Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Prabowo Dikritik Lewat Demo Indonesia Gelap, Muzani: Reaksi Berlebihan

Sekjen Partai Gerindra Ahmad Muzani sebut PPN 12 Persen perintah UU HPP. (IDN Times/Amir Faisol)

Jakarta, IDN Times - Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Ahmad Muzani menilai reaksi yang ditunjukkan mahasiswa terhadap kebijakan efisiensi anggaran era pemerintahan Prabowo Subianto, terlalu berlebihan.

Meski begitu, kata Muzani, reaksi tersebut ditunjukkan di negara demokrasi, boleh-boleh saja. Menurutnya, reaksi penolakan terhadap efisiensi anggaran tersebut muncul lantaran selama ini penggunaan anggaran terlalu longgar dan tak diawasi. 

"Kemudian sekarang ada pengetatan anggaran, sehingga itu menimbulkan kekagetan-kekagetan. Kekagetan itu yang menimbulkan sikap kontra-produktif, bahkan menyebabkan salah paham atas kebijakan pemerintah dalam hal ini Prabowo," ujar Muzani di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (19/2/2025). 

Sekjen Partai Gerindra itu mendengarkan tuntutan mahasiswa. Tetapi, kebijakan efisiensi anggaran tetap akan berlangsung seperti rencana awal. Itu semua sudah tertulis di Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025. 

"Rencana itu (efisiensi) adalah rencana yang dimaksudkan untuk jangka panjang bagi (rakyat) Indonesia, termasuk kita semua," katanya. 

Padahal, salah satu tuntutan mahasiswa lewat aksi demo Indonesia Gelap, yaitu agar Prabowo mencabut Inpres Nomor 1 Tahun 2025. Efisiensi anggaran justru banyak dirasakan dampaknya bagi masyarakat menengah ke bawah. 

1. Mahasiswa dorong pemerintah pangkas jumlah kementerian

Koordinator Pusat Aliansi Nasional BEM Seluruh Indonesia, Herianto ketika berbincang di program Ngobrol Seru IDN Times. (IDN Times)

Sementara, Koordinator Pusat Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI), Herianto, mengatakan kebijakan efisiensi anggaran berdampak langsung ke masyarakat. Ia menilai mahasiswa lebih sepakat bila efisiensi dimulai dari sikap Prabowo yang memangkas jumlah kementerian saja, ketimbang harus melakukan efisiensi anggaran.

Sebab, pembengkakan menteri dari 38 menjadi 48 berdampak langsung pada anggaran yang harus dikeluarkan pemerintah. Angka itu belum termasuk 56 wakil menteri dan lima kepala badan. 

"Memangkas jumlah kementerian adalah solusi konkret untuk efisiensi anggaran. Bukan menambah (jumlah) kementerian. Sebaliknya memangkas kementerian-kementerian yang tidak kompeten untuk dan dilebur dengan kementerian lain," ujar Herianto ketika berbincang di program Ngobrol Seru yang tayang di YouTube IDN Times. 

Akibat kabinet gemuk, kata Herianto, kini kebijakan efisiensi anggaran berdampak ke publik. Itu sebabnya, kata dia, mahasiswa memilih turun ke jalan berunjuk rasa. Sebab, Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025 tentang efisiensi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) berdampak langsung ke masyarakat dan mahasiswa.

"Pemangkasan anggaran itu berdampak ke sektor pendidikan. Itu disampaikan ketika dilakukan raker antara Kementerian Tinggi Sainstek dengan DPR. Setelah masyarakat protes, pihak Istana dan DPR menyatakan sebaliknya," katanya. 

Melalui Kementerian Keuangan, pemerintah menjamin tidak akan ada pemangkasan anggaran di sektor pendidikan. Meski begitu, kata Herianto, mahasiswa tidak langsung percaya begitu saja. Mereka memilih tetap turun ke jalan mengkritik kebijakan pemerintah yang kurang tepat itu. 

"Karena kan dari kasus-kasus sebelumnya, pemerintah suka nge-prank masyarakat," katanya. 

2. Mahasiswa kecewa karena Prabowo malah meneriakan "hidup Jokowi"

Ketua Umum Gerindra, Prabowo Subianto memberikan keris kepada Presiden ke-7 Joko "Jokowi" Widodo seusai keduanya berpidato dalam momen HUT ke-17 Gerindra di SICC, Bogor, Sabtu (15/2/2025). (IDN Times/Linna Susanti)

Hal lain yang menjadi kekecewaan mahasiswa, kata Herianto, yakni Prabowo justru semakin mesra dengan Presiden ketujuh RI Joko "Jokowi" Widodo. Momen tersebut tercermin ketika puncak perayaan HUT ke-17 Partai Gerindra di Sentul City International Convention Centre (SICC), Bogor akhir pekan lalu.

Padahal, menurut Herianto, di ruang publik sedang bergaung 'adili Jokowi' sebagai bentuk kekecewaan mereka terhadap kebijakan yang dikeluarkan selama dua periode kepemimpinannya. 

"Yang digaungkan oleh Prabowo di acara itu kok malah 'hidup Jokowi'. Kan seharusnya yang disampaikan 'hidup rakyat'. Artinya, hubungan kedua pemimpin masih erat," kata dia. 

Herianto tidak mempermasalahkan bila relasi antara presiden berkuasa dengan mantan presiden tetap erat. Tetapi, kata dia, hal tersebut dinilai belum saatnya. Apalagi kemarahan publik terhadap Jokowi terus meningkat. 

3. Puncak aksi demo "Indonesia Gelap" digelar besok

Aksi ribuan mahasiswa di area Patung Kuda, Jalan Medan Merdeka untuk menyuarakan Indonesia Gelap. (www.x.com/@jackjackparrr)

Sementara, aksi demo Indonesia Gelap di tingkat nasional bakal digelar kembali pada Kamis (20/2/2025). Mereka ingin memanfaatkan momen pelantikan 481 kepala daerah terpilih di Istana Kepresidenan. 

"Tidak ada aksi dari BEM SI pada Selasa dan Rabu. Hari Selasa dimaksimalkan oleh teman-teman mahasiswa untuk konsolidasi di internal kampus. Kami baru lakukan aksi lagi di hari Kamis," ujar Herianto kepada IDN Times lusa. 

Mahasiswa akan melakukan teknis di lapangan pada Rabu malam nanti. Puncak aksi direncanakan bakal digelar di Istana Kepresidenan.

"Kami memang ingin mengambil momentum itu (pelantikan kepala daerah secara serentak). Kami mau menegaskan bahwa kepala-kepala daerah itu memiliki beban dan tanggung jawab yang harus segera dijalankan untuk menyejahterakan rakyatnya melalui kebijakan-kebijakan yang pro terhadap rakyat," kata dia. 

Sedangkan, aksi demo Indonesia Gelap tetap digelar di sejumlah daerah yang belum melakukan demonstrasi pada Senin, 17 Februari lalu. Namun, ia tak menyebut daerah mana saja yang tetap menggelar aksi pada Selasa dan Rabu. 

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Santi Dewi
Rochmanudin Wijaya
Santi Dewi
EditorSanti Dewi
Follow Us