Perlunya Satgas di Lembaga Pemilu Pasca-Kasus Hasyim Asyari

- Presiden Jokowi memberhentikan ketua KPU karena tindak asusila terhadap anggota PPLN perempuan.
- Komnas HAM mendesak implementasi UU TPKS di lembaga penyelenggara pemilu untuk pencegahan kekerasan seksual.
- Evaluasi keterwakilan perempuan dalam partai politik dan lembaga pemilu juga diperlukan untuk memperkuat hak politik perempuan.
Jakarta, IDN Times - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) angkat bicara terkait pemecatan Hasyim Asy'ari sebagai ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU RI), karena terbukti melakukan tindak asusila.
Diketahui, Presiden Joko “Jokowi” Widodo telah memberhentikan Hasyim Asy'ari dari jabatannya dengan tidak hormat. Pemecatan karena tindak asusila terhadap perempuan berinisial CA yang merupakan anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN). Ini berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 73 P tentang Pemberhentian Dengan Tidak Hormat Saudara Hasyim Asy'ari.
1. Perlu adanya satgas di tiap lembaga penyelenggara pemilu

Wakil Ketua Komnas HAM RI, Pramono Ubaid Tanthowi, mengatakan pihaknya mendorong perlunya membentuk satuan tugas (Satgas) di masing-masing lembaga penyelenggara pemilu, untuk melaksanakan fungsi pencegahan serta penanganan tindak pidana kekerasan seksual.
Sehingga, menurut Pramono, KPU, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) sebagai bagian dari institusi demokrasi, menjadi ruang yang aman dan bebas bagi perempuan untuk menjalankan seluruh aktivitasnya.
Menurut Pramono keputusan ini bisa menjadi momen pemerintah memperkuat komitmen memerangi kekerasan seksual.
“Keppres tersebut diharapkan menjadi pengingat bagi setiap pejabat publik, baik yang dipilih melalui proses pemilu maupun yang diangkat dengan keputusan politik, bahwa dalam menjalankan wewenang, tugas dan tanggung jawabnya, mereka memiliki kewajiban untuk menghormati, melindungi dan memenuhi hak asasi setiap warga negara, terutama hak-hak kaum perempuan,” kata dia dalam keterangannya, Kamis (11/7/2024).
2. Desak implementasi UU TPKS

Dengan Keppres ini, Pramono mengatakan, seharusnya tidak ada lagi toleransi dan impunitas bagi siapa pun pejabat publik yang terbukti melakukan tindak kekerasan seksual, yang merendahkan harkat dan martabat perempuan.
“Komnas HAM mendesak lembaga penyelenggara pemilu, baik KPU, Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu), dan DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu), untuk segera mengimplementasikan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), dengan menyusun komitmen kebijakan untuk melakukan pencegahan tindak pidana kekerasan seksual di masing-masing lembaga, dan dituangkan dalam bentuk Peraturan KPU (PKPU), Peraturan Bawaslu, dan Peraturan DKPP,” kata dia.
3. Perlu adanya evaluasi menyeluruh

Selain itu, Komnas HAM juga meminta adanya evaluasi secara menyeluruh, baik terkait dengan regulasi, kebijakan, maupun perilaku, untuk memperkuat kembali komitmen pemenuhan hak-hak politik perempuan.
Bukan hanya itu, perlu ada evaluasi keterwakilan perempuan dalam kepengurusan partai politik, dalam proses pencalonan DPR/DPRD, serta dalam komposisi KPU/Bawaslu di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.