegal sepanjang 11,75 kilometer di wilayah perairan Tangerang.
- Operasi pembongkaran melibatkan lebih dari 750 personel gabungan dan menghadapi cuaca buruk serta arus air kuat.
- Menteri ATR/BPN Nusron Wahid membatalkan sekitar 50 SHGB di wilayah yang tertutup laut karena abrasi.
Jakarta, IDN Times - Prajurit TNI Angkatan Laut (AL) terus melanjutkan pembongkaran pagar laut ilegal di wilayah perairan Tangerang pada Jumat (24/1/2025). Memasuki hari ke-4, TNI AL sudah mencabut pagar laut sepanjang 11,75 kilometer. Pagar laut itu terbagi menjadi tiga titik.
"Total pagar laut ilegal yang berhasil dibongkar oleh TNI AL dan masyarakat nelayan yaitu sepanjang 11,75 kilometer yang terbagi menjadi tiga titik di lokasi," demikian isi keterangan tertulis TNI AL.
Operasi pembongkaran pagar laut pada hari ini turut melibatkan lebih dari 750 personel gabungan, mulai dari masyarakat nelayan, personel polisi air dan udara serta TNI AL. Mereka diterjunkan ke tiga lokasi pembongkaran yaitu Perairan Tanjung Pasir, Kronjo dan Mauk. Operasi pembongkaran mengerahkan tiga kapal TNI AL atau Patkamla, 8 sea rider, 14 perahu karet, dua RBB (rigid bouyancy boat), 1 RHIB, serta kapal-kapal dari Kementerian Kelautan dan Periklanan, Polairud dan masyarakat nelayan.
"Total pagar laut yang telah terbongkar hingga hari ini di wilayah Tanjung Pasir 9 kilometer, Kronjo 2 kilometer dan Mauk 750 meter," tutur TNI AL.
1. TNI AL terus lakukan pembongkaran untuk membuka akses bagi nelayan

Lebih lanjut, TNI AL mengatakan operasi pembongkaran pagar laut menghadapi sejumlah tantangan, di antaranya cuaca hujan dan arus air yang cukup kuat. "Kondisi pagar juga tersusun berlapis sehingga membutuhkan waktu lebih lama untuk membongkarnya," kata mereka.
TNI AL mengatakan akan terus membongkar semua pagar laut ilegal sebab selama ini sudah mengganggu akses bagi nelayan untuk mencari nafkah. "Pelaksanaan kegiatan pembongkaran pagar laut merupakan implementasi dari perintah Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL) yang menekankan kepada prajurit TNI AL untuk terus bersinergi dengan instansi maritim terkait guna mengatasi kesulitan masyarakat nelayan," tutur TNI AL di dalam keterangan tertulisnya.
2. Menteri ATR cabut 50 HGB area di atas permukaan laut

Sementara, di hari yang sama, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid meninjau lokasi yang tertera dalam Sertifikat Hak Guna Bangun (SHGB) di Desa Kohod, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang. Lokasi tersebut merupakan salah satu wilayah yang memiliki SHGB dengan mencakup wilayah di luar garis pantai atau laut.
"Hari ini kami bersama tim, melakukan proses pembatalan sertifikat baik itu SHM maupun HGB," ujar Nusron.
Meski telah mengecek kondisi bidang tanah tersebut, Nusron belum bisa memastikan berapa banyak bidang tanah yang SHGB-nya dibatalkan. Pasalnya, dari 263 SHGB dan SHM yang terbit, pihaknya harus mengecek satu persatu agar jelas.
"Untuk yang hari ini aku belum tahu ada berapa (yang akan dicabut) itu. Yang jelas hari ini ada lah kalau sekitar 50-an (bidang tanah) ada kali (yang SHGB dicabut)," tutur dia.
Namun, Nusron memastikan pencabutan sekitar 50 SHGB itu tak dilakukan semena-mena. Semua, kata menteri dari Partai Golkar itu dilakukan sesuai dengan prosedur.
"Ada banyak bidang (yang sudah terbit SHGB), tapi yang jelas belum semua (dicabut SHGB). Prosesnya kan satu, satu. Kan ngeceknya satu-satu. Jadi, sertifikat nomor sekian dicek karena peraturannya kan begitu," tutur dia.
3. Menteri ATR sempat debat dengan kepala Desa Kohod

Lebih lanjut, ketika meninjau lokasi dan dicocokan dengan SHGB, Nusron sempat berdebat dengan Kepala Desa Kohod, Arsin, perihal batas tanah di sana. Arsin ngotot bahwa di daerah tersebut dulunya merupakan empang dan daratan. Namun, kemudian lantaran terjadi abrasi sehingga kini tertutup laut.
"Nah, tadi di sana, saya berdebat sama Pak Lurah. Pak Lurah ngotot bahwa itu dulunya empang. Katanya ada abrasi, kemudian dikasih batu-batu ini dari tahun 2004, itu katanya. Karena kalau gak, (abrasi) nyampe sini, itu kata dia," ujar Nusron.
Namun, Nusron tidak mempercayai begitu saja pengakuan dari kepala desa Kohod. Kementerian ATR juga mencocokkan klaim kepala desa dengan peta dari beberapa tahun lalu. Mereka membandingkan apakah permukaan laut sudah ada sejak beberapa tahun lalu atau sempat ada perubahan dari daratan lalu tertutup laut.
Maka, kata Nusron, kini SHGB sudah tak lagi bisa diterbitkan. Sebab, kini bidang HGB itu sudah menjadi laut.
"Tapi begini, mau Pak Lurah itu bilang (dulu) empang, yang jelas secara faktual material, tadi kita lihat sama-sama fisiknya udah enggak ada tanahnya," kata dia.