Polri Dinilai Bisa Usut Masalah Sirekap Pakai UU ITE
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) milik Komisi Pemilihan Umum (KPU) dinilai bermasalah. Guru besar hukum pidana Universitas Padjajaran (Unpad), Prof Romli, menilai Polri seharusnya bisa mengusut masalah yang ada di Sirekap menggunakan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
"Itu bukan pelanggaran ketentuan di UU Pemilu, salah satunya adalah UU ITE karena dia transaksi elektronik ancaman hukumannya lumayan jauh lebih berat dari UU Pemilu. Kalau hal seperti ini lepas dari polisi, ini harus digunakan jalur hukum," ujar Romli dalam diskusi bertema 'Sirekap dan Kejahatan Pemilu 2024 Sebuah Konspirasi Politik' di Jakarta, Senin (18/3/2024).
Baca Juga: Diagram Sirekap Hilang, Mahfud MD Tantang KPU Audit Forensik
1. Polri tak bisa tinggal diam
Romli mengatakan, Polri tak bisa tinggal diam mengenai kegaduhan penggelembungan suara yang ada di Sirekap. Menurutnya, Polri juga bisa menggunakan audit digital forensik pada Sirekap.
"Kenapa Pemilu 2019 ini gak ramai? Kenapa sekarang ramai, berarti dulu nggak ada masalah. Belum ada Sirekap, berarti kan itu semua sudah dipersiapkan," kata dia.
Baca Juga: Perludem Sentil KPU: Perbaiki Sistemnya Bukan Hapus Grafik Sirekap
2. Pemilu 2024 dinilai paling amburadul
Editor’s picks
Lebih lanjut, Romli menyebut Pemilu 2024 paling amburadul. Dia mengaku sudah mengikuti Pemilu sebanyak 7 kali.
"Saya sudah tujuh kali ikut pemilu, saya lahir (tahun) 44, jadi tahu. Ini yang paling amburadul. Biar KPU, Bawaslu, Polri mengatakan ini sudah lurus, ini kalau bahasa saya, ini govermental crime. Kejahatan yang dilakukan oleh pemerintah. Pertanyaannya siapa yang bisa mengadili?" ucap dia.
3. Sirekap disebut sebagai alat pembunuh demokrasi
Dalam kesempatan itu, Koordinator TPDI & Perekat Nusantara, Petrus Selestinus, mengatakan Sirekap merupakan alat pembunuh demokrasi. Terlebih, KPU menutup diri terhadap hasil yang tak masuk akal dalam Sirekpa.
"Kecurigaan publik hingga saat ini belum terjawab dan nampaknya tetap dikunci oleh KPU seperti halnya Sirekap mengunci angka perolehan suara Paslon 01, 02 dan 03 tetap stagnan dari awal hingga sekarang," kata Petrus.
"KPU menutup diri dari kritik publik dan tidak mengklarifikasi berbagai kecurigaan, sehingga kecurigaan publik itu, per hari ini sudah mengarah kepada suatu keyakinan bahwa Sirekap bisa jadi merupakan alat pembunuh demokrasi," imbuhnya.
Baca Juga: Bawaslu Pertanyakan Sampai Kapan Grafik Sirekap Tidak Ditampilkan