Pelaku Penyerangan Dituntut 1 Tahun, Novel: Makin Jelas Ketidakberesan

Jakarta, IDN Times - Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan menilai, pelaku kasus penyerangan air keras yang hanya dituntut satu tahun penjara oleh jaksa, menjadi bukti proses persidangan berjalan aneh dan lucu.
Novel menilai hal itu setelah melihat berita penuntut umum menuntut kedua terdakwa dengan tuntutan satu tahun penjara, dengan pasal yang disangkakan yakni Pasal 353 ayat 2.
"Ini semakin memperlihatkan kejanggalan dan meyakinkan kepada diri saya bahwa ada yang tidak beres di sana," ujar Novel dalam video yang diunggah KPK, Minggu (14/6).
1. Novel menilai proses persidangan sejak awal tidak beres

Novel mengaku kasus kekerasan yang dialaminya tidak mengganggu dirinya untuk terus berjuang memberantas korupsi. Untuk itu, dia tetap bersabar dan tidak menuntut kepada siapa pun.
Kendati, kata Novel, para pelaku harus tetap diungkap demi kepentingan penegakan hukum, keadilan, dan kemanusiaan. Menurut dia ini bukan masalah dendam.
"Tapi belakangan ketika saya melihat prosesnya di pengadilan berjalan, proses penuntutan yang diawali dengan dakwaan dibacakan di persidangan, hingga terakhir kemarin, tuntutan disampaikan oleh jaksa penuntut, saya yakin ini ada yang tidak beres," ujar dia.
2. Novel terus berusaha memperlihatkan kejanggalan kasus ini ke publik

Novel menyebut ia bersama dengan tim kuasa hukum koalisi sipil selalu berusaha menyampaikan kejanggalan-kejanggalan kasus ini ke publik, agar bisa dipantau dan diketahui publik.
"Kenapa ini terus saya lakukan? Itu karena pada dasarnya saya meyakini dengan sejelas-jelasnya, serangan ini bukan hanya serangan kepada diri saya, tapi serangan ini dilakukan karena saya melakukan tugas pemberantas korupsi," kata dia.
3. Novel menilai kasus kekerasan yang dialami merupakan upaya menghalangi pemberantasan korupsi

Novel mengatakan kasus kekerasan yang dialaminya ini, merupakan upaya menghalangi pemberantasan korupsi, baik itu terhadap KPK maupun siapapun yang berusaha memberantas korupsi.
"Bahkan saya melihat upaya ini upaya untuk menakut-nakuti atau mengancam kepada orang yang berani dengan lugas dengan tuntas, untuk berjuang memberantas korupsi. Tentu ini tidak boleh dibiarkan," kata dia.
4. Norma keadilan dianggap telah diinjak-injak

Novel mengatakan apa yang ia sampaikan tidak serta merta hanya emosional akibat kasus kekerasan yang menimpanya, namun harus disikapi dengan kemarahan. Sebab, saat ini norma keadilan di Indonesia telah diinjak-injak.
"Ketika keadilan diinjak-injak, norma-norma keadilan diabaikan. Ini tergambar bahwa betapa hukum di negara kita nampak sekali compang-camping," ujar Novel.