MKMK Copot Anwar Usman, Anies: Semoga Bisa Menjaga Marwah Konstitusi

Jakarta, IDN Times - Bakal capres dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) Anies Baswedan, menanggapi putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) terkait pencopotan Ketua MK Anwar Usman dari jabatannya, setelah dinilai terbukti melakukan pelanggaran etik.
Anies berharap, putusan yang dikeluarkan oleh MKMK tersebut dapat mengembalikan marwah konstitusi di Indonesia.
"Saya ingin sampaikan barangkali ini sudah tuntas, ini selesai, kita hormati keputusannya dan mudah-mudahan bisa menjaga marwah konstitusi," kata dia di Jakarta, dikutip Kamis (911/2023).
1. Yakin putusan MKMK objektif

Mantan Gubernur DKI Jakarta itu meyakini, MKMK akan bersikap objektif, transparan, yang mengandalkan pada data dan informasi yang shahih. Ia pun berharap, keputusan MKMK ini pada akhirnya bisa menjaga kehormatan Mahkamah Konstitusi, sebagai salah satu lembaga tertinggi di Republik ini.
"Harapannya keputusan-keputusan dari majelis kehormatan ini benar-benar akan menjaga kehormatan Mahkamah yang sangat terhormat," kata dia.
"Mahkamah konstitusi adalah salah satu mahkamah tertinggi di Republik ini, kita bicara soal konstitusi saja sudah tinggi, ini mahkamahnya konstitusi," ucapnya.
2. MKMK copot Anwar Usman dari jabatan Ketua MK

Diketahui, Ketua MK Anwar Usman dinyatakan melakukan pelanggaran etik berat. Ipar Presiden Joko "Jokowi" Widodo itu pun mendapat sanksi dicopot dari jabatannya.
Putusan nomor 2/MKMK/L/11/2023 itu dibacakan oleh Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konsitusi (MKMK) Jimly Asshiddiqie.
"Menyatakan Hakim Terlapor terbukti lakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku Hakim Konstitusi sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama, Prinsip ketakberpihakan, prinsip integritas, prinsip kecakapan dan kesetaran, prinsip independensi dan prinsip kepantasan dan kesopanan," ujar Jimly.
"Menjatuhkan saksi pemberhentian dari jabatan ketua Mahkamah Konstitusi kepada Hakim Terlapor," imbuhnya.
3. Anwar Usman didesak mundur dari MK

Sementara itu, SETARA institute menilai putusan MKMK menjadi opium dan obat penawar sesaat atas amarah publik yang kecewa dan marah dengan Putusan 90/PUU-XXI/2023, yang menjadi puncak kejahatan konstitusi (constitutional evil) dan matinya demokrasi di Indonesia.
Ketua Badan Pengurus SETARA Institute, Ismail Hasani mengatakan, kemarahan publik bukan hanya soal kandidasi Gibran Rakabuming Raka, yang melaju pesat menjadi calon wakil presiden dengan landasan Putusan 90.
Akan tetapi yang utama justru karena peragaan kekuasaan yang merusak hukum dan konstitusi guna mencapai kehendak dan kekuasaan.
Menurutnya fakta bahwa Anwar Usman melakukan pelanggaran berat, secara moral dan politik telah menjadi bukti bahwa Putusan 90 bukan diputus demi keadilan yang berdasarkan terhadap Ketuhanan Yang Maha Esa.
"Secara moral dan politik, Putusan 90 kehilangan legitimasi," ujar dia.
Karena itu, Ismail mendesak supaya Anwar Usman mengundurkan diri dari jabatannya sebagai hakim Mahkamah Konstitusi.
"Untuk memulihkan marwah mahkamah, SETARA Institute mendesak Anwar Usman mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Hakim MK, sehingga tidak lagi membebani mahkamah," kata dia.