Rano Karno Bicara soal Bullying, Sentil Ketangguhan Anak

- Rano Karno menyayangkan ketangguhan generasi muda dalam menghadapi tekanan, terutama perundungan di sekolah.
- Rano menceritakan masa kecilnya yang penuh keterbatasan dan kondisi ekonomi keluarganya pada masa itu.
Jakarta, IDN Times - Wakil Gubernur DKI Jakarta, Rano Karno, menyoroti fenomena perundungan yang menimpa pelajar dan kaitannya dengan kerentanan mental anak. Dia menyampaikan keprihatinannya tentang ketangguhan generasi muda dalam menghadapi tekanan. Menurut dia, seharusnya anak bisa lebih tangguh.
“Sehingga kalau sekarang ada satu bullying yang membuat anak kita mudah goyah, heran saya, apa kurang ditempa kesulitan? Harusnya lebih tough,” ujar Rano saat memberi sambutan dalam Kick Off 16 HAKTP 2025 "Olahraga & Panggung Ekspresi Kita Punya Andil, Kembalikan Ruang Aman" di Balai Kota, Jakarta, Sabtu (22/11/2025).
1. Kisah masa kecil penuh keterbatasan

Awalnya, Rano menceritakan tentang masa kecilnya yang penuh keterbatasan. Dia menggambarkan bagaimana dirinya tumbuh di lingkungan keras dan mempengaruhi caranya membangun ketahanan diri. Dia menyampaikan hal itu usai sejumlah perwakilan anak menyuarakan pendapatnya.
“Yang ingin saya sampaikan, saya lahir di daerah Kemayoran, daerah Pasar Senen, siapa yang tidak tahu Pasar Senen? Maaf saya harus menyebutkan, tidak jauh dari daerah pelacuran pada waktu itu dan juga Pasar Burung. Artinya, masa kecil saya mungkin lebih susah daripada kamu (menyebut nama perwakilan anak yang berbicara),” ujar dia.
2. Kondisi ekonomi hingga perundungan yang juga dialaminya saat kecil

Rano juga menceritakan kondisi ekonomi keluarganya pada masa itu. Dulu, kata dia, dirinya harus makan sepiring berlima, memiliki hiburan yang terbatas, tetapi bisa membawanya meraih posisi saat ini sebagai Wakil Gubernur.
"Ayah saya bernama Soekarno Muhammad Nur. Dia hanya seorang pemain panggung yang jarang main di panggung. Serius, tahun 60 sampai tahun 70 tidak ada film. Semua pemain film bermain panggung. Untuk bermain panggung, barangkali dalam waktu satu tahun cuma sekali sehingga yang namanya makan sepiring berlima, itu kami setiap hari. Apakah tidak terjadi pem-bully-an? Terjadi,” kata dia.
"Saya punya rumah, punya TV, itu dari hadiah festival film, tapi gak punya listrik sehingga kalau saya mau nonton TV, setiap hari di kampung saya di Gang Tujuh itu, ada orang kaya. Dia membolehkan anak kampung nonton TV dengan syarat belanja karena dia punya warung," kata Rano.
3. Pengalaman hidup keras sebagai pendorong

Rano mengatakan, pengalaman sulit justru mendorongnya meraih posisi saat ini. Kondisi yang dialaminya, kata dia, merupakan pemecut baginya sehingga bisa menjadi wakil gubernur seperti sekarang.
Dia menambahkan bagaimana keterbatasan sejak kecil memaksanya berusaha. Dia juga menyinggung pekerjaan masa kecilnya untuk membantu kebutuhan keluarga.
“Artinya, kalau sekarang ada anak-anak mencari uang di depan lampu merah, dulu Bapak mencari uang pergi ke pasar burung, sampai-sampai yang namanya tukang burung gak mau terima saya lagi,” kata dia.
Rano menutup pesannya dengan ajakan untuk tidak menyerah pada keadaan, sambil kembali mengingat kesulitan di masa kecil.
“Artinya, kehidupan susah harus membuat kamu lebih berimajinasi bagaimana keluar dari kesulitan," kata dia.

















