Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Penangkapan Aktivis HAM Robertus Robet Dinilai Sewenang-Wenang

Robertus Robert Ketika Berorasi Dalam Aksi Kamisan Ke-576 (Jakarta, IDN Times/Axel Jo Harianja)

Jakarta, IDN Times - Pengajar Hukum Pidana Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera, Miko Ginting, menilai penangkapan dan penetapan tersangka kepada aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) Robertus Robet, sebagai bentuk Kesewenang-wenangan.

Robertus ditangkap pada Kamis (7/3) dini hari tadi di kediaman pribadinya. Ia pun ditetapkan sebagai tersangka dengan Pasal 28 ayat (2) juncto Pasal 45 ayat (2) UU ITE, Pasal 14 ayat (2) juncto Pasal 15 UU No. 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana, dan Pasal 207 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

1. Pasal yang disangkakan kepada Robertus tidak tepat

Aksi kamisan ke-576 di depan Istana Negara (IDN Times/Axel Jo Harianja)

Miko menjelaskan, dari pasal-pasal itu, tidak satupun pasal yang disangkakan kepada Robertus tepat untuk digunakan.

"Pertama, yang perlu dilihat lebih dalam oleh penyidik adalah terdapat video yang sengaja dipotong dan kemudian menghilangkan konteks dari keseluruhan apa yang ia (Robertus) sampaikan," kata Miko dalam keterangan tertulis yang diterima IDN Times, Kamis (7/3).

Menurut Miko, Robertus menyanyikan lagu tersebut satu nafas dengan upaya membalikkan ingatan kepada Dwifungsi ABRI pada zaman Orde Baru yang sangat berkuasa, tertutup, dan cenderung sewenang-wenang.

Robertus, dijelaskan Miko, kemudian mengapresiasi kemajuan reformasi TNI pasca penghapusan Dwifungsi ABRI dan berharap kemajuan itu tidak kembali mundur dengan penempatan personel TNI di lembaga sipil.

"Intinya, penyidik tidak boleh melihat penggalan-penggalan semata, tetapi melihat konteks dan pesan yang ia sampaikan secara lengkap dan utuh," jelasnya.

2. Dinilai ada pemaksaan delik dari pasal yang disangkakan

Aksi Kamisan ke-576 di depan Istana Negara (IDN Times/Axel Jo Harianja)

Dari pasal yang disangkakan, lanjut Miko, terlihat jelas terdapat pemaksaan delik yang berujung pada kesewenang-wenangan (arbitrary). Pertama, Pasal 28 ayat 2 juncto Pasal 45 ayat (2) UU ITE memuat inti delik “penyebaran informasi yang menimbulkan permusuhan atau kebencian berdasarkan SARA”.

"Delik ini tidak tepat sama sekali diterapkan pada kasus ini, karena delik ini memuat unsur berbasis SARA. Tidak ada satupun muatan SARA dalam orasi RR (Robertus Robert)," ujar Miko.

Kedua, Pasal 14 ayat (2) juncto Pasal 15 UU No. 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana memuat inti delik “dengan menyiarkan berita bohong dengan sengaja membuat keonaran” dan “dengan sengaja menyiarkan kabar yang tidak pasti, berlebihan, dan tidak lengkap”.

"Delik ini kembali tidak tepat digunakan karena harus ada unsur penyiaran berita atau informasi dari tindakan yang ia lakukan. Sementara apa yang dilakukan RR sama sekali tidak memenuhi unsur penyebaran berita atau informasi ini," ucap Miko.

Ketiga, Pasal 207 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Delik ini memuat unsur “dengan sengaja menghina penguasa atau badan umum di muka umum melalui lisan maupun tulisan”.

" Perlu diperhatikan bahwa yang dinyanyikan oleh RR adalah bentuk satir yang pada era 1998 seringkali dinyanyikan elemen demokrasi dalam mendorong Reformasi TNI. Selain itu, terdapat kata-kata "ABRI” yang sudah dihapus melalui TAP MPR No. VI dan VII Tahun 2000, UU Pertahanan Negara, UU TNI, dan UU POLRI," beber Miko.

Selanjutnya, Miko menuturkan, perlu diperhatikan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 013-022 yang menyatakan bahwa “penuntutan terhadap Pasal 207 ke depan seharusnya dilakukan dengan berdasar pada delik aduan".

"Dengan demikian, pihak yang merasa dihina dalam delik itu sudah hilang dengan sendirinya dan pasal ini tidak tepat sama sekali diterapkan," lanjut Miko.

3. Penangkapan pada tengah malam disebut tidak manusiawi

Aksi Kamisan ke-576 di depan Istana Negara (IDN Times/Axel Jo Harianja)

Miko menambahkan, tindakan penangkapan yang dilakukan pada tengah malam di kediaman RR sama sekali tidak berdasar. Penangkapan, menurut Kitab Undang-Undang (UU) Hukum Acara Pidana, dilakukan untuk kepentingan pemeriksaan.

"Tidak ada satupun kepentingan pemeriksaan yang mendesak untuk dilakukan pada tengah malam dan tindakan ini cenderung tidak manusiawi," Miko menegaskan.

Oleh karena itu, kata Miko lagi, penetapan RR sebagai tersangka dan penangkapan terhadapnya adalah bentuk kesewenang-wenangan.

"Apabila diteruskan, ini akan berujung pada ketidakpercayaan publik pada penegakan hukum. Sebaliknya, Kepolisian seharusnya bisa menunjukkan peran dalam memberikan perlindungan terhadap RR dan keluarganya, alih-alih memproses RR dengan delik yang sama sekali tidak tepat dan tidak berdasar," tutup Miko.

4. Robertus ditangkap karena diduga menghina TNI

Karopenmas Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Pol. Dedi Prasetyo (IDN Times/Axel Jo Harianja)

Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Brigjen Pol. Dedi Prasetyo sebelumnya membenarkan, Robertus ditetapkan sebagai tersangka karena diduga melakukan penghinaan terhadap TNI.

"Pada hari Rabu, 6 Maret 2019 pukul 00:30 WIB telah dilakukan Penangkapan terhadap pelaku dugaan tindak pidana penghinaan terhadap penguasa atau badan umum yang ada di Indonesia," ujar Dedi Prasetyo dalam keterangannya, Kamis (7/3).

Dedi menuturkan, Robertus diduga memplesetkan mars ABRI saat aksi Kamisan di depan Istana.

"Melakukan orasi pada saat demo di Monas tepatnya depan Istana dengan melakukan penghinaan terhadap institusi TNI," ujar Dedi.

Dedi mengaku, pihaknya belum mengetahui motif Robertus yang diduga melakukan ujaran kebencian. Kini, Robertus masih menjalani pemeriksaan di Mabes Polri, Jakarta Selatan.

Dedi mengatakan, Robertus diduga melanggar Pasal 45 A ayat (2) Jo 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang peraturan Hukum Pidana dan/atau Pasal 207 KUHP terkait tindak pidana menyebarkan informasi, yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA), dan/atau berita bohong (hoaks), dan/atau penghinaan terhadap penguasa atau badan umum yang ada di Indonesia.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Anata Siregar
Sunariyah
Anata Siregar
EditorAnata Siregar
Sunariyah
EditorSunariyah
Follow Us