Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Pakar: RUU Pemilu Mandek, Gugatan ke MK Kenceng

Titi Anggraini, perempuan tangguh 2024 yang menginspirasi. (IDN Times/Tata Firza)
Titi Anggraini, perempuan tangguh 2024 yang menginspirasi. (IDN Times/Tata Firza)
Intinya sih...
  • RUU Pemilu harus segera digodok untuk menghindari gugatan ke MK
  • Usul perpanjangan masa jabatan DPRD dan kepala daerah hasil Pemilihan 2024
  • Putusan MK 135 harus direspons secara holistik untuk penguatan partai politik dan sistem dana politik

Jakarta, IDN Times - Dewan Pembina Perludem, Titi Anggraini, mendorong DPR dan pemerintah segera menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 135/2024 tentang pemilu nasional dan lokal, melalui Revisi Undang-Undang (RUU) Pemilu. Titi menilai, putusan MK bukan jalan keluar merumuskan aturan kepemiluan.

Hal tersebut disampaikan Titi Anggraini dalam diskusi virtual Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia (PSHTN UI), Minggu (27/7/2025).

“Banyak persoalan pemilu kita yang memerlukan pendekatan reformasi, legislasi, yang itu belum dihadirkan karena Undang-Undang 7/2017 yang dipakai pada Pemilu 2019 belum diubah untuk Pemilu 2024. Sementara sudah banyak dari bagian dan juga batang tubuhnya yang diubah oleh putusan MK, atau tidak relevan lagi dengan dinamika penyelenggaraan pemilu di Indonesia,” kata dia.

1. RUU Pemilu harus segera digodok

Pakar Pemilu Titi Anggraini dalam program Real Talk with Uni Lubis, Rabu (27/3/2024). (IDN Times/Aldila Muharma)
Pakar Pemilu Titi Anggraini dalam program Real Talk with Uni Lubis, Rabu (27/3/2024). (IDN Times/Aldila Muharma)

Pengajar Hukum Tata Negara (HTN) Universitas Indonesia (UI) itu menilai, pembahasan RUU Pemilu perlu disegerakan meski pemilu berikutnya masih empat tahun lagi.

Menurut dia, semakin pembahasan RUU Pemilu diundur-undur, akan semakin banyak pihak-pihak yang akan menggugat ke MK.

“Saya juga seringkali menyebut semakin lama RUU Pemilu dibahas sebagai respons atas putusan MK, orang akan semakin semangat ke Mahkamah Konstitusi karena mereka merasa tidak tersalurkan aspirasi hukum dan politiknya untuk mendapatkan pengaturan, yang mereka anggap sebagai pengaturan yang konstitusional,” kata dia.

2. Usul agar masa jabatan DPRD dan kepala daerah diperpanjang

Pakar Hukum Pemilu Universitas Indonesia Titi Anggraini sebut putusan MK soal ambang batas pencalonan presiden merupakan keputusan yang monumental. (IDN Times/Fauzan)
Pakar Hukum Pemilu Universitas Indonesia Titi Anggraini sebut putusan MK soal ambang batas pencalonan presiden merupakan keputusan yang monumental. (IDN Times/Fauzan)

Dalam diskusi itu, Titi turut menyoroti pentingnya merumuskan mekanisme pengisian jabatan DPRD dan kepala daerah pada masa transisi antara Pemilu 2024 dan pelaksanaan pemilu daerah berikutnya pada 2031. Ia mengusulkan agar masa jabatan anggota DPRD dan kepala daerah hasil Pemilu 2024 diperpanjang sampai terpilih pejabat definitif hasil pemilu daerah 2031.

Ia tidak setuju bila penjabat kepala daerah ditunjuk, karena prosesnya dilakukan dalam ruang-ruang gelap yang tak bisa diakses.

"Kalau boleh mengusulkan di antara banyak pilihan lain, apakah pemilu sela, penjabat, maka usulan yang mengedepankan asas manfaat, legitimasi, dan proporsionalitas perlakuan adalah perpanjangan masa jabatan anggota DPRD dan kepala daerah hasil Pemilihan 2024 sampai dengan ada pejabat definitif," tambahnya.

3. Putusan MK 135 harus direspons secara holistik

IMG-20250624-WA0010.jpg
Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto di Kampus Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Jatinangor, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat (dok. Kemendagri)

Sementara itu, Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto mengatakan, putusan MK Nomor 135/2024 harus disikapi secara holistik, guna menghadirkan sistem pemilu yang mengarah pada penguatan kelembagaan partai politik dan penguatan sistem dana politik.

Selain itu, pembuat UU juga harus konsisten dengan sistem multi-partai sederhana yang disandingkan dengan sistem presidensial. Termasuk sepakat tentang konsepsi otonomi daerah hari ini.

"Jadi sejauh mana kita istikomah dengan multi-partai sederhana yang disandingkan dengan sistem presidensial. Seberapa sepakat kita tentang konsepsi otonomi daerah hari ini," kata Bima yang juga hadir dalam diskusi itu.

Bima menambahkan, menyusun sistem pemilu harus dilakukan dengan penuh kehati-hatian. Menata sistem kepemiluan harus diletakkan untuk kepentingan nasional dan kepentingan integrasi bangsa.

"Mari kita letakkan secara hati-hati, jangan sampai semuanya teruyak-uyak gitu ya. Dipukul ratakan semua. Mari kita letakkan tadi, satu dalam konteks kita membangun sistem partai politik seperti apa, kedua kepentingan nasional kita, dan integrasi kita seperti apa," kata dia.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Sunariyah Sunariyah
EditorSunariyah Sunariyah
Follow Us