Mutasi Kunto Arif Diralat, Luhut Bantah Prabowo Tegur Panglima

- Luhut Pandjaitan membantah Presiden Prabowo menegur Panglima TNI buntut dari mutasi Letjen Kunto Arief Wibowo.
- Anggota komisi I DPR, TB Hasanuddin, menduga mutasi tujuh perwira tinggi TNI bukan atas instruksi Prabowo melainkan atas permintaan pihak lain.
- TB Hasanuddin menilai keputusan yang diambil oleh Panglima TNI tidak bisa ditoleransi dan memiliki kewenangan untuk membatalkan mutasi dan rotasi adalah Presiden Prabowo Subianto.
Jakarta, IDN Times - Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Luhut Pandjaitan membantah Presiden Prabowo Subianto menegur Panglima TNI, Jenderal Agus Subiyanto buntut dari mutasi Letjen Kunto Arief Wibowo. Persepsi itu muncul lantaran mutasi dan rotasi tujuh perwira tinggi TNI, termasuk Letjen Kunto Arief Wibowo dibatalkan sehari kemudian. Publik menduga mutasi putra dari eks Wakil Presiden Try Sutrisno itu tanpa diketahui Presiden Prabowo.
"Gak ada teguran itu," ujar Luhut di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat pada Senin malam (5/5/2025).
Lebih lanjut, mantan purnawirawan jenderal itu juga menyebut tidak ada yang aneh dari kisruh mutasi Letjen Kunto Arief. Pembatalan mutasi bisa saja terjadi.
"Ah, gak ada gitu-gituan. Itu kan (pembatalan mutasi) bisa saja terjadi. Enggak ada hal-hal yang aneh kok itu," imbuhnya.
Namun, baru kali pertama terjadi mutasi dan rotasi dibatalkan oleh Panglima TNI yang sama dan selang satu hari usai keputusan dikeluarkan.
1. Anggota komisi I DPR duga mutasi Letjen Kunto tanpa sepengetahuan Prabowo

Sementara, dalam pandangan anggota komisi I DPR, TB Hasanuddin, ia menduga mutasi terhadap tujuh perwira tinggi TNI, termasuk Letjen Kunto bukan atas instruksi Prabowo. Ia menduga mutasi tersebut atas permintaan pihak lain.
"Ini boleh tidak Letjen Kunto sempat dimutasi jadi staf khusus KSAD? Ini yang sekarang menjadi pertanyaan. Panglima TNI boleh melakukan mutasi terhadap Letjen Kunto. Permasalahannya, apakah itu sudah sesuai perintah dari presiden?" tanya politisi dari PDI Perjuangan (PDIP) itu di Jakarta pada Senin kemarin.
Ia mempertanyakan atas perintah siapa sehingga Jenderal Agus Subiyanto berani melakukan mutasi terhadap Letjen Kunto. Apalagi, kata Hasanuddin, semula pengganti Letjen Kunto sebagai Pangkogabwilhan I merupakan mantan ajudan Presiden ke-7 Joko "Jokowi" Widodo.
"Berarti, mutasi yang diteken Panglima TNI ini atas arahan dan mungkin quote and quote atas perintah Presiden ke-7. Ini yang tidak benar!" imbuhnya.
Meskipun purnawirawan jenderal itu mengaku juga tidak memiliki bukti bahwa Jokowi yang meminta kepada Panglima TNI agar Laksamana Muda Hersan naik sebagai Pangkogabwilhan I.
2. Anggota DPR pertanyakan warga sipil masih bisa intervensi internal TNI

TB Hasanuddin pun menilai yang memiliki kewenangan untuk membatalkan mutasi dan rotasi adalah Presiden Prabowo Subianto. Hal itu dapat dilakukan karena presiden merupakan Panglima tertinggi.
"Yang saya tidak habis pikir bagaimana mungkin Panglima TNI masih diintervensi seorang warga sipil. Ini bahaya!," kata Hasanuddin.
Lantaran hal itu, Hasanuddin menilai keputusan yang diambil oleh Panglima TNI tidak bisa ditoleransi. "Contohnya, soal pemindahan perwira tinggi Angkatan Laut lalu menjadi pensiun di Mabes TNI AD," ujarnya.
Ia juga menyebut untuk bisa melakukan rotasi dan mutasi membutuhkan proses panjang lewat sidang Dewan Jabatan dan Kepangkatan Tinggi (Wanjakti). "Jadi, ini saya duga ada pembangkangan. Kok ujuk-ujuk (surat keputusan) langsung ditandatangani Panglima TNI dan tidak diumumkan," tutur dia.
Kejanggalan lain yang ditemukan oleh Hasanuddin dari pembatalan mutasi dan rotasi yakni surat keputusan ralat itu ikut ditembuskan kepada tujuh perwira TNI yang tak jadi dimutasi. "Hampir tidak pernah ada ketika saya pindah atau naik pangkat, saya ikut mendapat surat tembusan. Yang terjadi saya dipanggil oleh komandan saya, lalu ikut apel. Kamu mendapatkan kehormatan dan naik pangkat," tutur dia.
Sehingga, pemberitahuan mutasi tidak pernah disampaikan dalam dokumen tertulis. "Ini gaya dan model apa itu?" imbuhnya.
3. Kapuspen bantah ada faktor eksternal yang mempengaruhi mutasi Letjen Kunto

Sementara, Kepala Pusat Penerangan Mabes TNI, Brigjen TNI Kristomei Sianturi mengatakan tak semua perwira tinggi yang kemudian dijadikan staf khusus memiliki makna negatif. Dalam beberapa kasus, sejumlah perwira tinggi sempat ditempatkan menjadi staf khusus sambil menanti untuk ditempatkan di jabatan lain yang lebih tinggi.
"Jadi, sebelum diarahkan ke tempat lain, kita staf khusus-kan yang bersangkutan. Banyak kejadian seperti itu. Jadi, tidak terkait dengan fenomena yang saat ini ramai diperbincangkan," ujar Kristomei ketika dikonfirmasi pada Selasa (6/5/2025).
Ia menambahkan pergantian Pangkogabwilhan I dari Letjen Kunto ke Laksamana Muda Hersan sama sekali tidak dilatarbelakangi motif politik. Itu semua demi kebutuhan organisasi.
"Tidak ada faktor eksternal yang mempengaruhi keputusan dalam sidang Wanjakti," imbuhnya.