Mendagri Bakal Sanksi Pengelola Tempat yang Tak Pakai PeduliLindungi

Jakarta, IDN Times - Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian memberikan lampu hijau kepada kepala daerah untuk menindak tempat-tempat publik yang tak menggunakan aplikasi PeduliLindungi. Hal itu tertuang di dalam Surat Edaran (SE) nomor 440/7183/SJ tentang pencegahan dan penanggulangan corona virus disease 2019 varian omicron serta penegakan penggunaan aplikasi PeduliLindungi.
"Kepala daerah menerbitkan peraturan yang mengatur tentang kewajiban penggunaan aplikasi tersebut dengan memberikan sanksi tegas bagi penyelenggara tempat publik yang melanggar disiplin penggunaan aplikasi PeduliLindungi," demikian salah satu poin di dalam surat edaran yang diteken oleh Tito pada Selasa, 21 Desember 2021 lalu.
Ia juga meminta tempat-tempat publik yang wajib memasang aplikasi PeduliLindungi yakni fasilitas umum, hiburan, perbelanjaan, restoran, tempat wisata dan tempat keramaian lainnya. Aplikasi PeduliLindungi ini diharapkan bisa menyaring warga agar tak mendekati fasilitas publik ketika ia terpapar COVID-19. Sebab, di dalam aplikasi itu terlihat rekam jejak hasil tes COVID-19 dan bila ia terinfeksi penyakit tersebut.
Tetapi, dorongan agar ada sanksi bagi pengelola tempat publik karena tak memasang aplikasi PeduliLindungi ditentang oleh peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR). Mereka menggarisbawahi Peraturan Kepala Daerah (Perkada) terkait penanganan pandemik COVID-19 bersifat administratif. Tetapi, Tito juga memberikan instruksi agar status Perkada dinaikkan menjadi Perda.
"Hal ini bertujuan agar sanksi yang dikenakan tidak hanya bersifat administratif tetapi juga sanksi pidana," ungkap peneliti ICJR, Genoveva Alicia dalam keterangan tertulis pada Rabu (22/12/2021).
Apa dampak buruknya bila sanksi pidana digunakan untuk menindak tegas pelanggaran penerapan protokol kesehatan selama pandemik COVID-19?
1. Sanksi pidana diterapkan secara diskriminatif sejak awal pandemik COVID-19

Menurut peneliti ICJR, Genoveva Alicia, pemerintah akan melakukan kekeliruan bila menggunakan sanksi pidana agar mengajak warga patuh terhadap protokol kesehatan selama masa pandemik COVID-19. ICJR, kata Genoveva, mewanti-wanti pemda untuk memikirkan secara tepat sebelum membuat aturan baru terkait penerapan penggunaan aplikasi PeduliLindungi yang dapat menimbulkan konsekuensi sanksi pidana.
"Penggunaan sanksi pidana untuk penanggulangan COVID-19 telah menunjukkan kesemrawutan dan diskriminatif," ungkap Genoveva.
Pemerintah, kata dia, juga pernah menerapkan sanksi pidana bagi pelanggar Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) berdasarkan Instruksi Mendagri nomor 16 tahun 2021. Di dalam Inmendagri itu, tertulis setiap individu yang melanggar PPKM dapat dikenai sanksi pidana melalui berbagai instrumen hukum, mulai dari UU nomor 4 tahun 1984 mengenai wabah penyakit menular, UU nomor 6 tahun 2018 tentang kekarantinaan kesehatan, perda, perkada hingga ketentuan lainnya.
"Bila diperhatikan, masing-masing aturan tersebut memuat ketentuan unsur tindak pidana yang spesifik, sedangkan di dalam penerapannya justru tidak sesuai dengan unsur pidana yang dimaksud," kata dia memaparkan.
Genoveva juga menyoroti praktik penerapan sanksi pidana itu di lapangan yang sering kali terkesan merendahkan warga. Ia mengambil contoh, di Madiun, aparat penegak hukum menyiram pemilik usaha kaki lima karena masih beroperasi melebihi jam yang telah ditentukan selama PPKM. Warung mereka disiram menggunakan alat pemadam kebakaran milik Damkar di Madiun.
"Keberadaan sanksi pidana yang terus dipromosikan malah akan menimbulkan praktik-praktik diskriminasi dan tidak menyelesaikan masalah kepatuhan yang coba diintervensi oleh pemerintah," tutur dia lagi.
2. Mendagri Tito dorong pemda genjot terus vaksinasi dosis pertama dan bagi kaum lansia

Di dalam SE itu, Tito juga memberikan instruksi kepada kepala daerah untuk terus mempercepat pemberian vaksinasi COVID-19 dosis pertama. Mantan Kapolri itu memberikan target masing-masing daerah minimal dosis pertama sudah diberikan kepada 70 persen warga. Sementara, dosis pertama untuk kaum lansia harus telah mencapai 60 persen.
"Vaksin yang diberikan harus semua jenis vaksin. Jangan hanya menggunakan vaksin CoronaVac /Sinovac Bio-Farma saja. Tetapi, vaksin lain seperti AstraZeneca, Pfizer, Moderna dan Johnson&Johnson (juga harus didistribusikan)," ungkap Tito di aturan tersebut.
Selain itu, ia juga mendorong percepatan pemberian vaksin dosis kedua agar gap atau perbedaan dengan dosis pertama bisa dikurangi. Tito juga meminta agar pemda mempercepat pemberian vaksinasi pada anak usia 6-11 tahun dengan vaksin CoronaVac.
"Tetapi, vaksinasi terhadap anak baru dilakukan bila target dosis pertama bagi vaksinasi lansia dan warga umum sudah tercapai," kata dia lagi.
3. Pemda diminta memperkuat kapasitas rumah sakit rujukan COVID-19

Instruksi lainnya Mendagri Tito bagi kepala daerah yakni memperkuat kapasitas rumah sakit rujukan khusus COVID-19. Tujuannya, agar bila nanti terjadi lonjakan kasus setelah libur Natal dan malam pergantian tahun baru, rumah sakit sudah siap.
"Kapasitas rumah sakit yang diperkuat meliputi ruang perawatan isolasi dan ruang ICU, logistik pendukung seperti obat dan oksigen," kata Tito.
Ia juga memerintahkan kepala daerah agar mengintensifkan tes dan pelacakan terhadap kontak erat pasien COVID-19. Tujuannya, agar lebih cepat menemukan kasus COVID-19 dan mencegah penularan di komunitas.