"Pak Jokowi, Mana Dokumen TPF Munir?"

JAKARTA, Indonesia — Istri almarhum aktivis hak asasi manusia (HAM) Munir S Thalib, Suciwati melayangkan surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Seperti sebelumnya, Suciwati bersama sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM), mendesak Jokowi untuk segera mengungkap keberadaan dokumen hasil penyelidikan tim pencari fakta (TPF) kasus pembunuhan Munir.
"Kami mendesak kembali Bapak Presiden Joko Widodo untuk memastikan dan menjelaskan keberadaan dokumen hasil penyelidikan TPF Munir kepada kami dan masyarakat," kata istri Suciwati dalam konferensi pers di kantor Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS), Jakarta Pusat, Kamis, 26 April 2018.
Isu hilangnya dokumen TPF Munir mengemuka pada Oktober 2016 lalu. Ketika itu, Jokowi sempat memerintahkan Jaksa Agung HM Prasetyo untuk mencari dokumen tersebut. Namun, hingga kini tidak jelas sampai sejauh mana proses pencarian dokumen itu.
Suciwati mengungkapkan, Jokowi juga pernah berjanji akan menuntaskan kasus Munir saat mengundang 22 pakar hukum dan HAM pada 22 September 2016. Namun, asa Suciwati meredup saat pemerintah tiba-tiba mengumumkan bahwa dokumen TPF Munir hilang. “Kemudian kembali terjadi lempar tanggung jawab ketika dibilang bahwa dokumennya tidak ada. Jadi saya pikir ini hal yang memalukan juga di masa Jokowi,” imbuhnya.
Hanya dalih
Pada kesempatan yang sama, Koordinator KontraS Yati Andriyani menegaskan, hilangnya dokumen TPF Munir hanya dalih dari pihak pemerintah. Menurut dia, dokumen tersebut sudah diserahkan mantan Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Sudi Silalahi ke Istana. Juru Bicara Kepresidenan Johan Budi pun sudah mengonfirmasinya.
“Seharusnya tidak lagi ada alasan bagi Presiden untuk mengelak, menunda atau mangkir untuk segera menjelaskan keberadaan dokumen TPF tersebut dan mengumumkannya kepada masyarakat, atau Pak Presiden Jokowi lebih senang saling melempar tanggung jawab dengan mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sementara pelaku pembunuhan Munir masih bebas menikmati impunitas, dan penegak hukum tidak berdaya,” ujar Yati.
Menurut Yati, penyelesaian kasus Munir adalah pekerjaan rumah besar bagi Jokowi. Pasalnya, penyelesaian kasus HAM masa lalu juga merupakan bagian dari janji Nawacita. "Ketika Jokowi tidak berani menyelesaikan kasus Munir karena ada banyak kepentingan para pihak yang ada di sekeliling kekuasaan dia, itu kan jadi evaluasi bagi kita. Ini jadi bukti bahwa Jokowi enggak lebih hanya politisi yang hanya concern pada upaya menjaga kekuasaannya, tapi tindakan atau sikapnya jauh dari harapan keadilan yang diharapkan masyarakat," tuturnya.
Lebih jauh, Yati mengatakan, tidak tertutup kemungkinan pihaknya akan menggugat pemerintah Jokowi terkait hilangnya dokumen TPF Munir. Pasalnya, sebagaimana diatur pasal 52, 53, 55 UU No 14 tahun 2008 Komisi Informasi Publik, tindakan ‘tidak menyediakan informasi publik, menghilangkan dokumen informasi publik dapat dikenakan hukuman pidana 1- 2 tahun dan atau denda sebesar Rp5-10 juta.
“Apabila ada unsur–unsur kesengajaan menghilangkan, menyembunyikan dokumen TPF Munir oleh otoritas pemerintah, maka menempuh langkah pelaporan pidana dan maladministrasi akan sangat mungkin kami lakukan,” imbuhnya.
Munir ditemukan tewas di sebuah coffee shop di Singapura pada 7 September 2004. Hasil otopsi menunjukkan terdapat senyawa arsenik dalam jumlah yang fatal di tubuh pendiri Imparsial dan KontraS itu. Munir diduga dibunuh oleh pilot maskapai Garuda Polycarpus Budihari Priyanto yang kini telah menghirup udara bebas setelah menjalani hukuman penjara selama kurang lebih 10 tahun.
Selain Pollycarpus, nama Deputi V Badan Intelijen Negara (BIN) Muchdi Purwupradjono juga sempat diseret ke meja hijau sebagai tersangka pembunuh Munir. Sidang perdana terhadap Muchdi digelar pada 11 Agustus 2008. Di persidangan, Muchdi sempat dituntut hukuman 15 tahun penjara. Namun, pada 31 Desember 2008, Muchdi dinyatakan bebas murni dari segala dakwaan. Kini, Muchdi dan Polycarpus tercatat sebagai kader Partai Berkarya ‘milik’ Tommy Soeharto.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Amnesti Internasional Indonesia Usman Hamid yang juga anggota TPF Munir mengatakan, keberadaan dokumen TPF Munir penting untuk mengungkap kasus tersebut. Pasalnya, di dalam dokumen tersebut, tim TPF telah menyebutkan nama-nama yang diduga terlibat dalam pembunuhan berencana terhadap Munir.
—Rappler.com