Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Menkes: DKI Jakarta Siap-Siap Jadi Medan Perang Pertama Hadapi Omicron

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin. (IDN Times/Dini Suciatiningrum)

Jakarta, IDN Times - Pemerintah memperkirakan puncak gelombang kenaikan kasus Omicron di Indonesia terjadi pada pertengahan Februari hingga awal Maret. Hal ini merupakan dampak dari kenaikan kasus Omicron yang terjadi di seluruh dunia.

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan wilayah DKI Jakarta dan Bodetabek diperkirakan menjadi daerah pertama yang akan mengalami lonjakan kasus.

Mengingat dari hasil identifikasi Kementerian Kesehatan, mayoritas transmisi lokal varian Omicron terjadi di DKI Jakarta, dan diperkirakan dalam waktu dekat juga akan meluas ke wilayah Bodetabek sebab secara geografis daerah-daerah tersebut berdekatan dan mobilitas masyarakatnya sangat tinggi.

“Kami juga sampaikan bahwa lebih dari 90 persen transmisi lokal terjadi di DKI Jakarta, jadi kita harus siapkan khusus DKI Jakarta sebagai medan perang pertama menghadapi varian Omicron, dan kita harus sudah memastikan bisa menangani dengan baik,” terangnya dalam siaran tertulis, Senin (17/1/2022).

1. Kasus Omicron akan alami kenaikan dalam kurun waktu singkat

Ilustrasi mobilitas masyarakat selama PPKM (ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso)

Budi mengatakan mayoritas kenaikan kasus Omicron di dunia terjadi dalam kurun waktu yang sangat cepat dan singkat, berkisar antara 35 hingga 65 hari.

“Di Indonesia kita mengidentifikasi kasus pertama pada pertengahan Desember, tapi kasus mulai naiknya di awal Januari. Kita hitung antara 35-65 hari akan terjadi kenaikan yang cukup cepat dan tinggi. Itu yang memang harus dipersiapkan oleh masyarakat,” kata Menkes

2. Peningkatan surveilans dan prokes

Petugas membagi-bagikan masker kepada jemaah yang tidak membawa masker ketika akan salat di Masjid Raya Baiturrahman (IDN Times/Saifullah)

Untuk itu, Budi mendorong agar daerah meningkatkan kegiatan surveilans sehingga penemuan kasus bisa dilakukan sedini mungkin untuk kemudian diisolasi supaya tidak menjadi sumber penularan di tengah masyarakat. Pada pelaksanaannya, Kemenkes akan dibantu oleh TNI dan Polri.

"Yang tak kalah pentingnya, protokol kesehatan 5M seperti menggunakan masker, mengurangi mobilitas, menghindari kerumunan, mencuci tangan pakai sabun, menjaga jarak, serta aktif menggunakan aplikasi Pedulilindungi harus ditegakkan sebagai bagian penting pengendalian COVID-19," tegasnya.

3. Pemerintah gencarkan vaksinasi booster

Ilustrasi vaksinasi COVID-19 (ANTARA FOTO/Fikri Yusuf)

Menkes menyebutkan vaksinasi booster juga akan menjadi fokus pemerintah. Menurutnya cakupan vaksinasi booster di wilayah Jabodetak akan dikebut untuk meningkatkan dan mempertahankan kekebalan tubuh dari ancaman penularan varian Omicron.

“Selain prokes dan surveilans, juga dipastikan semua rakyat DKI Jakarta dan Bodetabek akan dipercepat vaksinasi boosternya agar mereka siap kalau gelombang Omicron nanti naik secara cepat dan tinggi,” ujarnya.

 

4. Pemerintah amankan ketersediaan obat

paket obat untuk warga yang menjalani Isoman di Kota Depok. (IDNTimes/Dicky)

Berkaca dari puncak gelombang kenaikan kasus akibat varian delta pada 2021 lalu, Ketersediaan obat juga menjadi fokus Kementerian Kesehatan.

Di awal 2022, Kemenkes telah mendatangkan 400 ribu tablet Molnupiravir sebagai obat terapi tambahan untuk pasien COVID-19 gejala ringan. Obat ini telah tersedia di Indonesia dan siap diproduksi dalam negeri pada April atau Mei 2022 oleh PT Amarox.

Selain Molnupiravir, Kemenkes juga akan mendatangkan Paxlovid yang rencananya akan tiba pada Februari. Obat-obat ini rencananya akan didistribusikan secara merata hingga ke apotek.

“Obat ini bukan hanya di Puskesmas maupun RS Pemerintah, nantinya juga akan tersedia di apotek sesuai dengan jenisnya yakni obat yang bisa dibeli umum dan obat yang bisa didapatkan hanya dengan resep dokter,” kata Budi.

5. Gejala pasien Omicron tergolong lebih ringan

Omicron di Indonesia (IDN Times/Aditya Pratama)

Terkait kesiapan RS, Budi menuturkan meski menular dengan sangat cepat, namun gejala pasien Omicron tergolong lebih ringan, karenanya tingkat perawatan untuk pasien dengan gejala sedang maupun berat yang membutuhkan perawatan di RS jauh kebih rendah dibandingkan varian Delta.

“Di negara-negara tersebut (yang mengalami puncak kenaikan kasus Omicron) hospitalisasinya antara 30-40 persen dari hospitalisasi delta, jadi walaupun penularan dan kenaikannya lebih cepat dan tinggi, tapi hospitalisasinya lebih rendah,” ungkap Budi.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Stella Azasya
Dwifantya Aquina
Stella Azasya
EditorStella Azasya
Follow Us