Peneliti BRIN Sebut Isu Ijazah Palsu Dimainkan Pihak Tak Suka Jokowi

- Polemik ijazah Jokowi dimainkan untuk melemahkan warisan kebijakan, menurut peneliti senior BRIN.
- Kelompok selalu membidik aspek administratif sebagai celah untuk menyerang legitimasi kepemimpinan Jokowi.
- Hasil survei CISA menunjukkan publik lebih menghargai rekam jejak dan kinerja Jokowi daripada polemik administratif.
Jakarta, IDN Times - Peneliti senior bidang riset politik dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Syafuan Rozi, menilai polemik soal keaslian ijazah Presiden ke-7 RI Joko "Jokowi" Widodo, bisa saja dimainkan oleh pihak-pihak yang ingin melemahkan warisan kebijakan Jokowi, untuk pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
"Bisa jadi kelompok yang selalu mengkritisi hal ini, tidak menyukai warisan kebijakan Pak Jokowi," ujar Syafuan dalam rilis resmi survei bertajuk "Survei Nasional: Pandangan Publik terhadap Isu Ijazah Palsu Pak Jokowi" di Jakarta, Rabu (21/5/2025).
1. Selalu ada yang membidik aspek administratif pejabat

Syafuan mengatakan, ada kelompok yang selalu berupaya membidik aspek administratif seperti latar belakang pendidikan sebagai celah untuk menyerang legitimasi kepemimpinan Jokowi.
"Fragmentasi sosial dan politik dalam negara demokrasi wajar terjadi, termasuk dalam hal ini, isu (keabsahan) ijazah Pak Jokowi. Ada kelompok yang barangkali selalu memperhatikan aspek administrasi yang kebetulan bisa jadi dianggap celah," kata dia.
"Ada pula kelompok yang tidak mengedepankan aspek itu, dan yang terpenting adalah kinerja, pengalaman dan integritasnya saat menjadi pemimpin nasional," sambungnya.
2. Rekam jejak Jokowi dianggap lebih bernilai daripada harus urus ijazah

Lebih lanjut, Syafuan memandang dari hasil riset yang dilakukan Center for Indonesia Strategic Actions (CISA), publik tampaknya menilai rekam jejak Jokowi jauh lebih bernilai dibandingkan polemik administratif semacam ini. Ia menyebut, aspek kepemimpinan dan pengambilan kebijakan menjadi hal utama dalam menilai Jokowi sebagai pemimpin.
"Kita lihat, bagaimana Pak Jokowi begitu sabar saat menjabat Walikota Solo, ketika merelokasi pedagang kaki lima, kinerjanya selama menjabat gubernur Jakarta dan puncak kariernya menjadi presiden," kata dia.
3. Publik nilai isu ijazah Jokowi permainan politik

Diketahui, CISA merilis hasil survei yang dilakukan pada 9-15 Mei 2025, terkait pandangan publik terhadap isu ijazah Jokowi.
Direktur Eksekutif CISA Herry Mendrova mengatakan, respoden dalam survei tersebut merupakan warga negara Indonesia yang telah berusia di atas 17 tahun dan memiliki hak pilih, serta berasal dari latar belakang yang aktif mengikuti isu-isu politik dan hukum seperti akademisi, pengamat, aktivis NGO, mahasiswa, peneliti, hingga politisi.
Proses pengumpulan data dilakukan melalui wawancara daring menggunakan aplikasi seperti WhatsApp, Zoom, dan Google Meet. Pengambilan sampel dilakukan secara purposive, yaitu pemilihan responden berdasarkan kriteria tertentu yang sesuai dengan tujuan studi ini.
Jumlah responden dalam survei mencapai 950 orang, dengan margin of error sebesar plus-minus 2,95 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Dalam survei tersebut, kata Herry, publik menilai isu ijazah palsu merupakan permainan politik.
"Dalam survei ini, sebanyak 89,87 persen responden menilai bahwa isu ini sangat mungkin sengaja disebarkan (dimainkan, dikapitalisasi) untuk kepentingan politik tertentu yang bisa jadi lawan politik Jokowi," ujar Herry dalam rilis resmi survei bertajuk "Survei Nasional: Pandangan Publik terhadap Isu Ijazah Palsu Pak Jokowi" di Jakarta, Rabu (21/5/2025).