Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Perkawinan Anak di Lombok Jadi Pelanggaran Serius

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifah Fauzi dalam acara Rapat Koordinasi Pengembangan Ruang Bersama Indonesia (RBI), di kantornya, Senin (28/4/2025) (Youtube/KemenPPPA RI)
Intinya sih...
  • Menteri PPPA mengecam perkawinan usia anak di Lombok Tengah, NTB
  • Batas usia minimal menikah di Indonesia adalah 19 tahun untuk laki-laki dan perempuan
  • Praktik perkawinan anak berdampak pada tingginya putus sekolah, prevalensi stunting, dan rendahnya rata-lama sekolah

Jakarta, IDN Times - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi, mengecam keras praktik perkawinan usia anak yang viral terjadi di Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB). Dia mengatakan pernikahan itu adalah pelanggaran serius terhadap hak anak yang tidak dapat dibenarkan dengan alasan adat maupun budaya.

"Pernikahan yang terjadi di Lombok Tengah jelas merupakan bentuk perkawinan usia anak, karena laki-laki 17 tahun dan perempuan masih 15 tahun. Menikahkan anak berarti melanggar hak dasar. Termasuk, hak anak atas pendidikan, perlindungan, dan tumbuh kembang yang layak," kata Arifah, dikutip Kamis (29/5/2025).

1. Menikahkan anak berujung sanksi pidana maupun administratif

Ilustrasi penangkapan seorang tersangka menggunakann borgol di tangannya (Foto: IDN Times/Halbert Caniago)

Dia menjelaskan, batas usia minimal untuk menikah di Indonesia adalah 19 tahun untuk laki-laki maupun perempuan. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Dia mengingatkan, menikahkan anak bukan hanya melanggar hukum, tetapi juga dapat berujung pada sanksi pidana maupun administratif.

"Pemerintah telah berkomitmen untuk melindungi hak-hak anak dari segala bentuk kekerasan, termasuk dengan mencegah terjadinya perkawinan anak. Bahkan, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) dalam Pasal 4 secara tegas menyebutkan pemaksaan perkawinan anak merupakan bentuk kekerasan seksual," ujarnya.

2. Perkawinan usia anak punya banyak dampak

Menteri PPPA, Arifah Fauzi saat memberikan kuliah umum dengan tema "Pemberdayaan Santri Perempuan Menuju Indonesia Emas 2045" di Pondok Pesantren (Ponpes) Darul Ghuroba Langitan (dok. Humas KemenPPPA)

Dia menegaskan perkawinan usia anak bukan hanya masalah pribadi atau keluarga, melainkan sosial serta pembangunan nasional. Praktik ini, kata Arifah, bisa berdampak pada tingginya angka putus sekolah, meningkatnya prevalensi stunting, serta rendahnya rata-rata lama sekolah, terutama di daerah dengan praktik perkawinan anak yang tinggi.

"Mengurangi praktik perkawinan anak berarti melindungi anak-anak dari dampak jangka panjang, baik dari sisi kesehatan, pendidikan, ekonomi, maupun sosial. Usia adalah indikator penting kesiapan untuk menikah, dan negara wajib memastikan anak-anak tumbuh dalam lingkungan yang mendukung mereka menjadi generasi sehat dan cerdas," ujarnya.

3. Langkah preventif lebih dini harus dilakukan bersama

(Menteri PPPA Arifah Fauzi ditemui di gedung KemenPPPA, Jakarta Pusat, Senin (21/4/2025) (IDN Times/Lia Hutasoit)

Arifah juga mengapresiasi langkah yang telah dilakukan aparat desa seperti Kepala Desa, Kepala Dusun, Babinsa (Bintara Pembina Desa), dan Bhabinkamtibmas (Bhayangkara Pembina Keamanan dan Ketertiban Masyarakat), dengan telah berupaya mencegah terjadinya praktik perkawinan usia anak. Serta, Koalisi OMS Stop Kekerasan Seksual di NTB yang melaporkan kasus ini ke Polres Mataram.

"Aparat desa dan orang tua dikabarkan telah melakukan berbagai upaya untuk mencegah pernikahan anak ini. Namun, pasangan tersebut bersikeras untuk menikah. Tentu, ini merupakan langkah yang amat baik dari lingkungan, namun juga menjadi cerminan langkah preventif yang lebih dini harus dilakukan bersama, sehingga pemahaman tentang pencegahan perkawinan anak bisa masuk ke ruang keluarga," kata Arifah.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Satria Permana
EditorSatria Permana
Follow Us