Pemilu 2024 Diusulkan Pakai E-Voting, PKB Singgung Kebocoran Data

Jakarta, IDN Times - Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Muhaimin Iskandar, menyinggung potensi kebocoran data jika pencoblosan dalam Pemilu 2024 dilangsungkan menggunakan e-voting.
Muhaimin menyebut tiga masalah yang perlu jadi perhatian jika Pemilu 2024 menggunakan sistem e-voting.
“Itu kan masalahnya tiga ya. Pertama, trusted-nya kaya apa semua percaya pada teknologi yang teraudit dengan tepat tidak ada manipulasi. Kedua, kesadaran masyarakat untuk memanfaatkan itu terhadap teknologi. Ketiga, ya pengawasan tentu saja,” kata Muhaimin kepada wartawan di Senayan, Jumat (23/3/2022).
1. Potensi kebocoran data dalam e-voting

Politikus yang juga dikenal dengan nama Cak Imin ini menyinggung potensi kebocoran data dalam Pemilu 2024 jika melakukan e-voting.
Menurutnya, perlu ada penguatan sumber daya teknologi informasi yang mumpuni untuk mendukung sistem ini.
“Jadi bahayanya di situ, karena ini trusted itu penting. Kalau teknologinya masih ecek-ecek ya bahaya,” kata dia.
Meski demikian, dia mengaku mendukung usulan e-voting dalam Pemilu. Namun dia beranggapan e-voting baru bisa dilakukan dalam beberapa periode ke depan, bukan untuk Pemilu 2024.
“Harus (mendukung),” tuturnya.
2. Usulan Menkominfo pakai e-voting dalam Pemilu 2024

Awalnya, usulan menggunakan e-voting dalam Pemilu 2024 datang dari Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate. Dia menilai digitalisasi dalam Pemilu 2024 sangat mungkin dilakukan, karena sudah banyak negara yang mulai menerapkan e-voting.
“Pengadopsian teknologi digital dalam giat pemilu memiliki manfaat untuk mewujudkan efektivitas dan efisiensi dalam proses kontestasi politik yang legitimate, baik dalam tahapan pemilih, verifikasi identitas pemilih, pemungutan suara, penghitungan suara, hingga transmisi dan tabulasi hasil pemilu,” kata dia dalam keterangan pers, dilansir Rabu (23/3/2022).
3. KPU sudah lama siapkan sistem e-voting

Johnny mengklaim sistem e-voting sudah lama disiapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Dia juga memberi contoh beberapa negara Baltik di Eropa utara, sudah mengadopsi sistem pemungutan suara digital sejak 2005.
“Jadi bukan baru, termasuk KPU ini sudah lama juga menyiapkannya,” tuturnya.