Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Pengamat: Prabowo Ingin Tepis Cap Antikritik Lewat Wawancara 6 Media

Presiden Prabowo Subianto ketika berbincang dengan enam pemimpin redaksi di Hambalang, Jawa Barat. (IDN Times/Krisnaji)
Intinya sih...
  • Presiden Prabowo bersedia menerima wawancara tanpa daftar pertanyaan dan batasan pertanyaan di kediamannya.
  • Prabowo mengakui kekurangan dalam pola komunikasi publik pemerintahnya lewat wawancara dengan enam media.
  • Prabowo meminta maaf terkait pernyataan Kepala Kantor Komunikasi yang nirempati teror ke kantor redaksi Tempo.

Jakarta, IDN Times - Peneliti utama di Indikator Politik Indonesia (IPI), Bawono Kumoro, menilai sikap Presiden Prabowo Subianto yang bersedia menerima wawancara dengan enam pemimpin redaksi patut diapresiasi. Sebab, peristiwa itu jarang terjadi dan tak ada banyak permintaan dari Prabowo.

Pria yang juga menjabat Ketua Umum Partai Gerindra itu bahkan tidak meminta daftar pertanyaan sebelum wawancara. Ketika tiba di lokasi wawancara di kediaman pribadinya di Hambalang, pun Prabowo tak memberikan batasan pertanyaan. Ia siap ditanya dan dikritik mengenai apapun. 

"Tentu kita harus apresiasi ya, sikap keterbukaan yang ditunjukkan oleh Pak Prabowo, karena berdasarkan testimoni dari para pemimpin redaksi tidak ada keharusan untuk menyetor daftar pertanyaan lebih dulu," ujar Bawono ketika dihubungi IDN Times melalui telepon, Selasa (8/4/2025). 

Di sisi lain, Bawono menyebut, lewat wawancara itu pula, Prabowo dinilai berbesar hati mengakui ada kekurangan dalam pola komunikasi ke publik dalam enam bulan pemerintahannya. Hal itu terlihat jelas lantaran ada respons yang tidak sinkron antara satu lembaga dengan lembaga lain dalam berbagai isu. 

"Salah satu isu yang mencolok terkait efisiensi. Klimaksnya kekecewaan publik terhadap pola komunikasi dari Kantor Komunikasi Presiden soal teror kepala babi dan bangkai tikus ke redaksi Tempo," tutur dia. 

Bawono juga menilai sikap Prabowo yang bersedia menerima wawancara dengan enam media juga dapat dimaknai sebagai sentilan kepada lembaga yang tugas utamanya mengkomunikasikan kebijakan pemerintah. Dua di antaranya adalah Kementerian Komunikasi dan Digital serta Kantor Komunikasi Presiden (PCO). 

"Kalau Kemkomdigi dan PCO menjalankan fungsinya dengan baik, tentu tidak perlu ada pertemuan antara Pak Prabowo dengan enam pemimpin redaksi ini," katanya. 

1. Prabowo ingin tepis persepsi sebagai pemimpin yang antikritik

Peneliti utama Indikator Politik Indonesia (IPI), Bawono Kumoro. (Istimewa)

Lebih lanjut, Bawono mengatakan, tujuan utama Prabowo wawancara dengan enam pemimpin redaksi karena ingin menepis persepsi sebagai pemimpin yang antikritik. Apalagi pertanyaan-pertanyaan yang diajukan tidak disaring terlebih dulu. 

"Kedua, lewat wawancara itu merupakan keinginan dari pemerintah untuk memperbaiki komunikasi publiknya hingga akhir periode pemerintahannya berakhir pada 2029," katanya. 

Buruknya komunikasi publik juga diakui Prabowo. Purnawirawan jenderal bintang empat itu mengaku terlalu fokus pada pelaksanaan program-programnya. 

"Deliver program-program itu satu hal, tapi bagaimana mengkomunikasikan apa saja yang sudah di-deliver itu kan hal lain," tutur Bawono. 

Di sisi lain, menurut Bawono, pada era media sosial seperti sekarang ini sulit bagi Prabowo tidak dikritik. Siapapun presidennya, ia akan tetap menjadi sasaran kritik publik. 

"Sehingga tidak ada cara apapun untuk menghindar dari kritik. Apalagi siapapun sekarang bebas berbicara di media sosial. Justru akan meruntuhkan etik moral presiden bila ingin memberangus kritik," katanya. 

2. Keseriusan pembenahan komunikasi harus diiringi dengan evaluasi terhadap kepala PCO

Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO), Hasan Nasbi. (ANTARA FOTO/Fauzan)

Prabowo juga meminta maaf kepada publik dalam wawancara bersama enam pemimpin redaksi, terkait pernyataan Kepala Kantor Komunikasi (PCO), Hasan Nasbi, yang nirempati ketika mengomentari serangan teror ke kantor redaksi Tempo. Hasan sendiri hingga saat ini tidak terdengar menyampaikan permintaan maaf kepada publik.

Menurut Bawono, sikap Prabowo yang lebih dulu meminta maaf adalah bentuk sentilan halus pada Hasan Nasbi. Ia pun meyakini akan ada evaluasi dari Prabowo terhadap lembaga-lembaga yang mengurusi komunikasi publik, termasuk Kemkomdigi dan PCO, atau individu yang dianggap tidak mampu menyampaikan komunikasi publik dimutasi ke penugasan lain.  

"Apakah evaluasi itu akan berujung pada pergantian personel? Ya, bisa saja. Sebab pola itu sudah terjadi dalam pergantian menteri," kata dia. 

3. Prabowo diharapkan bisa undang media lain, termasuk Tempo

Presiden Prabowo Subianto ketika berbincang dengan enam pemimpin redaksi di Hambalang, Jawa Barat. (IDN Times/Krisnaji)

Bawono berhadap ke depan ada kelanjutan dialog Prabowo dengan media, termasuk redaksi Tempo. Pertanyaannya bisa tak perlu mengulang yang sudah ditanyakan enam pemimpin redaksi atau pertanyaannya senada, namun direspons dengan cara berbeda.

Di sisi lain, berdasarkan hasil survei Indikator Politik Indonesia (IPI), tingkat kepuasan publik di awal pemerintahan Prabowo-Gibran mencapai angka 80 persen. Angka tersebut sudah kelewat tinggi di awal, sehingga membuka peluang lebih besar akan merosot. 

Salah satu pemicu tingkat kepuasan bisa merosot tajam bila Prabowo tidak bersedia membuka diri ke publik. "Publik kan akan punya persepsi bahwa aspirasinya tidak akan didengar oleh pemerintah. Dengan membuka diri kepada enam pemimpin redaksi maka aspirasi publik bisa disampaikan lewat pimred untuk ditanyakan ke Prabowo," tutur dia. 

Justru kesediaan untuk menerima wawancara dari pemimpin redaksi, menurut Bawono, bisa menepis kesan Indonesia akan menjadi negara tertutup dan militeristik. 

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Santi Dewi
Rochmanudin Wijaya
Santi Dewi
EditorSanti Dewi
Follow Us