NasDem Tegaskan Meritokrasi di Tengah Isu Politik Dinasti

- Prananda Surya Paloh menegaskan bahwa Partai NasDem mengutamakan meritokrasi dan kesempatan yang sama bagi semua orang.
- NasDem bukan partai eksklusif dan selalu terbuka bagi semua golongan, terbukti dari proses rekrutmen caleg dari berbagai golongan.
- Aji Pangestu menilai dinasti politik wajar, namun yang perlu dilarang bukan dinasti politiknya, tapi cara kerjanya yang harus sesuai dengan asas pemilu.
Jakarta, IDN Times - Ketua Umum Garda Pemuda NasDem, Prananda Surya Paloh berbicara tentang politik dinasti yang hangat dibicarakan berbagai kalangan. Menurut dia, sebaiknya masyarakat menilainya dari kemampuan atau kapabilitasnya, bukan dari nama keluarganya.
"Apakah memang politik dinasti itu salah atau betul? Ya, jawabannya ambigu, tidak ada yang tahu. Silakan kita balikkan ke masyarakat yang menilai," kata dia, dalam keterangannya, Rabu (21/5/2025).
1. NasDem utamakan spirit meritokrasi

Prananda mengungkap, selama ini Partai NasDem lebih mengutamakan spirit meritokrasi. NasDem kata dia memiliki prinsip bahwa semua orang memiliki kesempatan yang sama.
"Di dalam NasDem ini, spirit meritokrasi, spirit siapa yang lebih unggul, siapa yang lebih berhak tentu diutamakan," kata dia.
Ia tidak memungkiri mengenai politik dinasti yang masih ada. Namun, ia ingin menegaskan bahwa sebagai organisasi NasDem tetap menjunjung meritokrasi.
"Jadi, Partai NasDem ini mempunyai rasa mungkin dinasti, tetapi secara roda organisasi, meritokrasi dan kesempatan yang sama bagi semua," ujarnya.
2. NasDem tegaskan bukan partai eksklusif

Ketua Bappilu Partai NasDem itu juga menegaskan, partainya bukan partai eksklusif. NasDem selalu terbuka bagi semua golongan.
Hal tersebut dapat dilihat dari proses rekrutmen caleg dari pemilu 2014-2024. Ia mengatakan, NasDem menerina semua caleg dari berbagai golongan.
"Bisa dilihat dari pola rekrutmen caleg dari 2014, 2019, sampai dengan 2024 kemarin. Kita menerima semua golongan dengan tangan terbuka," kata dia.
3. Dinasti politik bukan sebuah "dosa besar"

Manager Pemantauan Jaringan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Aji Pangestu menilai, dinasti politik hal yang wajar karena merupakan hak setiap warga negara. Aji menilai, yang perlu dilarang bukan dinasti politiknya, tapi cara kerjanya.
"Jadi yang perlu dilarang secara tegas adalah tidak adanya upaya penyalahgunaan kekuasaan dan infrastruktur negara yang digunakan untuk melanggengkan kekauasaan keluarga tau kerabat kelompok tertentu," ujarnya kepada IDN Times.
Dalam Pasal 2 Undang-Undang 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum mengatur bahwa Pemilu harus dilaksanakan berdasarkan asas langsuung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Hal itu lah yang harus dimaknai dengan baik oleh setiap kontestam.
"Tidak boleh ada penyalahgunaan infrastruktur negara untuk memberikan dukungan, ataupun hal lainnya untuk memenangkan kandidat tertentu," ujar Aji.
Meski begitu, jajak pendapat Litbang Kompas menangkap mayoritas masyarakat merasa perlu adanya aturan mengenai politik dinasti di tanah air. Sebanyak 63,7 persen setuju, 23,2 persen tidak setuju, dan 13,1 persen tidak tahu.
Survei dilakukan Litbang Kompas pada 16-18 Oktober 2023 dengan 512 responden dari 34 provinsi. Sampel diambil secara acak dari responden sesuai proporsi jumlah penduduk di tiap provinsi. Survei ini memiliki tingkat kepercayaan 95 persen dengan margin of error kurang lebih 4,35 persen.