DPR: Anggota KPU Kaltim Iffa Rosita Kemungkinan Gantikan Hasyim Asyari

Jakarta, IDN Times - Anggota Komisi II DPR RI, Guspardi Gaus, menyebut anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim), Iffa Rosita, kemungkinan akan diangkat menjadi Komisioner KPU RI, menggantikan Hasyim Asy'ari yang dipecat karena terlibat kasus asusila.
Guspardi menjelaskan untuk pergantian Ketua KPU RI akan dilakukan sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu. Pasal 37 ayat (4) UU Pemilu telah mengatur penggantian antarwaktu (PAW) anggota KPU RI, KPU provinsi, dan KPU kabupaten/kota yang berhenti karena meninggal dunia, berhalangan tetap, atau diberhentikan dengan tidak hormat.
Setelah anggota KPU diberhentikan, posisinya akan digantikan calon anggota KPU berikutnya sesuai urutan dari hasil seleksi yang dilakukan DPR RI. Dalam hal ini, menurut Guspardi, komisioner pengganti Hasyim bisa ditunjuk dari calon anggota KPU RI nomor urut kedelapan saat uji kelayakan dan kepatutan anggota KPU periode 2022-2027.
Peringkat kedelapan tersebut diisi mantan Komisioner KPU periode 2017-2022, Viryan Aziz sudah meninggal dunia. Namun karena Viryan Aziz sudah meninggal dunia, maka mestinya yang berhak menjadi komisioner KPU ialah Iffa Rosita yang menduduki peringkat kesembilan.
“Sudah ada mekanismenya yaitu digantikan nomor urut delapan. Jadi urut di mana ketika kami melakukan fit and proper test calon anggota KPU RI pada Februari 2022, nama Iffa Rosita berada di urutan kedua sebagai komisioner cadangan,” kata Guspardi dalam keterangannya.
“Yang cadangan pertama meninggal dunia, jadi yang naik ke urutan kedelapan (cadangan selanjutnya) kalau gak salah Iffa Rosita dari Kalimantan,” lanjutnya.
1. Penjaringan Komisioner KPU harus diperketat

Guspardi secara khusus menyoroti kasus Hasyim Asy’ari yang dipecat dari posisi Ketua KPU karena terbukti melanggar kode etik, dan pedoman perilaku penyelenggara pemilu dalam bentuk tindak asusila. Kasus Hasyim harus menjadi evaluasi dalam penjaringan dan pemilihan komisioner KPU ke depan.
“Ini adalah kejadian pertama yang kami alami dan menjadi pelajaran bagi kita bersama. Proses penjaringan calon komisioner KPU harus semakin diperketat dengan menelusuri lebih detail rekam jejak para calon,” ujarnya.
2. Jadi evaluasi DPR dan pemerintah dalam menjaring komisioner KPU

Guspardi menjelaskan, kejadian ini menjadi bahan introspeksi bagi semua pihak, baik DPR maupun pemerintah, sehingga perlu ada evaluasi dari semua pihak.
Ia meminta proses pemilihan calon komisioner KPU harus betul-betul memperhatikan setiap aspek rekam jejak, khususnya dari masa penjaringan yang dilakukan panitia seleksi (pansel) bentukan pemerintah.
“Bahwa dalam penjaringan calon, tidak cukup hanya dengan memperhatikan kemampuan dalam undang-undang, kemampuan terkait kepemiluan dan sebagainya, tapi perlu juga ditelusuri rekam jejak yang bersangkutan, termasuk dari sisi etikanya. Jadi perlu dikuliti lebih mendalam lagi,” tuturnya.
Proses penjaringan komisioner KPU sendiri melalui tim pansel yang dibentuk pemerintah, di mana pansel akan menyetorkan nama-nama calon yang berjumlah dua kali lipat dari jumlah komisioner. Nama-nama itu kemudian diserahkan ke DPR untuk dipilih sejumlah tujuh orang melalui proses fit and proper test (uji kelayakan dan kemampuan).
“Bisa di pansel langsung diperas. Kalau itu kebobolan juga, di Komisi II DPR harus lebih diperhatikan lagi juga urusan etika calon,” kata Guspardi.
3. DPR minta KPU perkuat mekanisme internal untuk minimalisir pelanggaran etika dan hukum

Di sisi lain, Guspardi meminta KPU memperkuat mekanisme internal, agar tidak lagi terjadi kasus-kasus pelanggaran etika atau kasus hukum.
"Kami mendorong KPU untuk memperkuat mekanisme internal guna mencegah pelanggaran kode etik di masa depan. Hal ini penting untuk memastikan bahwa lembaga ini tetap kredibel dan dapat dipercaya oleh masyarakat,” imbaunya.
Sementara, Komisi II DPR sebagai mitra akan mengawasi kinerja KPU. Guspardi berharap, dengan adanya hal itu, integritas penyelanggaraan pemilu bisa dijaga.
“DPR RI akan meningkatkan pengawasan dan evaluasi terhadap kinerja KPU untuk memastikan bahwa pemilu dapat diselenggarakan dengan integritas yang tinggi,” sambung Guspardi.