Pesta Setengah Hati Barcelona

Oleh: Choki Sihotang
JAKARTA, Indonesia —Secara hitung-hitungan, musykil bagi tim pesaing untuk mengejar ketinggalannya dari Barcelona. The Catalans, hingga jiornata 33 La Liga 2017/2018, telah mengumpulkan poin 83. Bandingkan dengan Atletico Madrid, pesaing terdekat di posisi kedua, yang cuma mengoleksi poin 72 hasil dari 34 pertandingan.
Unggul 11 angka dari Los Rojiblancos, Barcelona hanya membutuhkan satu kemenangan atau minimal seri guna menyegel gelar. Lawan yang dihadapi juga tim papan bawah, Deportivo La Coruna. Meski berstatus sebagai tim tamu di Stadion Riazor, Senin, 30 April dini hari WIB, Barcelona diyakini bisa mengatasi Super Depor yang kini masih terkapar di posisi 18 dengan tabungan poin 28.
Toh begitu, pesta Barcelona musim ini sepertinya bakal tersuguh dengan setengah hati.
Setengah hati? Ya, setengah hati. Soalnya, target memenangkan Liga Champions tak tercapai. Lionel Messi dan kawan-kawannya, secara mengejutkan, tersingkir. Langkah raksasa Spanyol itu terhenti di babak perempatfinal. AS Roma menggilas mereka di Stadion Olimpico, dengan skor mencolok 3-0, dalam duel leg kedua.
Kegagalan memalukan
Tak satupun yang menyangka Barca bisa kalah dengan mudah seperti itu, mengingat Azulgranas bermaterikan pemain nan mumpuni di semua lini. Dan lagi pula, pada perjumpaan pertama di Camp Nou, skuat asuhan Ernesto Valverde menang 4-1. Agregat 4-4 cukup bagi Roma mengubur mimpi Barcelona untuk kembali menancapkan hegemoninya di pentas antar-klub paling bergengsi di Eropa.
Liga Champions memang menjadi target Messi cs, selain dua trofi domestik, La Liga pun Copa del Rey. Josep Bartomeu, Sang Presiden, bahkan harus menyampaikan permintaan maaf yang sedalam-dalamnya terkait kegagalan memalukan tersebut.

Musim 2014/2015 merupakan musim terakhir Blaugrana memenangkan Si Kuping Besar. Total, mereka sudah lima kali memenangkannya sejak pertama kali musim 1991-1992. Lalu musim 2005-2006, 2008-2009, serta 2010-2011.
Jadi lumrah, jika Valverde dan pasukannya mendapat mandat dari para petinggi klub untuk segera mengakhiri puasa. Namun panggang masih jauh dari api, ternyata. El Barca terdepak, justru saat mereka berada di atas angin ketimbang Roma yang tak diunggulkan itu. Ironis!
Luis Suarez masygul, menyusul tragedi di ajang Liga Champions. "Gelar ini tidak bisa menutupi apa yang sudah terjadi di Roma," sungut Suarez, dilansir TV Espana.
Kata-kata itu dilontarkan Suarez usai Barcelona memastikan diri menjuarai Copa del Rey, akhir pekan kemarin. Bentrok versus Sevilla di final yang dihelat di Wanda Metropolitano, Barcelona menang lima gol tanpa balas.
Memenangkan La Liga, juga Copa del Rey, memang penting. Hanya saja, Liga Champions pun tak kalah krusial. "Ketika memulai musim, kami bertekad meraih semua gelar," kata bomber berjuluk El Pistolero yang diboyong dari Liverpool pada 2014.

Valverde di ujung tanduk
Suarez, sepertinya, ingin mengulang romantisme indah saat dia pernah merasakan megahnya pesta treble winners. Itu tersuguh musim 2014-2015. Semua berpesta. Ribuan orang menyemut di jalan. Plong!
Valverde kini berada di ujung tanduk. Singgasananya terancam. Efek kegagalan di Liga Champions membuatnya berpotensi besar kehilangan pekerjaan. Dikutip dari AS, Barcelona berniat menyudahi kerja sama dengan taktisi berusia 54 tahun itu.
Ditilik dari kinerja, Valverde boleh dibilang cukup baik. Dimusim pertamanya, dua trofi dia persembahkan kepada Blaugrana. Suksesor Luis Enrique yang sebelumnya menukangi Athletic Bilbao (2013–2017) memahat pencapaian apik di liga dengan 33 pertandingan tanpa kekalahan. Bercelona sendiri terakhir juara liga musim 2015-2016. Pun begitu dengan Copa del Rey. Jadi, kembali menjadi yang terbaik di liga maupun Copa del Rey musim ini setidaknya membuktikan kualitas Valverde sesungguhnya.

Padahal, sebelumnya, keputusan menunjuk Valverde mendapat penolakan dari sejumlah fans. Valverde dianggap kurang pas membidani tim sekaliber Barcelona, kendati dia merupakan eks pilar Blaugrana (1988–1990) saat dilatih Johan Cruyff dan ikut berjasa di balik kedigdayaan menggondol Piala Winners UEFA (1989) dan Copa del Rey (1990).
Lagi pula, selama kariernya menjadi pelatih, mantan penyerang kelahiran 1964 hanya meraciki tim-tim medioker macam Villarreal (2009-2010), Valencia (2012-2013), dan Bilbao. Dia menorehkan prestasi moncer kala dipercaya melatih tim asal Yunani, Olympiacos, selama dua periode (2008–2009) kemudian (2010–2012). Tiga kali dia mempersembahkan gelar Liga Yunani. Pertama musim 2008-2009, kedua 2010-2011, dan selanjutnya 2011-2012.
Akan tetapi, Valverde mampu menangkis keraguan para fans. Selain dua gelar, Valverde juga melakukan apa yang tak pernah dipikirkan orang kebanyakan. Formasi 4-3-3 yang identik dengan Barcelona, dia ubah menjadi 4-4-2. Revolusi taktik ala Valverde terbukti membuat lini depan Barca kian setajam silet, terlebih setelah mereka kehilangan Neymar yang hengkang ke Paris Saint Germain (PSG).

Tiga puluh tiga pertandingan tanpa kekalahan adalah fakta nyata revolusi taktik Valverde, melampaui rekor tak terkalahkan Pep Guardiola yang kini membesut Manchester City.
Kontrak Valverde di Camp Nou memang tidak panjang, cuma dua tahun. Sejumlah kandidat kontan berseliweran. Di antaranya Quique Setien (Pelatih Real Betis), Thomas Tuchel (terakhir mengarsiteki Borussia Dortmund), Maurizio Sarri (Pelatih Napoli).
Antonio Conte, juru taktik Chelsea serta eks nakhoda Real Madrid, Carlo Ancelotti, juga disebut-sebut masuk bursa pengganti Valverde.
Entahlah, apakah Valverde terdepak atau tidak. Yang pasti, dua gelar yang disabet musim ini serasa berkurang gairahnya sebab minus Liga Champions, kendati kita harus berbesar hati mengacungkan jempol buat Valverde. Kompetisi sebentar lagi rampung.
Para fans memang akan turun ke jalan-jalan dan mereka berpesta. Pesta setengah hati tentu saja. Ada yang mengganjal di hati, soalnya. Seperti kata Suarez di atas, "Ketika memulai musim, kami bertekad meraih semua gelar."
—Rappler.com